Polisi Mulai Periksa Terduga Perundung Pegawai KPI
Lima terlapor pelaku perundungan tidak mengakui adanya pelecehan seksual tahun 2015 yang dilaporkan MS.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lima pelaku dugaan perundungan terhadap MS, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI Pusat, telah menjalani pemanggilan pertama di kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat. Mereka tidak mengakui adanya kejadian pelecehan seksual pada 2015 yang dilaporkan MS.
Pada Senin (6/9/2021), lima terlapor itu diperiksa polisi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jakarta Pusat pada pukul 11.00-19.00 WIB. Lima orang itu adalah O, FP, RT, EO, dan CL.
Pada saat jeda pemeriksaan sore tadi, Tegar Putuhena selaku kuasa hukum RT dan EO mengatakan, polisi, antara lain, meminta keterangan kliennya perihal dugaan pelecehan seksual yang terjadi tahun 2015 dan perundungan sejak 2012.
”Sejauh ini yang kami temukan, tidak ada peristiwa pada tahun 2015. Peristiwa yang dituduhkan dan sudah viral itu tidak ada, tidak didukung oleh alat bukti apa pun. Satu-satunya sumber yang dijadikan rujukan hanya keterangan atau rilis yang telanjur tersebar di media sosial itu,” kata Tegar.
Hal senada juga diutarakan kuasa hukum terlapor O alias RM, Anton. Ia menyebut, apa yang disampaikan pelapor terkait kejadian pada 2015 dan tahun-tahun lainnya tidak dapat dibuktikan dan kliennya merasa tidak pernah melakukan.
”Kalaupun ada masalah yang dirilis itu tentang perbudakan, kemudian ceng-cengan-lah bahasa kita, itu hal yang biasa. Kalaupun yang dimaksud disuruh beli makan itu mereka sering gantian, si pelapor juga sering menitip kalau ada yang keluar beli makan,” kata dia.
Dalam rilis pers tertanggal 1 September 2021 yang viral, MS menceritakan, perundungan dan pelecehan seksual dialaminya sejak pertama kali bekerja di KPI tahun 2011 dan dilakukan tujuh rekan sekantornya.
”Mereka bersama-sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal, kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi, mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh,” katanya.
Salah satu perlakuan yang ia alami terjadi tahun 2015. Para pelaku disebut beramai-ramai menyiksa fisik, menelanjangi, bahkan mencoret buah zakarnya dengan spidol dan mendokumentasikannya dalam bentuk foto. Kejadian itu yang kemudian ia laporkan kepada Polres Metro Jakarta Pusat pada Kamis lalu.
Salah satu kuasa hukum MS, Rony E Hutahaean, di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, hari ini menyampaikan bahwa pelapor berharap para pelaku perundungan segera diproses hukum. Kliennya juga meminta keadilan karena perundungan yang terus berlalu dan tidak kunjung mendapat solusi, khususnya dari KPI tempatnya bekerja.
”Jadi, harapan terbesarnya sekali lagi kami sampaikan adalah pelaku dijerat sesuai hukum dengan seadil-adilnya,” kata Rony di sela mendampingi MS untuk menjalani pemeriksaan visum et repertum yang diminta kepolisian.
Sementara itu, untuk menyelesaikan masalah di internalnya, KPI mengagendakan meminta keterangan para pelapor dan terlapor. Ketua KPI Pusat Agung Supriyo mengatakan, MS bisa didampingi kuasa hukumnya untuk memenuhi undangan mereka.
”Kan, demi kenyamanan beliau (MS), dia mau datang sendiri terus kalau ada pilihan kuasa hukumnya enggak apa-apa (datang) gitu dibolehkan, kita serahkan yang bersangkutan,” kata Agung saat dihubungi hari ini.
Adapun terhadap terlapor, KPI sudah memanggil tujuh terduga pelaku perundungan terhadap MS, pekan lalu. Tujuh orang itu kemudian dibebastugaskan KPI untuk mempermudah proses penyelidikan kasus MS.
Setelah viralnya rilis buatan MS yang memuat identitas para terduga pelaku perundungan, warganet atau netizen beramai-ramai merundung para terduga pelaku. Tidak hanya itu, netizen juga ikut meneror keluarganya, khususnya melalui media sosial. Masalah ini menjadi perhatian berikutnya bagi terlapor dan pelapor.
Tegar bahkan ikut menjelaskan hal ini kepada polisi. Kliennya mengaku merasa terganggu akibat cercaan dari khalayak luas di media sosial, yang juga menyasar pada keluarga kliennya.
”Akibat rilis itu dan identitas pribadi klien kami ikut tersebar. Yang terjadi cyber bullying, baik kepada klien kami maupun keluarga dan anak dan itu sudah keterlaluan menurut kami. Kami berpikir dan akan menimbang secara serius untuk melakukan pelaporan balik terhadap si pelapor,” ujarnya.
Sementara itu, MS juga sampai membuat surat untuk netizen yang ikut marah atas perlakuan para pelaku. Rony pun mbenarkan kliennya membuat surat untuk netizen yang disebar kemarin. ”Korban tidak ingin anak dan istri pelaku ini ikut terseret dalam masalah perundungan dan pelecehan yang dialaminya,” tuturnya.