Menghadirkan Masa Depan Anak-anak Keluarga Korban Covid-19
Masa depan anak-anak yang kehilangan ayah, ibu, atau keduanya karena Covid-19 bakal tergerus tanpa perhatian khusus dan perlindungan hak-hak dasar.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Ribuan anak di Tanah Air turut terdampak wabah korona sejak Maret tahun lalu. Di Jabodetabek, lebih dari 1.000 anak kehilangan ayah, ibu, atau keduanya dan harus menghadapi hari baru yang sungguh berbeda, termasuk Baim (10), bocah kelas IV sekolah dasar yang sejak November 2020 menjadi yatim piatu.
Ayah Baim, Tomi Dwi (41), meninggal karena Covid-19 pada November lalu di RSUD Kramat Jati, Jakarta Timur. Pengojek daring itu menyusul istrinya yang meninggal enam tahun lalu.
Baim, anak semata wayang itu, kini tinggal bersama kakek dan neneknya di Kramat Jati, Jakarta Timur. Di rumah itu juga tinggal empat anak dari paman dan bibinya. Mereka masih duduk di bangku sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah pertama, dan sekolah dasar.
”Baim sehat. Sekarang tinggal sama saya karena tidak ada lagi saudara yang bisa mengasuhnya,” ucap Efasari Maulina (44), bibi Baim, Senin (16/8/2021). Terkadang, jika Baim rindu, ia meminta diantar mengunjungi makam ayahnya di Pondok Ranggon atau makam ibunya di Pasar Minggu.
Efasari ibu rumah tangga, sedangkan suaminya pengojek daring dengan penghasilan tak pasti. Dari penghasilan harian itulah keluarga tersebut mencukupi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya pendidikan anak-anak.
”Anak yang SMK di sekolah swasta, jadi masih bayar uang sekolah. Kalau yang lain, termasuk Baim, gratis karena masuk sekolah negeri,” katanya.
Selama ini keluarga tersebut terbantu bantuan sosial (bansos) sembako dan bansos tunai Rp 300.000. Keduanya menjadi sumber tambahan untuk bertahan di tengah pagebluk.
Namun, keluarga itu kini harus menanggung satu anggota keluarga baru yang berstatus yatim piatu.
Situasi hampir sama dialami A (5) dan H (9), kakak beradik di Jakarta Selatan. Mereka menjadi anak yatim setelah ayah mereka, Agus (36), meninggal di rumah sakit akibat Covid-19 pada Agustus lalu.
Aisyah (34), ibu kedua anak tersebut, menjadi orangtua tunggal yang harus berjuang mencukupi kebutuhan sehari-hari, biaya kontrakan rumah, dan biaya pendidikan anak-anak. ”Pandemi ini banyak yang merasakan, bukan hanya keluarga kami. Saya mengajar mengaji dengan bayaran seikhlasnya. Kalau ada tawaran jadi pembawa acara, saya ambil. Saya juga menulis, semoga ada jalan,” katanya.
Sepeninggal suaminya, Aisyah dan anak-anak mendapatkan bantuan patungan warga setempat. Kerabat dan kenalannya pun turut memberikan bantuan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga kecil itu. Namun, belum ada bantuan dari pemerintah. Aisyah yang telah memperbarui kartu keluarga belum mendapatkan bansos sembako atau bansos tunai.
Dia sudah bertanya kepada RT/RW hingga kelurahan, tetapi belum ada titik terang. Pengurus warga memintanya bersabar tanpa ada kepastian kapan bantuan tiba. ”Sudah pasti saya mengharapkan bantuan pendidikan. Saya juga anak yatim sejak bayi sehingga merasakan sangat bermanfaatnya sekolah gratis,” ucapnya.
Kedua buah hatinya duduk di sekolah swasta. Mereka tidak masuk ke sekolah negeri karena tidak lolos kriteria penerimaan peserta didik baru.
Pendampingan
Kota Depok dan Kota Bogor di Jawa Barat mencatat ada sekitar 1.000 anak yang kehilangan ayah, ibu, atau keduanya karena Covid-19. Sementara wilayah lain dalam aglomerasi Jabodetabek masih mendata anak-anak tersebut.
Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kota Depok berencana membantu kebutuhan hak dasar dan mencari keluarga terdekat untuk mengasuh anak-anak itu. Jika tidak ada, mereka dibawa ke panti asuhan.
Saat ini, Pemkot Bogor mulai menyiapkan bantuan pendidikan, kesehatan, bimbingan konseling, dan sebagainya bagi anak-anak. Sebab, perlu gerakan sistematis untuk melindungi masa depan anak-anak.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman menyebutkan, masih mendata anak-anak korban Covid-19 bersama pihak puskesmas dan pengurus warga. Pihaknya mengupayakan mereka bisa diasuh keluarga terdekat. ”Akan dilakukan program trauma healing ketika datanya sudah rampung,” ujarnya.
Di sisi lain, pemkot setiap tahun memberikan bantuan kepada yatim piatu di 34 panti asuhan se-Tangerang Selatan. Jumlah penerimanya 1.975 anak dengan bantuan berupa makanan.
Itu juga dilakukan Pemerintah Kota Tangerang yang setiap tahun memberikan bantuan kepada anak yatim piatu di panti asuhan dan di luar panti asuhan. Setidaknya sudah berlangsung tiga penyaluran bantuan makanan kepada 551 anak di 22 panti asuhan dan 749 anak di luar panti asuhan.
Di tengan upaya menanggulangi pandemi Covid-19, pemerintah juga dihadapkan pada situasi sosial yang tidak ringan, yakni menjamin masa depan anak-anak yang kehilangan kepala keluarga. Hanya dengan program yang sistematis dan kontinu, masa depan anak-anak akan lebih terjamin.