Menyambut Sekolah Tatap Muka, Efektivitas Metode Campuran Masih Dipertanyakan
Mulai Senin (30/8/2021), 610 sekolah di Jakarta mulai menggelar pembelajaran tatap muka terbatas tahap I. Sejumlah sekolah memastikan kesiapan penyelenggaraan, tetapi sebagian orangtua siswa memilih melihat situasi.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
Kompas/Hendra A Setyawan
Petugas Palang Merah Indonesia menyemprotkan disinfektan untuk persiapan pembelajaran tatap muka terbatas di SDN Tanjung Barat 9, Jakarta, Minggu (29/8/2021). Sebanyak 610 sekolah di DKI Jakarta mulai menyelenggarakan pembelajaran tatap muka terbatas campuran pada Senin (30/8/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah-sekolah menyatakan siap menggelar pembelajaran tatap muka terbatas yang akan dimulai Senin (30/8/2021). Namun, dari sisi orangtua, ada yang setuju dan ada pula yang masih melihat situasi untuk mengizinkan putra-putrinya mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah.
Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta Imam Parikesit, Minggu (29/8/2021), mengatakan, selain 610 sekolah yang akan menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas tahap pertama, ada pula sekolah swasta yang melaksanakan PTM terbatas.
”Intinya, sudah ada verifikasi dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Pastilah swasta yang diberikan kepercayaan akan mempersiapkan dengan sebaik-baiknya,” kata Imam.
Untuk PTM terbatas, tidak semua sekolah swasta ditunjuk. Hal ini karena penunjukan untuk menyelenggarakan PTM terbatas itu selektif dan melalui serangkaian proses penilaian.
Apakah guru bisa mengajar dengan baik dan konsentrasi penuh dengan dua metode pembelajaran, yaitu daring dan luring?
Sekolah swasta yang ditunjuk harus memenuhi petunjuk teknis yang diatur Dinas Pendidikan, di antaranya mengatur jarak antarsiswa 1,5 meter, jumlah siswa antarkelas dibatasi, dan menyediakan tempat mencuci tangan.
”Sebab, kami memahami itu syarat mutlak untuk tercapainya protokol kesehatan. Kita harus penuhi, jadi jangan berisiko juga,” kata Imam.
Kompas/Hendra A Setyawan
Seorang guru membuat rambu larangan menempati tempat duduk di ruang kelas untuk untuk persiapan pembelajaran tatap muka terbatas di SDN Tanjung Barat 01 Pagi, Jakarta, Minggu (29/8/2021).
Ujang Supriana, Kepala SMPN 156 Jakarta Pusat, menjelaskan, sekolahnya belum masuk dalam daftar sekolah penyelenggara PTM terbatas tahap pertama. Namun, SMPN 156 sudah melalui tahapan penilaian dan verifikasi. Kini sekolah tengah menunggu validasi dari Dinas Pendidikan.
”Kalau sudah ada validasi, biasanya akan diikuti dengan pelatihan bagi guru-guru yang akan menyelenggarakan PTM,” kata Ujang.
Menurut Ujang, sekolah yang ia pimpin siap menyelenggarakan PTM terbatas manakala lolos dari semua proses penilaian dan verifikasi. Pengaturan jadwal pembelajaran juga sudah disiapkan.
Imam melanjutkan, meski sekolah siap dan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat, biasanya tidak semua siswa akan mengikuti PTM. Itu karena siswa mesti mendapatkan izin dari orangtua.
Rohman (35), warga Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, mengatakan, ia mendukung kebijakan PTM terbatas. ”Sebab, dalam proses belajar, tatap muka lebih efektif dan anak-anak perlu berinteraksi,” katanya.
Namun, ia sebetulnya khawatir melepas putri sulungnya yang saat ini duduk di kelas II sekolah madrasah swasta di Cipayung.
”Dalam pertemuan daring guru dan orangtua siswa pada Minggu pagi tadi, saya menegaskan, prokes harus ketat diterapkan. Kemudian hari belajar juga ditentukan dan sekolah melakukan penyemprotan dengan disinfektan pada hari-hari siswa tidak belajar,” kata Rohman.
Kompas/Hendra A Setyawan
Karyawan sekolah membuat rambu untuk persiapan pembelajaran tatap muka terbatas di SDN Tanjung Barat 01 Pagi, Jakarta, Minggu (29/8/2021).
Karena sudah ada pembahasan demikian, menurut Rohman, ia bisa mengizinkan putrinya mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. ”Namun, saya tetap harus memastikan jumlah siswa dibatasi, tidak ada jabat tangan, dan pulang sekolah sepatu disemprot dengan disinfektan,” tambahnya.
Lain Rohman, lain pula Tia Tambunan. Warga Karet, Jakarta Pusat, itu mengatakan, putrinya yang saat ini duduk di kelas X SMA Sekolah Murid Merdeka jurusan IPA sudah sejak awal belajar dengan cara daring. ”Anakku sekolahnya digital, sekolah berbasis online. Jadi, hanya sebulan sekali pertemuan offline,” ujarnya.
Ia juga sudah mendengar akan ada pertemuan lagi pada 6 September mendatang. ”Aku setuju saja anakku ikut PTM terbatas. Toh, anakku sudah divaksin dan semua gurunya sudah divaksin. Tetapi, sekolah tetap harus menerapkan prokes ketat saat kegiatan belajar-mengajar,” tutur Tia.
Lies A, orangtua siswa kelas III SD Sekolah Murid Merdeka, memilih melihat situasi dan kondisi untuk mengizinkan putrinya ikut kelas tatap muka. ”Aturan yang disosialisasikan sekolah, yang mengantar siswa harus sudah vaksinasi. Saya belum bisa vaksinasi. Ayahnya sudah vaksinasi, tetapi harus bekerja,” katanya.
Itu sebabnya, menurut Lies, setelah mengikuti sosialisasi dari sekolah, untuk pembelajaran tatap muka, ia berada di posisi antara setuju dan tidak setuju. Menurut ibu dua anak itu, perlu dilihat kembali kesiapan sekolah, kondisi keluarga murid, juga jumlah kasus di daerah tersebut.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Keran air untuk mencuci tangan dalam persiapan pembelajaran tatap muka terbatas di SDN Malaka Jaya 07 Pagi, Jakarta Timur, Kamis (26/8/2021).
”Saya akan setuju jika memang kasus sudah turun signifikan. Kelas tatap muka berlangsung dua kali seminggu, maksimal dua jam, dan maksimal 10 anak. Ini berlaku hingga pandemi dinyatakan usai. Di sekolah juga berlaku aturan ketat, seperti tidak ada makan dan minum, anak sudah bisa ke toilet sendiri, dan tidak meminjam alat tulis. Dibarengi dengan kondisi keluarga yang selalu patuh pada prokes, sehat, dan menyiapkan anaknya dapat mandiri menempuh pelajaran tatap muka terbatas. Terutama anak harus sehat. Sementara saya tidak setuju jika poin-poin di atas tidak diperhatikan,” papar Lies.
Tia juga menambahkan, sebagai orangtua, ia mempertanyakan efektivitas model pembelajaran campuran. Pada saat sejumlah siswa mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah, sebagian siswa lainnya belajar dengan sistem pembelajaran jarak jauh.
”Apakah guru bisa mengajar dengan baik dan konsentrasi penuh dengan dua metode pembelajaran, yaitu daring dan luring?” ujarnya.