Covid-19 di Banten Membuat 2.039 Anak Kehilangan Orangtua
Mereka kehilangan ayah, ibu atau keduanya karena pandemi ini.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Setahun lebih pandemi Covid-19 membuat ribuan anak di Banten kehilangan ayah, ibu, atau keduanya. Dinas Sosial Banten mendata mereka berdasarkan nama dan alamat supaya bisa dapatkan bantuan sosial dan layanan dukungan psikososial.
Dinas Sosial Banten telah mendata 2.039 anak kehilangan orangtua karena Covid-19 hingga Selasa (7/9/2021). Dinas telah meneruskan data itu kepada Kementerian Sosial untuk tindak lanjut.
Sekretaris Dinas Sosial Banten Budi Darma Sumapradja menyebutkan, belum ada informasi lanjutan dari Kementerian Sosial tentang penyaluran bantuan sosial. Namun, sebelumnya ada pembahasan bagaimana mekanisme pendistribusian bantuan karena anak-anak yatim piatu terkendala usia untuk punya rekening bank.
”Data sudah kami teruskan ke kementerian dan masih digodok. Kalau kami masih identifikasi untuk kebutuhan layanan dukungan psikososial supaya bisa segera temui anak-anak itu,” ucapnya.
Identitas dan privasi si anak harus kita lindungi. Anak-anak ini harus kita pikirkan bersama masa depannya dengan perhatian khusus supaya tidak ada trauma
Di sisi lain sejumlah dinas di Banten juga meminta data anak-anak tersebut. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Banten, Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Banten, dan Badan Ketahanan Pangan Banten berencana untuk memberi bantuan kepada mereka.
Budi memberikan data tersebut dengan catatan adanya perlindungan data pribadi ataupun privasi anak-anak tersebut. Dengan begitu, tidak ada ekspos berlebihan yang justru menimbulkan atau menambah trauma.
”Identitas dan privasi si anak harus kita lindungi. Anak-anak ini harus kita pikirkan bersama masa depannya dengan perhatian khusus supaya tidak ada trauma,” katanya.
Anak-anak yatim piatu karena Covid-19 membutuhkan penanganan komprehensif dari pemerintah. Selain anggaran, anak-anak juga membutuhkan pendampingan sosial untuk memastikan kelanjutan pengasuhan, menyediakan dukungan, dan lainnya.
”Kalau hanya fokus ke bantuan tunai tanpa memperbaiki tata kelola pendampingan anak yatim piatu, kita akan gagal memberikan dukungan yang optimal. Sumber daya yang tersedia akan terserap untuk mendistribusikan bantuan tunai,” ujar Santi Kusumaningrum, Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia, Senin (30/8).
Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia meminta pemerintah agar memperbaiki pengumpulan data dasar, melakukan asesmen awal untuk menggali faktor-faktor kerentanan anak, apa saja kebutuhannya, termasuk layanan apa saja yang sudah bisa diakses anak, serta peningkatan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia untuk melakukan pendampingan terhadap anak.
Sebelumnya Kementerian Sosial melalui program Asistensi Rehabilitasi Sosial Anak akan menggelontorkan dana Rp 3,2 triliun untuk anak yatim piatu, termasuk karena Covid-19. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, program itu tidak hanya dukungan untuk kebutuhan fisik anak melalui bantuan tunai, tetapi juga pendampingan, seperti dukungan psikososial, keberlanjutan pengasuhan, dan pendidikan.