Aparatur Sipil Negara di Jakarta Paling Banyak Melanggar Larangan Merokok
Survey YLKI menunjukkan, selama kenaikan kasus Covid-19 Juni lalu, justru banyak pelanggaran di kawasan dilarang merokok yang dilakukan aparatur sipil negara dan karyawan di gedung perkantoran Pemprov DKI Jakarta
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menemukan selama bulan Juni atau saat terjadi kenaikan kasus Covid-19, justru banyak aparatur sipil negara yang melanggar aturan kawasan dilarang merokok dan protokol kesehatan Covid-19 di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. YLKI menilai DKI Jakarta tertinggal dalam hal regulasi untuk mengatur dan memberikan sanksi atas pelanggaran kawasan dilarang merokok.
Agus Sujatno, pengurus harian YLKI, Jumat (20/8/2021), menjelaskan, hal itu didapati dari survei yang dilakukan YLKI periode 1-14 Juni 2021. Ada 500 responden dari 250 kantor di wilayah DKI Jakarta yang mengikuti survei. ”Kami menggunakan metode observasi dan wawancara,” katanya.
Dari observasi, sejumlah hal yang dicermati, di antaranya tercium bau rokok di dalam kantor atau gedung, ada penandaan yang menunjukkan kantor sebagai kawasan dilarang merokok (KDM), ada orang merokok di dalam kantor/gedung, ada akses pengaduan seperti nomor Whatsapp (WA) atau hotline, hingga ada tempat khusus untuk merokok dalam gedung.
Mungkin karena pandemi ini kurang terkontrol, ada saja yang merokok.
Selain itu, juga ada asbak di meja kantor, ditemukan puntung rokok di dalam area gedung, dan ada petugas khusus kepatuhan kantor sebagai KDM.
Dari survei, didapati pelaku pelanggaran terbesar adalah aparatur sipil negara (ASN) atau karyawan kantor pemerintahan dengan persentase sebesar 47 persen. Mereka kedapatan merokok di dalam ruangan. Kemudian pelanggar ketiga adalah tamu 29 persen, dan ketiga adalah petugas, 24 persen.
”Ini kan ironis, di saat ASN harusnya jadi panutan malah kita temukan banyak melakukan pelanggaran,” kata Agus.
Kemudian dari survei tentang penerapan protokol kesehatan di gedung kantor pemerintah, pelanggaran yang banyak ditemukan adalah ditemukan pengunjung atau pegawai yang menggunakan masker dengan tidak benar sebesar 43 persen dan ditemukan pengunjung atau pegawai tidak menggunakan masker sebesar 28 persen, hingga adanya kerumunan.
Adapun untuk prokes pencegahan Covid-19, YLKI menemukan penyediaan tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir; sarana cek suhu tubuh; hingga informasi bahaya Covid-19.
”Meski begitu, ASN cukup tinggi melanggar itu yang jadi ironi. Ketika mereka justru jadi panutan, kita melihat pelanggaran dilakaukan ASN dan petugas. ini jadi contoh yang kurang baik. Mereka paling tidak patuh, saat Juni masih zona merah harusnya nol pelanggaran, kita malah menemukan pelanggaran-pelanggaran,” kata Agus.
Menurut Agus, dengan seseorang melanggar KDM, maka dia melakukan dua pelanggaran. Apabila merokok di dalam kantor, pertama dia melanggar KDM karena di dalam kantor tidak boleh merokok. Kedua, ketika merokok dia akan melepas masker sehingga potensi penyebaran droplet menjadi terbuka ketika dua buka masker untuk merokok apalagi kalau kemudian berkerumun.
”Jadi, ketika orang merokok di dalam gedung, dia melanggar KDM dan prokes,” ujarnya.
Di sisi lain, YLKI menilai DKI Jakarta ini tertinggal dari kota-kota lain di Indonesia, bahkan dari kota-kota di sekitar Jakarta. Kota-kota tersebut sudah memiliki peraturan daerah (perda) tentang kawasan tanpa rokok (KTR) yang di dalamnya juga mengatur sanksi dan denda.
”Kota seperti Bogor, Bekasi, dan Kota Tangerang sudah memiliki perda tentang KTR. Jakarta, aturan kawasan dilarang merokok, nyempil di perda tentang pencemaran lingkungan,” kata Agus.
Aturan dilarang merokok itu tepatnya di salah satu pasal dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 kemudian di turunannya di Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 juncto Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM).
Untuk itu, YLKI mendorong Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta segera membahas penyusunan perda tentang KTR supaya segera memiliki landasan kuat mengatur larangan merokok itu.
Kepala Biro Kesejahteraan Sosial Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Zainal di sela-sela rapat kerja dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI membenarkan adanya survei YLKI tersebut. Selama pandemi, kata Zainal, Biro Kesos turun mengawasi bersama Satpol PP.
”Tetapi memang ada juga pelanggaran. Mungkin karena pandemi ini kurang terkontrol, ada saja yang merokok,” kata Zainal.
Supaya lebih kuat mengatur, Zainal menyatakan setuju apabila aturan kawasan dilarang merokok dibuat perda. ”Saat ini rancangan sudah masuk ke DPRD, sudah masuk ke legislatif, tinggal pembahasan,” katanya.
Dengan memiliki perda tentang KDM, Zainal menjelaskan, DKI Jakarta akan memiliki dasar regulasi manakala hendak memberikan sanksi atau denda. Saat ini sanksi masih berupa teguran atau peringatan. ”Kalau ada perda lebih kuat (sanksinya),” katanya.