Ingatan Banjir Bandang Cidurian yang Mengkhawatirkan Warga
Banjir bandang Sungai Cidurian mengulang kejadian serupa awal 2020. Pemetaan kebencanaan menunjukkan lokasi-lokasi rentan bencana yang harus dimitigasi atau adaptasi.
Banjir bandang kembali menerjang Bogor Barat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Meskipun kali ini tidak separah tahun 2020 yang menewaskan warga dan ratusan rumah rusak berat, warga tetap merasa terancam dan khawatir terjadi banjir susulan yang lebih besar.
Persitiwa kali ini terjadi Senin (6/9/2021) pukul 17.00, bersamaan suara gemuruh yang membuat Amar (27) bergegas membawa anak dan istrinya keluar rumah. Benar saja, tak berselang lama, debit air Sungai Cidurian deras mengalir dan menerjang rumahnya.
”Suaranya seperti banjir bandang tahun lalu. Takut campur khawatir. Ini mengingatkan peristiwa awal tahun lalu,” kata Amar, yang bersama istrinya mengemasi sejumlah pakaian dan perabot ringan. Ini kedua kali bagi mereka harus mengungsi karena banjir bandang.
Beruntung banjir kali ini tidak separah tahun lalu. Rumah aman, tapi tetap saja takut. Bisa saja besok atau lusa atau kapan hari bencana akan datang lagi. (Aji)
Banjir bandang petang itu membuat sisi rumahnya ambrol, menyisakan beberapa sentimeter dari Sungai Cidurian. Padahal, rumahnya belum setahun diperbaiki karena rusak parah saat banjir bandang tahun 2020.
”Masih belum tahu apakah akan pindah atau masih tetap tinggal di sini lagi. Tapi mau pindah ke mana, bingung. Lihat kondisi nanti seperti apa,” kata Amar.
Aji (32), warga Kalongsawah, Selasa sore, duduk terdiam cukup lama memandangi aliran Sungai Cidurian. Rumahnya memang tidak terdampak. Namun, banjir bandang mengingatkannya pada peristiwa awal 2020. Saat itu, rumahnya hancur diterjang banjir. Bagian dapur retak dan miring. Batu, pasir, hingga potongan kayu memenuhi rumahnya.
Baca juga : Empat Kecamatan Terdampak Banjir Bandang di Kabupaten Bogor
Butuh waktu lama bagi Aji untuk membersihkan sisa material itu. Bebannya teringankan setelah mendapat bantuan semen dan kayu untuk merenovasi rumahnya.
”Setiap hujan deras saya khawatir, takut ada banjir bandang lagi. Setiap lihat sungai mulai tinggi, mulai takut. Tidur tidak nyenyak. Lalu, kemarin sore apa yang saya takutkan terjadi lagi. Beruntung banjir kali ini tidak separah tahun lalu. Rumah aman, tapi tetap saja takut. Bisa saja besok atau lusa atau kapan hari bencana akan datang lagi,” katanya.
Aji hanya pasrah saja jika bencana kembali datang. Ia, keluarganya, dan warga lainnya hanya bisa mawas diri dan siaga jika terjadi bencana.
”Sekarang hidup jadi waswas terlebih jika ada hujan deras. Semoga baik-baik saja. Bantuan juga sudah datang. Mungkin jembatan saja yang perlu diperbaiki segera agar kami tidak perlu jauh muter,” lanjutnya.
Pada banjir bandang awal 2020 sembilan desa dan 9.768 jiwa terdampak banjir dan longsor. Dari sembilan desa itu, Desa Kalongsawah menjadi salah satu yang terparah. Satu orang meninggal dan sekitar 116 rumah rusak dan tersapu luapan sungai.
Sementara, banjir bandang kali ini setidaknya 88 jiwa yang terdampak. Tercatat ada 12 rumah terdampak, satu di antaranya rusak berat. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Bupati Bogor Ade Yasin saat meninjau lokasi banjir bandang di Jasinga menuturkan, walaupun hujan hanya sekitar dua jam, luapan air dari hulu sungai di Sukajaya begitu deras, yang menyebabkan sejumlah rumah dan infrastruktur rusak.
”Ini perlu diinvestigasi. Saya tugaskan BPBD untuk dilihat penyebabnya apa, karena airnya deras sekali. Karena ini intensitas hujan tidak terlalu besar, jadi apakah di atas ada yang ambruk atau seperti apa. Apabila perlu harus ke atas dengan drone melihat penyebab air tumpah ruah,” kata Ade.
Terkait penanganan ke depan atau mencegah banjir bandang terulang yang menyebabkan kerusakan atau menimbulkan korban, kata Ade, pihaknya berencana membuat bendungan. Saat ini sedang dalam proses lelang. ”Sementara dalam waktu dekat kita bantu warga dan melakukan sejumlah perbaikan,” katanya.
Dampak banjir bandang kali ini, 21 kilometer dari Jasingga ke arah Desa Adat Urug, jembatan penghubung ke Desa Nanggung terputus. Jembatan yang diresmikan Ade Yasin beberapa bulan setelah banjir bandang dan longsor 2020 itu tak bisa lagi dilalui warga. Warga Desa Nanggung harus menempuh jarak lebih jauh atau memutar ke desa terdekat, yaitu Desa Harkatjaya, yang merupakan akses jalan utama.
Kepala Adat Desa Urug Abah Ukat menuturkan, tidak ada warga atau rumah yang terdampak. Namun, peristiwa ini kembali mengingatkan manusia untuk bersahabat dengan alam.
Alam, sungai, air, gunung, kata Abah Ukat, memberikan kehidupan bagi manusia. Tidak ada bencana alam, yang ada bencana manusia. Alam memiliki sifat yang tidak bisa dilawan. ”Tapi, manusia yang merampas sifat alam justru akan mengakibatkan bencana. Bukan bencana alam, tetapi bencana manusia. Alam tidak pernah merusak alamnya sendiri, tidak merusak manusia pula,” katanya.
Data kebencanaan
Selain banjir, longsor menjadi ancaman besar bagi wilayah Kabupaten Bogor. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, tanah longsor merupakan bencana yang paling sering terjadi dalam tujuh tahun terakhir. Selain longsor, bencana yang juga banyak menimpa wilayah ini adalah angin kencang.
Sepanjang 2014-2020 terjadi 1.442 tanah longsor di Kabupaten Bogor. Longsor paling banyak terjadi tahun 2020, sebanyak 428 kali. Artinya, tahun lalu setidaknya terjadi satu kali longsor dalam satu hari di wilayah Kabupaten Bogor. Hingga awal 2021, longsor masih terus mengintai wilayah Bogor. Dari 66 kejadian bencana pada Januari 2021, sebanyak 28 di antaranya longsor.
Kondisi geografis dan topografi lahan yang labil membuat daerah Bogor memiliki tingkat rentan tinggi longsor dan pergerakan tanah. Dari sisi geografis, sebagian kawasan Kabupaten Bogor berupa dataran tinggi. Lebih dari seperempat bagian wilayah adalah perbukitan dan pegunungan. Bahkan, 8,43 persen wilayah berada pada ketinggian 1.000-2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan 0,22 persen berada di ketinggian 2.000-2.500 mdpl.
Berada di wilayah tinggi yang masuk kategori hulu membuat daerah ini rentan longsor. Terlebih, tipe batuan penyusun tanahnya didominasi hasil letusan gunung yang relatif rawan terhadap gerakan tanah apabila mendapat curahan hujan deras.
Tingkat kerawanan ini ditambah dengan karakter jenis tanah penutup yang didominasi material vulkanik lepas yang sangat peka terhadap erosi. Itulah kenapa beberapa wilayah di Bogor rawan longsor. Kerentanan ini juga terlihat dari hasil kajian Indeks Risiko Bencana 2018 BNPB. Tingkat risiko bencana tanah longsor dan banjir di Kabupaten Bogor pada tingkat risiko tinggi.
Dalam catatan BPBD Kabupaten Bogor, tingkat kerentanan longsor tinggi terdapat di bagian selatan dan bagian tengah dengan luasan 11.773,82 hektar. Daerah dengan kerentanan menengah ada di bagian selatan, barat, dan timur dengan luasan 83.675,27 hektar.
Secara spesifik, kawasan rawan longsor terletak di Kecamatan Cijeruk, Cigombong, Caringin, dan Megamendung. Wilayah lain adalah Babakan Madang, Cisarua, Cigudeg, dan Sukajaya. Melihat sebaran lokasinya, sebagian besar kawasan rawan longsor tersebut ada di wilayah Puncak Bogor, terutama Kecamatan Megamendung.
Mengacu pemetaan kerentanan bencana dan banjir bandang berulang di Jasinga, tidak bisa tidak, pemerintah daerah harus memiliki rencana pencegahan atau mitigasi bencana yang nyata. Tak ada kata terlambat untuk memulainya.