Ratusan Kilogram Sabu Jaringan Thailand dan Aceh Diungkap
Sebanyak 324,3 kilogram sabu diamankan dalam operasi penegakan hukum, termasuk di jalur laut yang kini mendominasi modus penyelundupan.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional atau BNN menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu oleh jaringan sindikat narkoba Thailand dan Aceh. Sebanyak 324,3 kilogram sabu disita, termasuk di jalur laut yang kini mendominasi modus penyelundupan.
Tonton Juga: Indonesia Surga Penyelundup Narkoba
Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose, dalam konferensi pers di Kantor BNN, Jakarta Timur, Kamis (19/8/2021), mengungkapkan, penggagalan penyelundupan itu dilakukan 12-13 Agustus di dua lokasi di Aceh. ”Dari hasil penyelidikan, diduga sabu itu berasal dari wilayah Golden Triangle. Pengungkapan yang dilakukan BNN ini didukung oleh aparat kementerian terkait, termasuk Bea Cukai,” tuturnya.
Wilayah yang disebut sebagai Golden Triangle atau Segitiga Emas adalah negara-negara penghasil opium dan sabu terbesar di Asia Tenggara, yakni Thailand, Laos, dan Myanmar.
Sabu yang disalurkan sindikat dari Thailand itu terungkap setelah BNN menyelidiki pria warga Aceh berinisial Sy (36). la ditangkap di bengkel kapal di Desa Kampung Jalang, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, seusai menjemput sabu di laut, Kamis (12/8/2021). Dari tersangka, petugas menyita barang bukti 100 bungkus teh China warna hijau dalam 4 karung dengan berat total 105,5 kilogram (kg).
Baca Juga: Nelayan Langsa Simpan Sabu di Rumah
Pengakuan tersangka, ia diperintah JP alias JY untuk bertemu di tengah laut mengambil sabu. Sabu yang diambil dibawa ke gudang untuk dibongkar muat oleh R dan F. Saat ini, R, F, dan JP masih dalam pencarian.
Kedua, kasus jaringan Aceh dengan bukti 218,8 kg sabu terungkap dari Operasi Laut Interdiksi Terpadu. Tokoh jaringan sindikat narkoba berinisial T alias CM terungkap, setelah petugas membekuk Ay alias R dan B alias Y yang diduga sebagai penjaga gudang berisi 198 bungkus sabu dengan total berat 218,8 kg.
Keduanya dibekuk di kawasan Pulau Beureh, Banda Aceh, seusai mengambil sabu di kawasan wisata kuliner, Jumat (13/8). Dari penangkapan ini, petugas menangkap T di Jalan Raya Medan-Banda Aceh, yang diduga pengendali penyelundupan dan peredaran narkotika ini.
Baca Juga: Penyelundupan Sabu Marak, Kapolda Aceh Akan Buru Semua Mafia
Keesokan paginya, Sabtu (14/8), petugas menangkap tersangka lain, yaitu Es alias E dan AN alias WY di tempat terpisah. Semua tersangka yang kini ditahan dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2), Pasal 132 Ayat (1), dan Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Bahaduri Wijayanta mengatakan, sinergi Bea Cukai dan BNN akan terus dilakukan, termasuk dalam mengembangkan berbagai metode pelacakan.
”Kami juga mengembangkan sinergi terkait dengan metode pelacakan, serta berbagi informasi dan data berbasis teknologi dan informasi. Kemudian, kami mendukung terciptanya integrasi data pada kementerian dan lembaga sebagai sistem peringatan dini adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang Narkotika,” katanya.
Baca Juga: Jejaring Internasional Kembali Gunakan Jalur Laut untuk Selundupkan Narkotika
Bea Cukai mencatat, sepanjang tahun 2021, sudah ada 212 kasus yang ditindak Bea Cukai bersama BNN dengan total barang sitaan 854,4 kg. Jumlah kasus tersebut dilaporkan lebih tinggi dari 2020 yang hanya menindak 192 kasus.
Jalur laut
Menurut Petrus Golose, selama pandemi, 80 persen penyelundupan narkoba, khususnya sabu, masuk melalui jalur laut atau perairan. Hal ini karena modus kiriman paket melalui jalur udara atau darat banyak terkendala pembatasan mobilitas.
BNN siap melaksanakan instruksi Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020. Inpres itu mengamanatkan BNN melaksanakan Rencana Aksi Nasional P4GN periode tahun 2020-2024. Inpres membagi rencana aksi ke dalam dua klasifikasi, yaitu aksi generik dan aksi khusus. Bukan hanya penindakan, melainkan juga pencegahan sampai rehabilitasi.
Pengamat hukum sekaligus Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana berpendapat, ancaman dari laut yang besar karena luasnya wilayah juga membutuhkan kolaborasi kuat antaraparat penegak hukum. Aparat hukum yang dimaksud mulai dari Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI Angkatan Laut, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan.
”Bakamla bisa mengambil alih untuk memimpin. Akan tetapi, jangan sampai ada ego sektoral di antara lembaga tersebut sehingga pengamanan laut tidak efektif,” ujarnya.
Kolaborasi itu juga perlu segera mendapat dukungan dari kebijakan hukum yang mengikat, seperti hukum omnibus Undang-Undang Keamanan Laut. Pada triwulan pertama ini, Presiden Joko Widodo sudah menyetujui Rencana Peraturan Pemerintah Omnibus Law Keamanan Laut.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Ungkap Perdagangan 1.129 Kg Sabu Asal Timur Tengah
Selain itu, kebijakan anggaran memperkuat alutsista pengamanan laut juga perlu didukung. Senada dengan itu, anggota Komisi II DPR RI sekaligus politisi asal Aceh, M Nasir Djamil, yang dihubungi terpisah, mengatakan, terbatasnya sarana dan prasarana, seperti kapal patroli yang berbobot besar juga menjadi faktor.