Meski kasus positif Covid-19 makin berkurang, Ketua DPRD DKI Jakarta mengingatkan Pemprov DKI agar tetap waspada karena virus korona jenis baru masih mengintai.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam sepekan terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menyuarakan pencapaian kondisi yang makin baik terkait Covid-19 sesuai parameter pengendalian pandemi. Namun, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengingatkan Pemprov DKI Jakarta dan semua pihak untuk tetap mewaspadai ancaman penularan Covid-19 di Ibu Kota.
”Risiko penularan menjadi rentan mengingat Jakarta menjadi lokasi transit pekerja dari daerah penyangga,” kata Prasetio, Rabu (18/8/2021).
Ia mengimbau Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta kepala daerah penyangga bersinergi membentuk kebijakan khusus untuk mengatur pergerakan warga untuk keluar masuk Jakarta. Ia juga menilai, syarat vaksinasi penting dan perlu pengawasan ketat.
Sebab, kita tetap tidak bisa mengandalkan kesuksesan vaksinasi dosis pertama di Jakarta.
”Syarat sertifikat vaksin itu menjadi penting dan pengawasannya itu harus benar-benar diperketat di transportasi menuju Jakarta. Di sini harus ada sinergi dari masing-masing kepala daerah supaya aturan di lapangan jelas dan petugas juga harus tegas. Tidak ada pengecualian,” katanya.
Selain itu, risiko kasus penularan aktif Covid-19 melonjak kembali tak lepas dari kepadatan penduduk di Jakarta. Apalagi, sebagian warga Jakarta masuk dalam kategori minim kesadaran akan kepatuhan menjaga jarak.
”Karena itu, ketegasan petugas menjadi vital di sini. Petugas harus memastikan semua orang yang masuk Jakarta telah divaksin. Begitu pun pengawasan pada setiap aktivitas agar sesuai pada protokol kesehatan,” ujarnya.
Prasetio, politikus PDI-P itu, juga menekankan agar penerapan 3T (testing, tracing, dan treatment) tetap digalakkan Satgas Covid-19 DKI Jakarta. Upaya tersebut, menurut dia, menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pengendalian pandemi di Ibu Kota.
”Sebab, kita tetap tidak bisa mengandalkan kesuksesan vaksinasi dosis pertama di Jakarta. Selama penerapan 3T dan protokol kesehatan di lapangan masih minim, Jakarta masih akan rentan, apalagi dengan mutasi varian-varian baru,” kata Prasetio.
Sebelumnya, pada Sabtu (14/8/2021), melalui media sosial Pemprov DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, situasi pandemi di Jakarta mulai menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Situasi ini berdasarkan penurunan kasus aktif di Jakarta.
Tercatat, selama dua bulan terakhir, kasus aktif di Jakarta naik secara eksponensial hingga mencapai puncaknya pada 16 Juli 2021, yaitu 113.137 kasus aktif. Namun, dalam waktu kurang dari satu bulan, kasus aktif Jakarta kini turun menjadi 9.881 kasus.
Dalam paparan tersebut, Anies juga menyebutkan bahwa puncak penambahan kasus baru harian terjadi pada 12 Juli 2021 dengan angka 14.000 lebih kasus. Sebulan kemudian, penambahan kasus baru harian turun hinga 1/14-nya.
Pengawasan pelaksanaan PPKM level 4 secara ketat oleh seluruh jajaran, yaitu mulai dari forkopimda (forum koordinasi pemimpin daerah), hingga aparat wilayah, dipadukan dengan kecepatan melacak warga yang terinfeksi agar cepat diisolasi, mampu menurunkan laju kasus baru harian secara tajam dan memengaruhi laju penularan.
Berdasarkan data dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia terkait nilai effective reproduction number (Rt), perhitungan terakhir menunjukkan nilai Rt Jakarta tepat di angka 1,0. Artinya, dalam indikator ini, pandemi dapat dikatakan melandai. Namun, Anies mengingatkan warga untuk tetap menaati protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas.
”Artinya, pandemi melandai, tapi belum benar-benar terus berkurang ke depannya. Masih ada risiko putar balik atau naik lagi apabila mobilitas penduduk Jakarta tiba-tiba kembali tinggi. Ini tentu harus kita jaga. Momentum penurunan nilai Rt harus terus dilanjutkan,” kata Anies.
Penurunan kasus baru, kasus aktif, dan laju penularan ini memberikan dampak signifikan pada beban fasilitas kesehatan yang berkurang. Tampak bahwa per 15 Agustus 2021, keterisian tempat tidur isolasi di rumah sakit adalah 27 persen dan keterisian ICU 51 persen.
Saat gelombang kedua mencapai puncaknya, kapasitas fasilitas kesehatan untuk perawatan Covid-19 di Jakarta telah didorong agar naik karena kapasitas fasilitas kesehatan berkejaran dengan jumlah pasien. ”Inilah pentingnya menahan kasus baru dan kasus aktif. Karena kapasitas fasilitas kesehatan di DKI bukannya tidak terbatas, tapi jelas ada batasnya,” kata Anies.