DKI Akan Melacak 2,5 Juta Warga yang Belum Vaksin Covid-19
Perlu pendataan yang lebih detail untuk mengetahui penyebab 2,5 juta warga Jakarta belum mendapatkan vaksin Covid-19. Sejumlah pihak mendukung pengenaan sanksi bagi yang menolak vaksin.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan masih ada 2,5 juta warga Ibu Kota yang belum menerima vaksin Covid-19. Upaya pelacakan, pendataan, hingga jemput bola oleh RT-RW perlu dilakukan meski dinilai terlambat untuk mencapai keselamatan bersama.
Ngabila Salama, Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dalam diskusi virtual tentang pandemi Covid-19, Selasa (14/9/2021), menyatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendata masih ada 2,5 juta warga ber-KTP DKI Jakarta yang belum mendapatkan vaksin Covid-19. Sampai saat ini, belum diketahui pasti penyebab warga sebanyak itu belum mendapatkan vaksin.
Sebelumnya, dari pendataan di awal September, Pemprov DKI Jakarta mengungkap ada 3 juta warga ber-KTP DKI Jakarta yang belum mendapatkan vaksin. Namun, angka itu berkurang.
”Dari 8,9 juta penduduk DKI yang berusia 12 tahun ke atas itu, baru 6,4 juta orang tervaksin dosis 1 dan 4 juta orang dosis 2. Jadi, baru 71 persen capaiannya. Masih ada 2,5 juta warga DKI yang tidak tahu ngumpet di mana belum divaksin,” kata Ngabila.
Ngabila menduga, penyebab 2,5 juta warga belum divaksin tersebut, di antaranya, memiliki penyakit komorbid dan masih khawatir terhadap efek vaksin. Juga ada warga yang merupakan penyintas Covid-19 sehingga belum bisa divaksin.
”Ada juga mungkin merasa ingin merek tertentu. Jadinya itu yang harus benar-benar hati-hati. Kita masih mencari juga 2,5 juta orang Jakarta yang sebenarnya belum divaksin,” katanya.
Ngabila menyebutkan, harus ada pembaruan data penduduk DKI terkait vaksin agar jumlah warga yang divaksin bisa pasti diketahui. ”Perlu kita lakukan peremajaan kembali karena bisa jadi sebenarnya orangnya sudah pindah, tetapi KTP-nya masih di DKI. Adapun terkait fenomena orang pilih merek vaksin, kami tidak sarankan,” ucapnya.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, secara terpisah, Rabu (15/9/2021), menegaskan, pendataan dan pelacakan warga yang belum mendapatkan vaksin selain oleh RT dan RW bisa dibantu oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Hal itu diperlukan untuk mengefektifkan upaya mendata warga yang sudah divaksin per RT atau RW, warga yang belum divaksin karena kormobid, warga yang belum divaksin karena menolak, dan warga yang belum divaksin, tetapi belum dapat kesempatan atau menunggu merek vaksin yang dia mau.
Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta, menegaskan, pelacakan dan pendataan warga DKI yang belum mendapatkan vaksin itu sudah diminta Dewan sejak awal. ”Sebanyak 2,5 juta warga itu di mana dan di-breakdown atau dirinci penyebabnya. Apakah menolak karena faham, masih baru terinfeksi, penyakit penyerta, dan sebagainya,” katanya.
Solusi pelacakan melalui RT dan RW, menurut Simanjuntak, sangat tepat walau telat. ”Sebab, tanpa vaksinasi, aktivitas ekonomi sulit menggeliat. Sepintas artinya, data 2,5 juta adalah estimasi karena diserahkan ke RT dan RW untuk melacak,” ujarnya lagi.
Bantuan dari babinsa, bhabinkamtibas, juga TNI Polri, menurut Simanjuntak, perlu karena Pemprov DKI tidak mampu sendiri. ”Jadi, babinsa dan binmaspol sangat penting dilibatkan,” kata Simanjuntak yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan.
Teguh melanjutkan, dalam pelacakan warga tersebut, pemprov juga bisa mengenakan sanksi. Utamanya bagi mereka yang menolak vaksin dan menunggu vaksin sesuai dengan yang dia mau.
”Mereka bisa dikenai sanksi sesuai Perpres Nomor 14 Tahun 2021 Pasal 13a dengan tidak memberikan jaminan sosial, layanan administrasi, bahkan denda. Pengaturan soal ini diserahkan ke daerah dan di Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 hal tersebut sudah ada,” kata Teguh.
Untuk sanksi, Teguh melanjutkan, karena demi kepentingan publik yang lebih banyak bahkan polisi bisa menerapkan pasal sanksi yang termuat dalam UU wabah menular. Hal itu bisa diterapkan manakala fasilitas vaksin di Jakarta sudah mudah diakses.
"Menurut kami, faskes vaksin di Jakarta saat ini sudah sangat aksesible, mudah diakses. Itu tidak bisa menjadi alasan seseorang tidak mau vaksin," katanya.
Sekalipun di perda dimungkinkan pemberian sanksi. Tapi sejauh ini kita mau ada kesadaran warga untuk mengikuti pelaksanaan vaksinasi
Apabila warga tersebut tetap tidak mau vaksin, mereka masuk kategori yang menghambat penanganan wabah penyakit menular. Apalagi sosialisasi vaksin dan dampaknya juga sudah sangat banyak dan lama. Kecuali kalau daerah-daerah yang aksesibilitas terhadap vaksin dan ketersedian vaksinnya belum cukup seperti wilayah penyangga, aturan itu tentu belum bisa diberlakukan.
”Tapi, kalau Jakarta sekarang sudah siap,” kata Teguh menegaskan.
Simanjuntak sepakat, sudah waktuya Gubernur DKI Jakarta bersikap tegas soal sanksi. ”Kesan yang didapat dari pernyataannya di media adalah hanya mengungkapkan data, tanpa menyebutkan rencana solusi. Sikap tidak tegas Pemprov tidak akan menghasilkan kinerja maksimal,” ujar Teguh menambahkan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta menyatakan, untuk vaksinasi, bagi warga yang belum mendapatkan vaksinasi diminta segera mendatangi fasilitas-fasilitas kesehatan yang melayani vaksinasi. Pemprov DKI Jakarta sudah meminta bupati dan wali kota hingga perangkat terkecil RT dan RW untuk memastikan warga yang belum mendapatkan vaksin mendatangi fakses untuk mendapatkan vaksin.
Namun, untuk sanksi, Ahmad Riza menegaskan, hal itu memang sudah diatur dalam Perda Nomor 2 Tahun 2020. ”Namun, kita belum sejauh itu sekalipun di perda dimungkinkan pemberian sanksi. Tapi, sejauh ini kita mau ada kesadaran warga untuk mengikuti pelaksanaan vaksinasi karena kita ingin semua ini ada kesadaran penuh bukan karena sanksi, aturan, ataupun karena aparat yang awasi,” kata Ahmad Riza.