Dalam setahun, dua bencana beruntun menggebuk warga RW 022 Blok I Garden City Residence di Kota Tangerang, Banten. Dari situlah tumbuh benih-benih untuk bangkit dengan kampung wisata keramba.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Saung bambu beratap baja ringan dan alang-alang berdiri di tepi danau Perumahan Garden City Residence, Kota Tangerang, Banten. Di sekelilingnya terhampar seratusan keramba jaring apung berisi nila, patin, mujair, lele, dan tanaman air. Tak terasa sudah setahun mereka berbagi ruang di danau berwarna kehijauan itu.
Rabu (15/9/2021) siang, Wahyudi (46) memeriksa kondisi air dan jaring sebelum memberi makan nila dan patin kesayangannya. Begitu jemarinya melempar pelet, seratusan ikan yang berwarna cerah naik ke permukaan. Mereka saling tubruk, memperebutkan jatah makanan.
”Sebelumnya danau ini dibiarkan begitu saja. Pandemi justru mendorong inisiatif warga di sini untuk mencari rezeki bersama-sama,” ujarnya.
Tadinya bapak dua anak itu bekerja di perusahaan mebel area Cengkareng, Jakarta Barat. Kemudian banting setir sebagai sopir perusahaan suku cadang di Kota Tangerang sebelum SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 menjegal langkahnya karena terkena pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi.
Setiap wisatawan yang sewa saung, kami tawari menu makanan olahan ikan dari tambak atau dari warung warga di sekitar sini. Supaya semuanya kecipratan rezeki.
Bermodal sebagian tabungan, dia pun memesan tiga keramba jaring apung dengan harga Rp 1,5 juta per keramba. Setiap keramba berukuran 2 meter x 4 meter persegi yang terbagi dalam dua kotak.
Untuk benihnya dibeli sendiri, Rp 400 hingga Rp 700 seukuran pentol korek. Sementara harga jualnya berkisar Rp 21.000-Rp 30.000 per kilogram.
”Panennya mungkin sekitar dua bulan lagi. Saya lihat keramba ini prospek ke depannya. Kami harapkan ada pelatihan dari pemda atau ahlinya supaya cara budidaya hingga panen bisa optimal,” ujarnya.
Optimisme itu berkaca dari panen salah satu warga yang mencapai 300 kilogram pada pekan lalu. Jumlah sebanyak itu didapatkan dari menabur 700 benih ikan.
Tunggangi ombak
Perumahan Garden City Residence merupakan salah satu langganan banjir di ”Kota Benteng”. Misalnya awal tahun 2020 lalu, luapan air merendam permukiman hingga sepekan lebih. Ketinggiannya mulai dari puluhan sentimeter hingga 4 meter.
Tak berselang lama pagebluk mampir ke Tanah Air. Banyak warga, termasuk di RW 022 Blok I yang terdampak, dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja.
”Kami ingin ubah kawasan rawan banjir jadi sesuatu yang berbeda. Untuk ketahanan pangan warga di sini sekaligus menambah pemasukan,” ucap Riswanto (46), salah satu inisiator Kampung Wisata Keramba 22.
Mula-mula warga urun dana untuk pembangunan saung. Mereka berhasil mengumpulkan Rp 20.000.000 untuk belanja material, pemasangan instalasi listrik, dan kamera pengawas atau CCTV. September 2020, resmi berdiri saung berukuran 5 meter x 10 meter persegi berbentuk leter U dan empat keramba.
Seiring waktu jumlah keramba terus bertambah. Hingga sekarang sudah ada total 186 keramba jaring apung. Keramba-keramba itu milik 40 warga sekitar.
Dari pertumbuhan itulah warga mulai mempromosikan Kampung Wisata Keramba 22. Tak hanya dari mulut ke mulut, mereka juga merambah ke media sosial di Instagram @kampungwisatakeramba22.
”Setiap wisatawan yang sewa saung, kami tawari menu makanan olahan ikan dari tambak atau dari warung warga di sekitar sini. Supaya semuanya kecipratan rezeki,” katanya.
Pekan lalu, misalnya, mampir grup sepeda onthel terdiri dari 70 orang, kelompok ibu-ibu pengajian, arisan, dan pegawai pemda. Kunjungan itu membuat lapak minuman milik Riswanto laris manis. Belum lagi ikan-ikan dari lima kerambanya laku terjual 10 hingga 20 kilogram.
Dukungan
Warga menyadari bahwa selama ini segala sesuatu dilakukan secara mandiri dan otodidak. Karena itu, mereka membutuhkan dukungan untuk berkembang.
Setahun ini mereka baru mendapatkan pelatihan dari Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang tentang olahan ikan segar. Pelatihan lainnya berlangsung secara daring dari seorang kenalan asal Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
”Kami ingin berdaya jadi kelompok tani mandiri. Kalau sendirian saja susah, kan, minim pengalaman dan pengetahuan,” ujarnya.
Di sisi lain mereka, juga butuh perbaikan akses jalan masuk ke Kampung Wisata Keramba 22. Saat ini, kondisi memprihatinkan karena rusak, berlubang, dan berlumpur.
Belum lagi hanya ada satu toilet untuk wisawatan. Itu pun di pos keamanan setempat. Tak jarang warga meminjamkan toilet rumahnya kepada wisatawan sembari mengupayakan pembangunan toilet dengan retribusi dari Kampung Wisata Keramba 22.
”Wali Kota sempat ke sini mau bangun spot selfie. DPRD, Camat, dan Lurah juga dukung,” kata Iwan Sanjaya, Ketua Kampung Wisata Keramba.
Salah satu bentuk nyata dukungan itu ialah pembangunan tanggul banjir di sekitar danau. Di atas tanggul turut dibangun lintasan olahraga. Dengan begitu, kawasan permukiman terhindar dari banjir dan orang-orang bisa menikmati suasana Kampung Wisata Keramba 22.
Keberadaan Kampung Wisata Keramba 22 menambah destinasi wisata di Kecamatan Periuk. Sebelumnya sudah ada Kampung Lorong Anggur, Kampung Sejahtera Mandiri, Kampung Matahari, dan Kampung Lotus.
Camat Periuk Maryono mengajak warga untuk saling bahu-membahu dalam mengembangkan potensi wilayahnya. Pemerintah bakal mendukung, termasuk menarik wisatawan.
Warga RW 022 tak ingin larut sebagai langganan banjir dan terpuruk karena pandemi Covid-19. Daya dan upaya mereka justru memantik ide-ide kreatif meskipun tetap membutuhkan dukungan beragam pihak, terutama pemerintah.