DPRD Kota Bogor Anggarkan Rp 13 Miliar untuk Pemulihan Ekonomi
Setelah menyisir berbagai program ataupun rencana kerja yang masih bisa ditunda dan tidak prioritas, DPRD Kota Bogor memutuskan untuk mengeser anggaran program kerja untuk penanganan Covid-19 sekitar Rp 13 miliar.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor, Jawa Barat, akan menggeser anggaran sekitar Rp 13 miliar untuk penanganan dampak Covid-19 di triwulan akhir tahun 2021. Anggaran tersebut untuk membantu pemulihan ekonomi dan bantuan sosial kepada warga terdampak.
Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengatakan, setelah menyisir berbagai program ataupun rencana kerja DPRD yang masih bisa ditunda, tidak prioritas, ataupun bentuk penghematan, pihaknya memutuskan untuk mengeser anggaran program kerja DPRD untuk penanganan Covid-19.
”Ada minimal sekitar Rp 13 miliar anggaran program kerja DPRD siap digeser untuk anggaran bansos dan pemulihan ekonomi,” kata Atang, Selasa (31/8/2021).
Angka kemiskinan Kota Bogor mengalami peningkatan dari 5,77 persen pada 2019 menjadi 6,68 persen pada 2020 akibat pandemi Covid-19.
Pergeseran anggaran itu, kata Atang, dibahas dalam Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUPA) serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara Perubahan (PPASP) 2021 sebagai dasar penyusunan RAPBDP 2021. Program penanganan masalah kesehatan dan ekonomi menjadi perhatian utama pembahasan APBDP 2021.
”Selain masalah kesehatan, program penanggulangan masalah sosial dan pemulihan ekonomi juga harus disiapkan. Caranya bisa pergeseran anggaran di SKPD-SKPD yang ada, termasuk anggaran DPRD,” ujar Atang.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, angka kemiskinan Kota Bogor mengalami peningkatan dari 5,77 persen pada 2019 menjadi 6,68 persen pada 2020 akibat pandemi Covid-19.
Angka tersebut diperkirakan bertambah karena ada kebijakan pemberlakuan PPKM darurat dan PPKM level 4 selama Juli sampai Agustus kemarin. Atas dasar itulah, lanjut Atang, penggeseran anggaran DPRD akan difokuskan pada pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid 19.
Selama kebijakan PPKM darurat dan PPKM level 4, kondisi ekonomi Kota Bogor terus merosot, seperti menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sampai dengan Agustus ini tercatat baru terealisasi 50,47 persen.
”Arahan Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraan, salah satu upaya pemulihan ekonomi dengan menguatkan UMKM. Penguatan bisa berupa bantuan permodalan, pendampingan, penyederhanaan perizinan, digitalisasi UMKM, fasilitasi masuk ke rantai pasar global ataupun e-commerce, dan yang lebih penting lagi adalah proteksi produk UMKM atas liberalisasi perdagangan global selama ini,” katanya.
Selain permasalahan ekonomi, pandemi Covid-19 juga mengakibatkan permasalahan sosial baru, seperti bertambahnya pengangguran, janda, yatim, dan warga tidak mampu. Untuk itu harus ada intervensi program dan anggaran secara langsung bagi warga tidak mampu yang terdampak melalui bantuan sosial dan program jangka panjang lainnya, seperti dana bantuan sosial tidak terencana (BSTT) atau padat karya.
Di sisi lain, Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) Kota Bogor akan merenovasi 7.575 rumah tidak layak huni (RTLH) pada 2021. Kepala Disperumkim Kota Bogor Juniarti Estiningsih mengatakan, sumber anggaran untuk renovasi RTLH tersebut direncanakan dari APBD, Bantuan Pemerintah Provinsi (Banprov) Jawa Barat, dan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera).
Sebanyak 7.575 unit RTLH tersebut terdiri dari 1.000 Banprov Provinsi Jawa Barat, 44 unit dari Kempupera, 25 unit dari program BSPS, dan 6.506 unit dari APBD Kota Bogor.
”Kalau yang bersumber dari APBD biasanya pengajuan melalui RT, RW, dan kelurahan karena mereka yang lebih mengetahui kondisi wilayah. Kalau yang melalui tim survei, biasanya bantuan dari pemerintah pusat, seperti BSPS,” kata Esti.
RTLH yang bersumber dari APBD Kota Bogor maksimal Rp 12,5 juta untuk setiap rumah. Adapun bantuan provinsi Rp 17,5 juta per unit RTLH. Sementara bantuan dari pusat Rp 20 juta untuk setiap RTLH.