Sidang Perdana Predator Anak ”Bruder Angelo” di Depok Ditunda
Sidang perdana ini jadi momentum melindungi anak-anak dan kemajuan hukum di Indonesia dalam membuka kasus kekerasan seksual yang terkesan lambat.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Sidang perdana pembacaan dakwaan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Lukas Lucky Ngalngola alias Bruder Angelo kepada anak Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara, Depok, Jawa Barat, ditunda karena ketidakhadiran penasihat hukum terdakwa. Sidang selanjutnya dijadwalkan 22 September 2021.
Sidang perdana itu terdaftar di Pengadilan Negeri Depok dengan nomor register 317/Pid.sus/2021/PN Dpk digelar Rabu (15/9/2021) pukul 09.30 secara daring. Namun, hingga sekitar pukul 11.30 sidang pembacaan dakwaan belum dimulai karena penasihat hukum tidak bisa hadir.
”Kami tunda sidangnya karena terdakwa tidak bisa menghadirkan penasihat hukumnya. Kami beri kesempatan sidang selanjutnya pada 22 September 2021 untuk menghadirkan penasihat hukum. Tidak ada alasan jelas dan tidak ada surat yang kami terima terkait ketidakhadirannya,” kata Ahmad Fadil dari Bagian Humas Pengadilan Negeri Depok di PN Depok.
Fadil melanjutkan, jika dalam persidangan minggu depan penasihat hukum terdakwa kembali tidak hadir, PN Depok akan menunjuk penasihat hukum PN Depok. ”Dia (terdakwa) menyatakan akan didampingi oleh kuasa hukumnya. Jadi, kami berikan kesempatan pada sidang selanjutnya,” lanjutnya.
Kuasa hukum korban Ermelina Singereta mengatakan, penundaan sidang perdana bacaan dakwaan Bruder Angelo membuat tim kuasa hukum kecewa. Sidang yang dinanti itu seharusnya menjadi momentum setelah sekian lama kasus dugaan kekerasan seksual mandek hampir setahun.
”Kami menanti sidang ini karena sudah lama mandek. Sidang perdana ini tentu menjadi momentum untuk melindungi anak-anak. Momentum kemajuan hukum di Indonesia yang akhirnya kasus ini kembali dibuka hingga sampai persidangan. Kami juga ingin sidang ini dilaksanakan secara offline agar kita bisa bersama memantau kasus ini. Kita ingin ada perlindungan hukum kepada anak-anak,” kata Ermelina.
Dalam sidang kasus kejahatan seksual, pihaknya mendampingi satu anak saja. Namun, ia meyakini ada beberapa anak yang menjadi korban. Hanya saja, keberadaan anak lainnya saat ini tidak diketahui.
Kasus dugaan kekerasan seksual yang terungkap pada 13 September 2019 ketika sejumlah korban melaporkan kejadian itu ke Polres Depok tidak berlanjut karena berkas penyidikan tidak lengkap. Kepolisian akhirnya tidak bisa melanjutkan kasus ke tingkat pengadilan. Bruder Angelo yang ditangkap polisi pun hanya ditahan tiga bulan. Ia bebas 9 Desember 2019.
Sampai saat itu, Bruder Angelo, yang juga dijuluki ”kelelawar malam” oleh para korbannya masih bebas berkeliaran. Bahkan, ia membuka panti lagi dan hidup bersama anak-anak di bawah umur.
”Oleh karena itu, kami membuka kembali kasus ini. Kami buat laporan pada 7 September 2020. Ini tidak hanya bentuk perlindungan kepada korban, tetapi juga menghindari ada korban lain. Pada laporan pertama, kami belum menjadi pendamping anak-anak. Namun, pada laporan kedua, kami jalan dan dinyatakan P-12 (kasus penyelidikan kasus lengkap) oleh Kejaksaan Negeri Depok dan dilimpahkan ke PN Depok untuk sidang,” katanya.
Namun, untuk sampai P-12, kata Ermelina, banyak tantangan yang harus dijalani, seperti pandemi dan mengumpulkan sejumlah bukti untuk kelengkapan berkas. Akhirnya, setelah membuat laporan, Polres Metro Depok bergerak melanjutkan pemeriksaan Bruder Angelo.
Keberlanjutan pemeriksaan hingga berlanjut ke sidang, kata Ermelina, tidak lepas dari dukungan lapisan lembaga dan masyarakat untuk membawa kasus ini secara serius. Tidak hanya sebagai perlindungan hukum, tetapi juga perlindungan masa depan anak-anak korban kekerasan seksual.
”Sekali lagi, ini menjadi momentum dari sisi hukum. Kita tidak bisa membiarkan siapa pun dia, dari lembaga apa pun, proses hukum harus berjalan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya (Kompas.id, 14 April 2021), Inspektur Dua Tulus Handani selaku perwakilan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Depok mengatakan, kepolisian telah mendapatkan petunjuk dari hasil visum yang diduga menjadi korban Angelo.
Hasil visum menunjukkan luka pada anus korban. Atas dasar luka tersebut, polisi kembali memeriksa korban di Panti Handayani yang dikelola Kementerian Sosial. Namun, korban tidak bisa menjelaskan penyebab luka tersebut. Korban juga mengaku lupa terkait luka itu.
”Dia cuma bilang luka gatal. Kami beri pemahaman, dia bilang lupa dan tidak tahu. Kami sudah koordinasi untuk minta pendampingan psikologis, khusus untuk menggali keterangan korban. Sebab, luka itu pastinya ada kekerasan lagi, entah karena ada pelaku lain atau karena alasan lain. Kami masih dalami kasus ini,” kata Tulus.
Ia melanjutkan, salah satu kasus dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan kepada kepolisian terjadi di dalam angkutan saat Angelo mengantar 6-9 anak panti asuhan untuk potong rambut. Kejadian kedua, dugaan kekerasan seksual terjadi di kamar mandi di warung makan pecel lele. Selain di dua tempat itu, sejumlah anak asuh di Panti Asuhan Kencana Benjana Rohani diduga mengalami peristiwa serupa.
”Kejadian kedua setelah potong rambut, korban bersama sopir dan anak asuh lainnya geser ke pecel lele. Pelaku izin ke penjual untuk mencari kamar mandi. Korban yang di angkot itu dicabuli lagi di kamar mandi,” kata Tulus.