Polisi Tindak Pelaku Pencurian Data PeduliLindungi
Hasil pengakuan sementara pelaku sudah menjual 93 sertifikat vaksin yang terhubung dengan aplikasi PeduliLidungi
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya menindak pelaku akses ilegal pada aplikasi PeduliLindungi guna membuat sertifikat vaksin Covid-19 palsu. Pelaku yang memiliki akses ke data kependudukan bekerja sama dengan pihak lain untuk menjualnya ke publik.
Kasus kriminal khusus ini diungkapkan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran dalam konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya, di Jakarta, Jumat (3/9/2021). Pada kesempatan itu, turut hadir Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
”Pelaku yang ditangkap ini memanfaatkan situasi masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikat vaksin yang dapat digunakan untuk melakukan perjalanan dan kunjungan ke tempat-tempat yang diwajibkan menggunakan platform PeduliLindungi, yang sudah dipersyaratkan pemerintah,” tuturnya.
Hasil pengakuan sementara, dia sudah menjual 93 sertifikat vaksin yang terhubung dengan aplikasi PeduliLindungi.
Pelaku pertama yang ditangkap berinisial HH (30). Dia adalah anggota staf tata usaha Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara. HH memiliki akses yang ia manfaatkan untuk membuat sertifikat vaksinasi pada sistem Pcare yang terkoneksi pada aplikasi PeduliLindungi. Upaya itu tidak sesuai prosedur.
Pelaku berikutnya adalah FH (23) yang bertugas sebagai tenaga pemasar atau marketing. Karyawan swasta dengan pendidikan akhir sekolah menengah atas tersebut memanfaatkan media sosial Facebook. Ia juga yang berperan membuat sertifikat vaksin palsu dan menjualnya dengan harga Rp 320.000 per satu sertifikat.
”Hasil pengakuan sementara, dia sudah menjual 93 sertifikat vaksin yang terhubung dengan aplikasi PeduliLindungi,” lanjut Fadil.
Selain pelaku, polisi juga menangkap dua pemesan atau pengguna. Mereka adalah AN (21), pegawai swasta yang tinggal di Pamulang, Tangerang Selatan, dan BI (30), pegawai swasta asal Serang Baru, Kabupaten Bekasi.
Kedua orang tersebut membeli sertifikat tanpa divaksin dengan harga Rp 350.000 dan Rp 500.000. Alasan kedua orang tersebut memesan sertifikat vaksin ilegal itu adalah agar mudah melakukan perjalanan.
Perbuatan para pelaku diancam dengan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 600 juta. Hukuman ini diatur dalam Pasal 30 dan Pasal 32 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menkes Budi menyayangkan adanya kecurangan (fraud) dalam pemanfaatan aplikasi PeduliLindungi yang antara lain berguna untuk mengecek status vaksinasi atau hasil tes Covid-19. Kecurangan yang dilakukan pada aplikasi ini, menurut dia, walau hanya dimanfaatkan untuk individu, akan merugikan orang banyak.
”Kalau ini korbannya bisa kita, bisa keluarga kita, atau tetangga kita, dan satu Indonesia. Pasalnya, vaksinasi penting untuk menekan penularan virus Covid-19. Apalagi virus ini replikasinya 1 banding 8. Jadi, satu hari virus bisa menular ke delapan orang, besoknya bisa 64 orang, besoknya lagi bisa 512 orang. Cepat sekali,” jelasnya.
Budi juga menegaskan agar warga menurunkan egonya dengan mengikuti aturan pemerintah guna berdampingan dengan pandemi Covid-19. Pandemi ini, menurut banyak ahli, akan hidup bersama manusia lebih lama.
Selain mengatur penerapan protokol kesehatan, pemerintah juga mewajibkan syarat vaksin bagi warga untuk berkegiatan di enam aktivitas utama, yakni perdagangan, pendidikan, sekolah, transportasi, ibadah, dan pariwisata. Syarat ini perlu didukung sistem berbasis teknologi informasi, seperti menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
”Maka dari itu, mari kita bangun budaya lebih sehat dan benar dengan menghargai hak-hak pribadi,” ujarnya.