Perubahan Alur Sungai Cidurian Ancam Keselamatan Warga Bogor
Pengendapan yang terus terjadi membuat terbentuk lekukan yang semakin tajam dan akhirnya membentuk ”neck” atau sumbatan aliran. Neck membuat aliran air terhambat dan lambat laun sungai menjadi mati.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Analisis citra satelit Badan Informasi Geospasial atau BIG menunjukkan telah terjadi perubahan alur Sungai Cidurian dan sedimentasi sehingga menyebabkan banjir bandang yang menerjang Desa Kalongsawah, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor pada Senin (6/9/2021).
Koordinator Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG, Ferrari Pinem, menjelaskan, berdasarkan analisis citra satelit dan pengamatan di lapangan, terjadi pembentukan aliran baru di bentang aliran Sungai Cidurian.
Wilayah percabangan aliran baru itu terbentuk karena bendungan irigasi jebol akibat tidak kuat menahan debit aliran deras (high-stage thalwage). Hasil citra temporal pada 2019 menggambarkan perubahan aliran signifikan dalam rentang Desember 2019 sampai Agustus 2020.
Terdapat alur sungai baru, hasil percabangan Sungai Cidurian, yang memotong area sawah dan permukiman warga di sekitar Sungai Cidurian. Analisis spasial lanjutan dilakukan sebagai pendekatan dalam memahami proses yang terjadi pada perubahan alur Sungai Cidurian.
Berdasarkan pendekatan bentang lahan, area perubahan alur sungai berada pada wilayah alluvial plain (dataran aluvial) atau material sedimen dari proses pengikisan pada bagian hulu, kemudian tertransportasi dan terendapkan.
Material sedimen tersebut belum terkompaksi sempurna dan sedimentasi masih terus berkembang pada bentuk lahan tersebut. Selain itu, wilayah yang datar kerap kali mengalami banjir pada periode tertentu
”Sehingga membentuk aliran sungai baru. Aliran sungai ini awalnya kecil dan akhirnya bertambah besar seiring waktu karena sungai yang lama tidak mengalirkan air akibat proses sedimentasi yang terus-menerus,” kata Pinem dalam keterangan tertulisnya dan dikonfirmasi Minggu (19/9/2021).
Pengendapan yang terus terjadi membuat terbentuk lekukan yang semakin tajam dan akhirnya membentuk neck atau sumbatan aliran. Neck membuat aliran air terhambat dan lambat laun sungai menjadi mati. Sungai mati ini kemudian hari akan menjadi danau tapal kuda (oxbow lake).
Besarnya laju pengendapan yang terjadi di wilayah itu besar kemungkinan karena material longsor yang terbawa aliran dari daerah hulu. Pada Januari 2020 terjadi longsor di wilayah Sukajaya dan sekitarnya.
”Bila kita telusuri ke daerah hulu di Kampung Urug dan sekitarnya, masih banyak ditemukan sisa-sisa material longsor. Material longsor ini besar kemungkinan terbawa aliran sungai dan terendapkan di wilayah hilir, terutama pada wilayah yang mengalami penurunan gradien sungai,” lanjutnya.
Berdasarkan fakta temuan itu, kata Pinem, hipotesis material longsor tersebut menjadi salah satu penyebab cepatnya terjadi pembentukan sedimentasi dan aliran sungai baru. Material sedimentasi akan mengakibatkan penyempitan alur sungai dan mengakibatkan proses aliran terhambat.
Selain itu, juga dapat mengakibatkan ada bagian wilayah sungai yang tergerus akibat proses erosi dan ada sebagian yang terendapkan akibat proses sedimentasi.
”Maka, perlu dilakukan antisipasi mitigasi terhadap beberapa wilayah pemukiman di Desa Kalongsawah terutama wilayah pada jalur luar sungai yang besar kemungkinan akan mengalami erosi akibat debit aliran sungai. Wilayah tersebut di kemudian hari bisa saja terdampak apabila tidak diupayakan penguatan mitigasinya,” katanya.
Kepala Subbidang Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Bappeda Kabupaten Bogor, Septyo Pramudito, mengatakan, hasil pengamatan dan analisis terkait dampak banjir sungai yang terjadi di Sungai Cidurian dari BIG sudah dikomunikasikan ke Pemkab Bogor.
Pemkab Bogor akan melakukan normalisasi Sungai Cidurian. Terutama terhadap tanah timbul yang terjadi pada sudut meander sungai. Hal ini perlu dilakukan karena pentingnya fungsi Sungai Cidurian, sehingga alur sungai dapat kembali seperti sebelum terjadi bencana banjir.
”Perlu juga dilakukan penelusuran lebih lanjut terkait titik-titik sedimentasi yang terjadi di sepanjang Sungai Cidurian yang berpotensi menyebabkan perubahan alur sungai. Terutama yang berpotensi menyebabkan bencana terhadap permukiman yang berada di sepanjang Sungai Cidurian,” kata Septyo.
Terkait rencana pembangunan tanggul atau bendungan untuk mereduksi debit air Sungai Cidurian, lanjutnya, Pemkab Bogor merasa perlu melakukan kajian lebih lanjut. Sebab, kondisi hulu Sungai Cidurian memiliki tingkat kerentanan longsor cukup tinggi sehingga diperlukannya upaya untuk pengendalian pemanfaatan lahan pada daerah tangkapan air hulu Sungai Cidurian.
Diberitakan sebelumnya, hujan deras pada Senin (6/9/2021) malam mengakibatkan Sungai Cidurian, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, meluap sehingga menyebabkan belasan rumah dan infrastruktur rusak.
Berdasarkan laporan Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, tidak ada korban jiwa akibat banjir bandang tersebut. Namun, sejumlah fasilitas umum rusak berat, seperti jembatan penghubung antardesa putus dan tiang listrik hanyut terbawa banjir bandang.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Kabupaten Bogor Adam Hamdani mengatakan, banjir bandang itu mengakibatkan kerusakan infrastruktur di empat kecamatan, yakni Cigudeg, Nanggung, Jasinga, dan Sukajaya.
Pada banjir bandang awal 2020 sembilan desa dan 9.768 jiwa terdampak banjir dan longsor. Dari sembilan desa itu, Desa Kalongsawah menjadi salah satu yang terparah. Satu orang meninggal dan sekitar 116 rumah rusak dan tersapu luapan sungai.
Sementara banjir bandang kali ini setidaknya 88 jiwa yang terdampak. Tercatat ada 12 rumah terdampak, satu di antaranya rusak berat. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.