Polda Metro Jaya Menggulung Tujuh Kelompok Pencuri Motor
Kasus yang ditemukan mengarah kepada pemesan yang berasal dari satu daerah di Jawa Barat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap sindikat pencurian kendaraan bermotor atau curanmor di wilayah hukum mereka. Sejauh ini, polisi berhasil membekuk sebanyak tujuh kelompok pencuri dan penadah hasil curian.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di Jakarta, Selasa (31/8/2021), mengatakan, sindikat ini biasa beraksi di wilayah Jakarta dan daerah penyangga lainnya. Kasus yang ditemukan mengarah pada pemesan yang berasal dari satu daerah di Jawa Barat.
”Mereka ini terbawa dalam satu kelompok dan para penadahnya ini, dari satu pesanan pelaku, di daerah Sukabumi. Ini masih kami lakukan pengejaran,” kata Yusri dalam konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya, di Jakarta.
Yusri menyebutkan, para pelaku pencurian atau ”pemetik” yang ditangkap banyak yang merupakan residivis atau rata-rata telah lama beraksi sejak sekitar tahun 2017 atau 2018. Bahkan, para pelaku yang kerap membawa senjata api ini kebanyakan berasal dari daerah yang sama, yaitu Lampung.
Adapun aksi mereka disponsori pemesan atau penadah utama kendaraan hasil curian, yang sebelumnya disebutkan. Penadah itu juga biasa mengirim orang atau joki ke Jakarta Raya untuk mengambil hasil curian para pemetik. Penadah yang saat ini sedang dikejar polisi adalah I.
”Modusnya kakek ini biasanya menyeluruh. Dia cari pemetik dari daerah Lampung, lalu dia kasih ongkos untuk ke Jakarta dan siapkan alat-alat kunci T. Dia juga mengirim anak buahnya dari Sukabumi, empat atau delapan orang untuk menjemput hasil curian,” tuturnya.
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala, berpendapat, kasus kriminalitas semacam ini menguat karena para pelaku sebagian besar berlatar belakang primordial karena mereka berasal dari kampung halaman atau latar suku yang sama.
”Aspek primordial itu menjadikan mereka yang terlibat punya hubungan kekerabatan. Ini membuat mereka lebih keras memegang rahasia, mau mengalah dalam pembagian hasil, dan mau berbagi tugas saat eksekusi,” tuturnya saat ditelepon hari ini.
Adapun kelemahan dari premordialisme itu adalah menjadi mudah diungkap jika diketahui polisi. ”Biasanya, jika satu tertangkap, kelompok lain dari primordial yang sama dapat mudah digulung,” lanjut Adrianus.
Menurut dia, primordialisme dalam kasus kejahatan dapat didorong karena faktor perekonomian di wilayah tempat mereka tinggal atau faktor penanaman nilai menyimpang dari sekelompok masyarakat. Di sisi lain, fenomena ini jangan sampai membuat masyarakat menggeneralisir kelompok warga dari daerah atau suku pelaku kejahatan.
Banyak korban
Seluruh kelompok pencurian motor yang sudah ditangkap polisi terbukti telah banyak korbannya. Salah satu kelompok yang berhasil ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, misalnya, mengakui sudah 50 kali beraksi.
Kelompok itu adalah komplotan dengan lima orang pencuri sepeda motor dengan menggunakan senjata api berinisial P, AA, N, SS, dan J. Satu di antara kelompok itu yang masih dalam pengejaran atau DPO adalah D.
”Tanggal 16-17 Juli lalu diamankan lima orang komplotan pelaku curanmor dari lima tempat dan lima laporan di Tangerang Kota, sejak bulan April 2021,” kata Yusri.
Kelima pelaku memiliki peran masing-masing. Tersangka P, misalnya, berperan sebagai orang yang memantau kondisi target di lokasi dengan membawa senjata api sebagai perbekalan. P merupakan residivis kasus serupa di Jakarta.
Setelah lokasi dinilai aman oleh P, pelaku lain, yakni AA, beraksi dengan menggunakan kunci T untuk membawa lari motor yang sudah ditarget. Motor hasil curian tersebut lalu disimpan atau disembunyikan di lokasi yang sudah disediakan tersangka N.
Setelah barang hasil curian tersebut akan dikirim ke penadah utama, kendaraan hasil curian akan dipindahkan ke tempat yang sudah disediakan tersangka SS. Tersangka itu juga berperan membersihkan motor hasil curian, serta membuat pelat nomor polisi kendaraan baru untuk menghilangkan barang bukti.
Adapun J juga menjadi penadah yang biasa menjual kembali barang curian ke DPO inisial D yang masih dalam pengejaran.
Para pelaku pencurian tersebut pun dijerat dengan Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lalu, penadah disangkakan dengan Pasal 480 KUHP dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.