Kota Bogor Deklarasi ”Plastic Smart Cities” Menuju Kota Hijau
Kota Bogor bergabung bersama 19 kota lainnya di Asia, seperti China, Thailand, Vietnam, dan Filipina, menjadi bagian dari ”plastic smart cities”. Kota Bogor tidak ingin deklarasi ini sekadar seremoni, perlu ada aksi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Keseriusan Kota Bogor menjadi kota hijau terus berlanjut setelah serius bergerak di bidang pengelolaan transportasi dan alun-alun Kota Bogor. Kali ini ”Kota Hujan” itu mendeklarasikan menjadi kota pertama di Indonesia sebagai plastic smart cities.
Dalam upaya mengurangi dan mengelola sampah plastik, Pemerintah Kota Bogor menandatangani perjanjian kerja sama deklarasi plastic smart cities dengan Yayasan World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia.
Program ini merupakan inisiasi WWF bekerja sama dengan kota-kota di seluruh dunia untuk menjauhkan plastik dari alam. Dengan penandatanganan ini, Kota Bogor menjadi kota pertama di Indonesia yang mendeklarasikan menerapkan plastic smart cities.
Penandatanganan dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya dan Ketua Badan Pengurus Yayasan WWF Indonesia Alexander Rusli di teras Balai Kota Bogor, Kamis (26/8/2021).
Senior Manager of WWF John Duncan, dalam sambutannya yang disampaikan secara daring, mengatakan, Kota Bogor menjadi salah satu kota di dunia yang bergabung dan bergerak untuk menjadi kota hijau. Kota Bogor bergabung bersama 19 kota lainnya di Asia, seperti China, Thailand, Vietnam, dan Filipina, menjadi bagian dari plastic smart cities.
Kota Bogor pun menjadi kota pertama di Indonesia yang secara formal berkomitmen menandatangani plastic smart cities. WWF memberikan selamat kepada Bima dan tim yang telah membantu untuk menyampaikan gerakan tidak ada plastik di alam.
Bima mengatakan, Kota Bogor siap menjadi proyek percontohan, mulai dari kesiapan lokasi hingga sumber daya, untuk mendukung dan menjadikan Kota Bogor sebagai kota hijau. Bahkan, jika diperlukan, akan dialokasikan dalam APBD untuk mendukung gerakan itu.
Bima melanjutkan, pengurangan sampah plastik yang dilakukan terinspirasi dari kota lain di Indonesia, salah satunya Kota Banjarmasin. Deklarasi plastic smart cities menjadi beban sekaligus tantangan. Bukan tanpa sebab, Bima tidak ingin deklarasi ini hanya sekadar seremoni tanpa diikuti dengan aksi dan tidak menjadi solusi.
”Pilot project pertama justru akan menginspirasi aksi-aksi yang lain,” tegas Bima.
Berdasarkan hasil dari banyak riset, kata Bima, dampak sampah plastik bagi kualitas kehidupan begitu nyata. Untuk tindak lanjut dari kerja sama penandatanganan, Bima menginginkan ada aksi secara langsung untuk berkolaborasi melakukan pengolahan yang sifatnya konkret.
Menurut Bima, deklarasi ini menjadi langkah jauh dan ajakan bersama membuat Kota Bogor kembali bersih, sejuk, mengurangi polusi udara hingga polusi plastik. Langkah itu tidak hanya sekadar mewujudkan kepedulian, tetapi perlu aksi memastikan rantai pengelolaan sampah lebih rapi dan semakin kuat dari hulu ke hilir.
”Ini adalah langkah maju untuk menguatkan rantai pengelolaan sampah dari hulu ke hilir dan momentum yang ada sangat tepat, ketika di masa pandemi, kita menjadi concern dengan public health dan kebersihan lingkungan,” kata Bima, Jumat (27/8/2021).
”Jadi, sampah plastik diambil, diolah menjadi apa, dan ini penting. Untuk itu semuanya harus berdasarkan data, pengolahannya berdasarkan data, yang dikolektif berapa, kemampuan berapa dan pengurangannya berapa. Kita berharap ini arahnya ke sana. Kita siapkan titik di Bogor, sehingga berkolaborasi dibantu WWF untuk kemudian menjadi plastic to energy. Jadi ujungnya adalah energi, mengolah masalah sampah menjadi berkah,” lanjutnya.
Bima bersyukur ada banyak sumber daya dan komunitas yang saling berkolaborasi dan mendukung upaya-upaya membuat lingkungan Kota Bogor menjadi hijau. Hal itu menjadi modal besar dan luar biasa yang harus dijaga dan diperkuat untuk terus bergerak beraksi mewujudkan kota hijau.
Bima menilai, salah satu persoalan paling besar adalah kecenderungan sejumlah pihak dalam mendefinisikan kedaruratan secara berbeda. Bagi Pemkot Bogor, melihat ada hal-hal yang jika tidak dilakukan sekarang akan memiliki dampak dahsyat dan kerugian di masa depan, itu termasuk darurat. Kedaruratan tidak bisa hanya diselesaikan untuk jangka waktu pendek, tetapi perlu keberlanjutan penyelesaian jangka panjang.
”Jika tidak melakukan apa pun untuk kota hijau, jika tidak ada aksi dan kepedulian, kedaruratan yang kita hadapi adalah ancaman perubahan iklim, polusi plastik, dan plastik itu mengancam kesehatan kita. Dalam film dokumenter ’pulau plastik’, ada temuan plastik dalam tubuh kita. Mari bangkitkan lagi we love Bogor, membangkitkan Bogor yang hijau seperti dulu, Bogor yang sejuk dan bersih,” tegas Bima.
Menurut Bima, gerakan aksi kota hijau tidak hanya berlaku di Kota Bogor, tetapi perlu upaya masif dari kota lain di Indonesia. Oleh karena itu, Bima akan menggulirkan program ini dalam forum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Penerapan plastic smart cities dalam forum Apeksi, katanya, secara tidak langsung menjadi tindak lanjut dari pertemuan yang dilaksanakan di Kebun Raya Bogor pada 2018 saat Deklarasi Bogor.
”Pada saat itu Kota Bogor menjadi motor climate action dan itu akan digulirkan kembali. Namun, semuanya akan menunggu dan direncanakan dimulai melalui forum-forum yang dilaksanakan Apeksi,” ujarnya.