”Gangster” yang Nyata Mengancam Publik Ketimbang Mural
Keterbatasan ruang bermain dinilai jadi pemicu tingginya kasus kriminal jalanan di Bekasi, Jawa Barat.
Dampak pandemi tak hanya memunculkan kritik sosial yang di antaranya disalurkan sebagian orang lewat grafiti dan mural di tembok-tembok besar kota. Yang lebih nyata dan berimbas langsung kepada masyarakat, ekses pandemi juga memunculkan kerawanan sosial. Kerawanan itu salah satunya dampak aktualisasi diri para remaja yang disalurkan melalui kelompok-kelompok tertentu. Khalayak menyebutnya kelompok gangster.
Sayangnya, cara mereka salah dan mengganggu ketenangan warga. Riak keresahan masyarakat dampak pembatasan perlu disikapi cermat oleh pemerintah.
Pada Selasa (24/8/2021), Santo (40) bersama lima warga lain tengah duduk sembari mengobrol santai di salah satu gang di Jalan H Nawi, Jatimakmur, Pondok Gede, Kota Bekasi. Tepat pukul 23.00, tiba-tiba muncul sekelompok remaja tak dikenal yang berjumlah sekitar 10 orang.
Mereka datang dengan mengendarai sepeda motor dan membawa senjata tajam. Warga yang dalam kondisi tak siap lari berhamburan ketika mendapat serangan dari kelompok itu.
”Ada teman saya ditabrak dengan sepeda motor sampai jatuh. Setelah jatuh, dia dibacok pakai celurit di punggung,” kata Santo, warga setempat, saat ditemui di Jatimakmur, Jumat (27/8).
Mungkin karena kejenuhan dan kesulitan-kesulitan ekonomi yang semakin mendesak masyarakat. Namun, bagaimanapun ini menjadi tugas kami untuk meningkatkan kewaspadaan.
Dari informasi yang dihimpun polisi, kejadian penyerangan warga di Jatimakmur dilakukan oleh anak-anak di bawah umur. Aktivitas anak-anak itu tak terkontrol dan masih belum bisa disebut sebagai geng motor.
Baca Juga: Geng Motor yang Libatkan Anak di Bawah Umur Marak di Bekasi
”Kalau dikatakan geng motor, kegiatannya juga belum jelas karena masih acak. Kami masih menyelidiki kasus itu,” kata Kepala Kepolisian Sektor Pondok Gede Komisaris Puji Hardi.
Kasus penyerangan terhadap warga, baik di Kota atau Kabupaten Bekasi, mulai marak terjadi selepas peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Di Kabupaten Bekasi, Kepolisian Resor Metro Bekasi menangkap delapan anak di bawah umur yang terlibat penyerangan terhadap warga di Kedung Waringin dan Lemah Abang.
Kejadian penyerangan terhadap warga yang dilakukan anak-anak itu terjadi pada 22 Agustus 2021 malam. Kejadian itu bermula saat anak-anak berusia 16-20 tahun yang jumlahnya sekitar 20 orang saling mengajak melalui media sosial Instagram untuk berkumpul.
Mereka sepakat bertemu di Pasir Gombong, Cikarang Utara. Dari tempat itu, mereka memulai konvoi dengan sepeda motor sembari menenteng senjata tajam. Di sepanjang jalan, setiap warga yang ditemui dianiaya dan diserang.
”Mereka arak-arakan hingga ke wilayah Kedung Waringin dan Lemah Abang. Di sepanjang jalan, mereka menyerang hingga menganiaya warga yang sedang berkumpul di tepi jalan,” kata Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Komisaris Besar Hendra Gunawan, Rabu (25/8).
Baca Juga: Polisi Bekuk Kelompok Gangster dan Begal Bekasi
Polisi sejauh ini masih menyelidiki kasus itu dengan mengumpulkan barang bukti serta saksi-saksi yang melihat kejadian tersebut. Polisi juga belum bisa memastikan jumlah korban luka-luka akibat peristiwa serangan pada 22 Agustus 2021 malam.
Kasus penyerangan terhadap warga juga terjadi di Desa Segaramakmur, Kecamatan Tarumajaya, pada 18 Agustus 2021. Seorang ketua RW di desa itu jadi korban pembacokan dan menderita luka-luka setelah berusaha melerai tawuran antardua kelompok remaja di wilayahnya.
Peristiwa itu bermula saat kelompok pemuda yang menamakan diri gangster Brother Stress 2018, melalui siaran langsung di Instagram, mendapatkan tantangan dari salah satu akun Instagram lain di kolom komentar. Tantangan itu diterima anggota kelompok gangster Brother Stress 2018.
”Lalu, sekitar pukul 00.30, kelompok anak muda ini yang jumlahnya kurang lebih 20 orang menggendarai sepeda motor langsung menuju Kampung Kebon Kelapa. Di sana, terjadi keributan antara kedua kelompok pemuda tersebut,” kata Kepala Kepolisian Sektor Tarumajaya Ajun Komisaris Edy Suprayitno, Selasa (24/8).
Dampak pembatasan
Kejahatan jalanan yang kian marak di Bekasi turut jadi perhatian pemerintah daerah. Kejahatan anak di bawah umur itu disebut sebagai dampak pembatasan karena ruang gerak anak-anak terbatas.
Baca Juga: Mural Berisi Kritikan Warga di Kebon Kacang Dihapus
Maraknya kejahatan gerombolan geng motor berusia remaja di wilayah itu merupakan dampak dari kebijakan pembatasan selama masa pandemi. Pembatasan aktivitas itu membuat remaja-remaja itu mencari kegiatan di luar rumah dan luput dari pengawasan orangtua.
”Mungkin karena kejenuhan dan kesulitan-kesulitan ekonomi yang semakin mendesak masyarakat. Namun, bagaimanapun ini menjadi tugas kami untuk meningkatkan kewaspadaan,” kata Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan.
Pengamat sosial dari Institute Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Hamluddin, menilai konsekuensi dari kesulitan-kesulitan yang dialami masyarakat selama pandemi akan sejalan dengan tingkat kerawanan sosial di masyarakat. Situasi ini mengingatkan kembali situasi di 1997-1998 ketika resesi ekonomi. ”Dan, saat itu, tak memandang usia. Bisa jadi anak-anak ini meniru sikap dari orang-orang sebelumnya,” kata Hamluddin.
Kejahatan jalanan terutama dengan melibatkan anak di bawah umur dinilai akibat ruang aktualisasi diri para remaja yang kian terbatas sebagai dampak pembatasan. Saat remaja-remaja itu kehilangan ruang aktualisasi diri, mereka menunjukkan eksistensinya dengan cara yang keliru dan melanggar hak-hak sosial warga.
Sebagai remaja, ruang aktualisasi yang dibutuhkan, antara lain, tempat berkumpul, tempat olahraga, atau ruang terbuka untuk menyalurkan hobi dan bakatnya. Di lain sisi, selama masa pembatasan, anak-anak dipaksa untuk hanya berada di rumah. Situasi di rumah pun kadang kala tak mendukung dan memberi kenyamanan kepada mereka.
Baca Juga: Polemik Grafiti hingga Ruang Publik yang Terkunci
Psikolog anak, Seto Mulyadi, mengatakan, di masa pandemi Covid-19, mental anak-anak sangat terdampak. Anak cenderung menjadi mudah gelisah dan cemas, kesulitan tidur, sulit makan, mudah bosan, sering marah, dan malas belajar. Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebanyak 13 persen anak sudah mengalami depresi akibat pandemi. Kekerasan yang terjadi pada anak juga cukup tinggi, (Kompas, 23/7/2021).
Sikapi dengan cermat
Situasi kejahatan jalanan yang kini marak di Bekasi dinilai masih sebatas riak-riak kecil. Kerawanan sosial bakal terus meningkat jika kesulitan ekonomi dan sosial terus mendera warga akibat pandemi yang masih belum pasti waktu berakhirnya. ”Ini yang kita khawatirkan. Jika kesulitan makin kuat, perlawanan atau kerawanan makin muncul,” kata Hamluddin lagi.
Pemerintah diminta cermat dalam menyikapi berbagai fenomena kerawanan sosial yang terus bermunculan belakangan ini. Contohnya, mural berisi kritikan sosial yang kini jamak ditemukan di tembok-tembok kota. Mural itu merupakan cerminan kondisi hari ini yang dialami masyarakat, terutama masyarakat level menengah ke bawah.
”Keadaan ini harus dibaca dengan baik dan cermat oleh pemerintah. Pendekatan represif tentu tidak akan efektif karena masyarakat sekarang dalam kondisi susah,” kata Hamluddin.