Perasaan Peserta Didik Campur Aduk Mengawali Sekolah Tatap Muka di Tangsel
Sebanyak 168 sekolah menengah pertama dan sederajat di Tangerang Selatan, Banten, memulai pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Sekolah menengah pertama dan sederajat di Tangerang Selatan, Banten, memulai pembelajaran tatap muka secara terbatas. Perasaan campur aduk seperti senang, grogi, dan canggung mengawali pertemuan di ruang kelas untuk pertama kalinya semenjak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air.
Siswa-siswi berseragam biru tua dan putih berbondong-bondong datang ke SMP Negeri 10 Tangsel, Senin (6/9/2021). Sebelum masuk ke area sekolah, mereka silih berganti mengukur suhu tubuh dan mencuci tangan.
Pagi itu lantunan ayat suci mengawali kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung pukul 08.00 hingga pukul 11.00. Setiap kelas dihadiri 50 persen siswa dan diisi dengan tiga mata pelajaran, masing-masing satu jam tanpa jam istirahat.
Di salah satu kelas IX berlangsung pelajaran IPA. Kelas tersebut diisi 16 siswa yang duduk dalam empat deret dengan penjarakan 1,5 meter. Santi Rahayu, guru, mengecek daftar hadir, mengingatkan protokol kesehatan, dan menanyakan kabar serta kendala selama belajar daring.
Beberapa siswa menjawab jenuh atau suntuk di rumah. Siswa lainnya malu-malu mengakui kesulitan belajar karena kurang memahami materi dan lupa menonton video ajar. Ada juga yang keasyikan dengan kegiatan lain ketimbang belajar ataupun enggan menjawab.
Dia memberikan pemahaman bahwa guru-guru juga mengalami hal serupa. Karena itu, mereka harus lebih banyak berkomunikasi untuk menemukan solusi terbaik.
”Grogi, kangen, campur aduk. Sedikit kaku untuk cairkan suasana karena terbiasa daring dari rumah. Kalau tatap muka paling lewat Google Meet, tetapi tidak intens. Kebanyakan melalui Whatsapp,” ucapnya.
Seusai mengeluarkan unek-unek, Santi meminta siswa mengeluarkan buku pelajaran. Mereka membuka halaman 26 dan 27. Setelah pemaparan dan tanya jawab, siswa diminta mengerjakan soal di halaman 28.
SMP Negeri 10 memiliki 10 rombongan belajar yang terbagi dalam 30 kelas. Setiap kelas diisi 36-38 siswa. Selama pembelajaran tatap muka secara terbatas, kelas dibagi dalam dua kelompok, A dan B.
Kelompok A belajar di sekolah setiap Senin dan Selasa. Sementara kelompok B setiap Kamis dan Jumat. Pada Rabu berlangsung pembersihan sekolah sehingga semua siswa belajar daring.
Kepala SMP Negeri 10 Joko Budi Santosa mengatakan, mata pelajaran antara kelompok A dan B berbeda setiap harinya supaya semua mata pelajaran, guru, dan siswa kebagian pembelajaran tatap muka secara terbatas.
”Itu skenario terbaik supaya jam belajar di sekolah dan rumah sama. Orangtua juga tidak menjerit mahalnya biaya kuota paket data internet,” ujarnya.
Antusias
Siswa-siswa SMP Negeri 13 Tangsel juga senang kembali ke sekolah karena bisa bertemu guru dan teman-temannya. Seusai kelas yang berlangsung pukul 07.00 hingga 09.00, mereka bercengkerama di depan sekolah sambil menanti jemputan pulang.
Pagi itu hanya 50 persen siswa kelas VIII yang masuk. Mereka semua belajar Matematika. Made Bima Aditya (13) mengatakan, rasa jenuhnya perlahan-lahan hilang setelah berinteraksi dengan guru dan teman-teman.
Sama halnya dengan Johari (14). Dia memanfaatkan hari pertama di sekolah untuk bertanya soal materi yang belum dipahami kepada guru. Sebab, selama belajar daring dia cukup kerepotan dalam belajar.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel Taryono mengemukakan, 168 SMP negeri dan swasta siap untuk pembelajaran tatap muka. Belajar-mengajar berlangsung Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat dengan kapasitas maksimal 50 persen atau 18 siswa per kelas.
”Protokol kesehatan harus ketat karena ada pengawasan. Belajarnya campuran, daring dan luring, dengan mata pelajaran yang disesuaikan,” katanya.