Polisi Gagalkan Pelajar Siap Tawuran Berkedok ”Silaturahmi” di Kota Tangerang
Polisi menangkap 70 pelajar dari berbagai sekolah yang hendak tawuran di Kota Tangerang, Banten.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Sekelompok pelajar yang terdiri atas 70 siswa bersiap tawuran di Kota Tangerang, Banten, tetapi berhasil digagalkan polisi sebelum tawuran terjadi. Mereka berasal dari beberapa sekolah.
Sebanyak 36 pelajar berasal dari tiga sekolah menengah kejuruan dan madrasah aliyah di Kota Tangerang, sedangkan 34 pelajar lainnya dari sekolah menengah kejuruan di Jakarta. ”Mereka ketemuan katanya untuk silaturahmi, tapi sebenarnya mau tawuran dengan pelajar dari sekolah menengah atas lainnya,” ujar Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota Komisaris Abdul Rachim, Selasa (31/8/2021).
Kejadian bermula Senin (30/8/2021) malam ketika patroli dari Polsek Batu Ceper membubarkan kongko-kongko pelajar di Kebon Besar. Namun, mereka tidak kembali ke rumah masing-masing, melainkan hanya meninggalkan lokasi menuju Tanah Tinggi sebelum berkumpul di Skate Park, Babakan.
Polsek Tangerang yang menerima informasi itu bergegas menyisir Jalan Daan Mogot hingga mendapati mereka di Skate Park. Dalam pemeriksaan, sejumlah pelajar kedapatan membawa celurit, bendera kelompoknya, dan cat semprot.
Remaja berinisial I, salah satu pelajar dari Jakarta, menuturkan, kelompoknya bertemu pelajar dari Kota Tangerang sepulang sekolah tatap muka. Mereka bertemu di Kalideres, Jakarta Barat, sebelum menuju ke Kota Tangerang untuk tawuran dengan pelajar dari sekolah lain.
”Kami berkumpul di Skate Park karena infonya mau tawuran. Ada yang bawa celurit dan bagi-bagi ke pelajar lain,” katanya.
Kejadian di atas bukan satu-satunya tawuran di tengah pembatasan aktivitas di ”Kota Benteng”. Sebelumnya, Polres Metro Tangerang Kota menangkap AY (23) dan MS (17) yang terlibat tawuran di Karawaci, Rabu (11/8/2021). Dalam tawuran itu, beberapa jari JA (18) dan telapak tangan kanan AA (22) putus.
Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Deonijiu de Fatima menyebutkan, polisi memeriksa 17 orang dari kelompok yang terlibat tawuran sebelum menetapkan AY dan MS sebagai tersangka. Barang bukti yang didapatkan, antara lain, celurit sepanjang 1,5 meter, 2 samurai, dan 1 tongkat pemukul golf. ”Mereka janjian untuk tawuran melalui aplikasi Instagram,” ucapnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Putu Elvina, menyebutkan, aksi kejahatan jalanan semacam itu bisa dilakukan anak-anak remaja karena mereka senang mendapat pengakuan. ”Sekalipun dibalut aksi premanisme, anak bisa merasa hebat ketika semakin sadis bertindak,” katanya.
Dia menekankan pentingnya peran orangtua, yang dinilai belum optimal dalam mengantisipasi kejahatan jalanan oleh anak. Orangtua perlu mengawasi penggunaan media sosial oleh anak yang semakin marak digunakan untuk saluran kejahatan.
”Apalagi selama pandemi ini anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan orang lain lewat media sosial. Media sosial pun jadi sarana untuk memprovokasi antargeng, kemudian tawuran,” ucapnya.
Akses internet juga dinilai ikut membuat anak-anak berani terlibat dalam aksi atau terjebak kejahatan, tanpa keterlibatan orang dewasa. Selain kejahatan jalanan, anak-anak juga semakin rentan menjadi korban kejahatan seksual, eksploitasi, dan perundungan daring.