Pembatasan Mobilitas Saat Pandemi Covid-19 Tak Hentikan Peredaran Narkoba
Pada masa pandemi Covid-19 masih ada persoalan serius lain yang tak boleh dilupakan, yaitu masalah peredaran narkoba. Di tengah pembatasan mobilitas masyarakat, ternyata peredaran narkoba tetap berlangsung.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPS — Pembatasan mobilitas yang diterapkan pemerintah selama masa pandemi Covid-19 ternyata tidak menghentikan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Kerja kolaboratif antara institusi penegak hukum, pendidikan, dan keagamaan memegang peranan penting dan strategis untuk mencegah penyalahgunaan narkoba.
Penelitian menunjukkan kecenderungan penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelapnya terus meningkat. Salah satu faktor penyebabnya adalah stres karena perubahan situasi sosial dan ekonomi akibat pandemi. Kondisi itu membuat seseorang lebih mudah terpengaruh untuk menggunakan narkoba.
”Kejahatan narkotika merupakan kejahatan extraordinary yang menjadi perhatian seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia, karena narkotika dapat merusak satu generasi dari suatu negara,” ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Webinar Nasional dengan tema ”Ancaman Narkoba di Tengah Pandemi” yang digelar Silaturahim Haji dan Umrah Indonesia (SAHI) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Kamis (16/9/2021).
Wapres Amin menambahkan, ia prihatin melihat perkembangan lingkungan strategik global saat ini. ”Penjagaan ketat di setiap pintu keluar masuk suatu wilayah tidak membuat bandar dan sindikatnya berhenti mengedarkan barang haram tersebut. Bahkan, muncul modus-modus baru penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di dunia,” tambahnya.
Ketua Dewan Pembina DPP SAHI Siti Ma’rifah Ma’ruf Amin juga menyebut narkoba merupakan kejahatan luar biasa. Hal ini karena narkoba menjadi salah satu cara untuk melumpuhkan kekuatan bangsa yang menyasar semua kalangan masyarakat mulai petani hingga pesohor.
”Daya rusak narkoba lebih besar daripada tindak pidana korupsi maupun terorisme,” tambahnya.
Siti mengatakan, kerugian akibat korupsi sekitar Rp 31 triliun per tahun, sedangkan kasus narkoba bisa menghabiskan Rp 72 triliun per tahun. Narkoba merenggut nyawa 30-40 orang per hari di Indonesia, sedangkan korban jiwa akibat terorisme adalah 80 orang per hari di seluruh dunia.
”Selama ini belum ada kesadaran yang tinggi dari masyarakat tentang bahaya narkoba,” ujar Siti.
Menurut Wapres Amin, perubahan pola perilaku masyarakat yang semakin tergantung pada internet juga mengubah cara pemasaran narkoba. Bandar narkoba semakin gencar menawarkan narkoba tersebut secara daring melalui situs-situs gelap atau dark web. Merespons hal tersebut, upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba dinilai tidak lagi dapat dilakukan secara eksklusif, tetapi harus berorientasi inklusif.
Menurut Wapres, kerja kolaboratif antara institusi penegak hukum, pendidikan, keagamaan, dan lain-lain akan memegang peranan penting dan strategis.
”Keterlibatan dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Komitmen dan tekad perlawanan terhadap narkoba harus terus ditumbuhkan dan digelorakan sehingga menjadi komitmen dan tekad kolektif bangsa,” kata Wapres.
Lebih lanjut, Wapres Amin menyebut bahwa spirit proklamasi kemerdekaan dan spirit hijrah dapat dijadikan inspirasi bagi penguatan upaya memerangi narkoba sehingga bangsa dan negara bisa merdeka dan bersih dari narkoba.
”Dan, kita dapat hijrah memasuki kehidupan baru yang damai, sehat, produktif, dan terbebas dari narkoba. Kita harus menyelamatkan generasi muda sebagai penerus perjuangan bangsa untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional,” tambahnya.
Rencana aksi
Dalam kesempatan tersebut, Wapres Amin juga memberikan apresiasi kepada SAHI, BNN, serta seluruh komponen bangsa yang telah berperan aktif melakukan berbagai upaya nyata dan serius untuk memerangi sindikat narkoba. Keterlibatan SAHI merupakan salah satu contoh peran serta aktor non-negara dalam membantu upaya pemerintah memberantas penyalahgunaan narkoba.
Saat ini, SAHI telah memiliki badan khusus, yaitu Gerakan Masyarakat Anti Narkoba (GAMAN) yang bersifat vertikal dari pusat hingga daerah. Potensi besar SAHI ini harus didayagunakan untuk sebesar-besar kemaslahatan bangsa.
Dalam upaya mengatasi permasalahan narkotika, Kepala BNN Petrus Reinhard Golose dalam sambutan tertulis yang dibacakan Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN Andjar Dewanto menyebut bahwa pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Penguatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) 2020-2024.
Masyarakat diharapkan bisa saling bersinergi dalam melaksanakan rencana aksi tersebut di lingkungan masing-masing. Petrus juga mengutip hasil survei penyalahgunaan narkoba oleh BNN dan LIPI yang menyebut prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2019 secara nasional adalah sebesar 1,80 persen atau setara 3.419.188 orang. Jumlah itu diperkirakan bisa terus meningkat.
”Pada masa pandemi tidak boleh dilupakan persoalan serius lain, yaitu masalah peredaran gelap narkoba. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan bahwa Indonesia dalam situasi darurat narkoba,” tambahnya.