Pilkades ”Obat Turun Panas” Politik Akar Rumput di Kabupaten Tangerang
Tertunda dua kali karena lonjakan kasus positif Covid-19, pilkades di Kabupaten Tangerang, Banten, akan berlangsung 10 Oktober 2021.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Riak-riak konflik di akar rumput muncul seiring penundaan pemilihan kepala desa atau pilkades di Kabupaten Tangerang, Banten. Pemerintah Kabupaten Tangerang berharap suhu politik calon kepala desa dan pendukungnya mereda seusai pemungutan suara yang diizinkan digelar 10 Oktober mendatang.
Sudah dua kali terjadi penundaan pilkades di 77 desa se-Kabupaten Tangerang. Penyebabnya, situasi pandemi Covid-19 yang belum terkendali di wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak se-Banten itu.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Kabupaten Tangerang Dadan Gandana menyebutkan, ada potensi konflik akibat penundaan pilkades. Kondisi itu membuat tensi politik di desa menjadi tinggi sehingga ketika pandemi Covid-19 mulai terkendali, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) dan Satgas Covid-19 memberikan lampu hijau pilkades serentak digelar 10 Oktober 2021.
Calon kepala desa sudah lama menunggu dan bisa habis kesabaran. Apalagi ongkos keluar terus.
”Potensi konflik bisa saja ada. Akibatnya, dinamika politik di tingkat desa tensinya masih tinggi. Dengan selesainya pilkades nanti, semoga tensi politik akibat kompetisi dalam pencalonan kepala desa bisa menurun sehingga suasana di masyarakat lebih tenang dan kondusif,” ucapnya, Kamis (23/9/2021).
Pemkab sudah mempersiapkan mekanisme, sarana dan prasarana, serta pembekalan kepada 12.000 Panitia Pemungutan Suara dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Satuan Polisi Pamong Praja akan memimpin pengamanan pilkades bersama TNI dan Polri.
Dadan menambahkan, jumlah pemilih di satu TPS maksimal 500 orang dengan protokol kesehatan ketat. Pemkab masih mengejar capaian vaksinasi Covid-19 hingga minimal 50 persen dengan prioritas warga desa yang akan melaksanakan pilkades.
”Panitia harus intensif berkomunikasi dengan lembaga desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama supaya pilkades berjalan sesuai dengan protokol kesehatan,” ujarnya.
Terkendalinya pandemi Covid-19 bukan satu-satunya alasan Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Surta Wijaya mendukung pelaksanaan pilkades di Kabupaten Tangerang.
Kepala Desa Babakan Asem, Kecamatan Teluknaga, itu menilai, terselenggaranya pilkades menjawab kegusaran calon kepala desa dan pendukungnya. Di sisi lain, mengurangi risiko penularan SARS-CoV-2 karena warga tidak perlu terus berkumpul di posko pemenangan.
”Ada plus dan minusnya. Calon kepala desa sudah lama menunggu dan bisa habis kesabaran. Apalagi ongkos keluar terus. Kalau pilkades jadi, semua selesai dan tidak kumpul-kumpul,” katanya.
Berkaca dari pengalamannya, ongkos yang dimaksud ialah biaya pemenangan yang bisa mencapai Rp 1 miliar. Biaya itu ada karena kebiasaan transaksional dalam pemilihan.