Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Minta Keadilan
Keluarga korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang berharap penegak hukum tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka, tetapi juga memintai pertanggungjawaban hukum dari pihak terkait.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga korban meninggal kebakaran Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten, menuntut keadilan atas kejadian tersebut. Advokasi terhadap kasus tersebut diharapkan tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka, tetapi juga tanggung jawab hukum dari pihak terkait.
Penuntutan ini disampaikan melalui kuasa hukum dari koalisi yang diinisiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat. Pengacara publik LBH Masyarakat Maruf Bajammal menyebut, ada sekitar delapan keluarga korban yang meminta bantuan ke koalisi yang terdiri dari LBH Jakarta, Imparsial, dan LPBH Nahdlatul Ulama Tangerang.
Saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/9/2021), ia menyebut sampai saat ini mereka baru berkomunikasi dengan tiga keluarga korban yang berdomisili di Jakarta dan Tangerang, Banten. Adapun jumlah korban meninggal seluruhnya mencapai 49 orang, yang menderita luka bakar sekitar 20-95 persen.
”Prinsipnya mereka cari keadilan agar pemerintah bertanggung jawab. Mereka sedih karena telah kehilangan keluarga tercinta sehingga mereka mau menuntut keadilan lewat jalur hukum,” kata Maruf.
Poinnya ini ada problem dari sisi kebijakan peradilan pidana terpadu dan manajemen keamanan lapas. Dua sisi itu jadi dasar kita bergerak. Kita lihat ruang apa yang bisa kita usut, apa secara pidana, perdata, administrasi, atau dugaan pelanggaran HAM.
Ia menyebut, pihak keluarga tidak hanya ingin menuntut secara materi. Sebelumnya, keluarga dari warga binaan yang tewas diberikan santunan sebesar Rp 30 juta oleh pemerintah pusat.
Mereka juga menuntut kejadian kebakaran kemarin bisa menghasilkan komitmen dari pihak bertanggung jawab untuk membenahi persoalan manajemen lembaga pemasyarakat (lapas) di hadapan hukum.
Maruf pun berharap pihak penegak hukum, seperti kepolisian, tidak hanya berhenti menetapkan tersangka pada tiga petugas lapas yang sudah diumumkan. Pihak bertanggung jawab lain yang diketahui melalaikan tugas secara struktural juga perlu ditindak.
”Poinnya ini ada problem dari sisi kebijakan peradilan pidana terpadu dan manajemen keamanan lapas. Dua sisi itu jadi dasar kita bergerak. Kita lihat ruang apa yang bisa kita usut, apa secara pidana, perdata, administrasi, atau dugaan pelanggaran HAM. Itu akan kita coba lihat potensinya mana yang paling strategi untuk bisa kita lakukan advokasi ini,” ujarnya.
Pada Senin (20/9/2021) kemarin, Polda Metro Jaya menetapkan tiga petugas lapas berinisial RU, S, dan Y sebagai tersangka kebakaran Blok C2 Lapas Kelas I Tangerang. Ketiganya merupakan petugas jaga saat terjadi kebakaran pada Rabu (8/9/2021) dini hari.
Mereka menjadi tersangka setelah gelar perkara yang berlangsung setelah pemeriksaan terhadap 53 saksi dan terkumpulnya keterangan ahli, bukti dokumen dan surat, dan keterangan tersangka.
”Sementara tiga petugas lapas tersangka untuk Pasal 359, sedangkan untuk Pasal 187 dan Pasal 188 masih dibutuhkan alat bukti lain. Dalam minggu ini semuanya bisa kami selesaikan,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat.
Pasal 187 berisi tentang dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan, atau banjir, sedangkan Pasal 188 tentang kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan, atau banjir.
Di sisi lain, penyidik masih menelusuri penyebab kebakaran yang diduga karena korseleting. Mulai dari penyebab, waktu, pola menjalarnya, dan proses evakuasi. Untuk itu, gelar perkara berikutnya kembali dilakukan untuk penajaman.