Sekitar 1.000 Anak di Depok dan Kota Bogor Kehilangan Orangtua karena Covid-19
Masalah anak yang ditinggal orangtua akibat pandemi itu nyata. Isu sosial, ekonomi, hingga psikologi menyertainya. Di Kota Depok dan Kota Bogor saja, sedikitnya 1.000 anak kini tak lagi memiliki ayah, ibu, atau keduanya.
Di Kota Depok dan Kota Bogor, Jawa Barat, tercatat sementara ada sekitar 1.000 anak yang kehilangan ayah, ibu, atau keduanya karena Covid-19. Anak-anak yang kehilangan orangtuanya itu perlu perhatian khusus dan perlindungan hak-hak dasar oleh pemerintah.
Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok Nessi Handari mengatakan, berdasarkan data sementara ada sekitar 700 anak-anak di Kota Depok yang kehilangan orangtua atau ayah dan ibu meninggal karena Covid-19. Saat ini pihaknya masih terus mendata kasus meninggal yang berdampak langsung kepada anak-anak.
Salah satu yang menjadi perhatian DPAPMK, yaitu kasus GU (5), RG (1,5), dan HR (1 bulan) yang kehilangan ibunya pada awal Juli lalu meninggal setelah berjuang dan menjalani perawatan sekitar satu bulan di rumah sakit. Mereka terpaksa dipisah dan diasuh oleh keluarga inti karena ayah dan anak pertama juga terkonfirmasi positif.
”Mereka salah satu yang harus mendapat perhatian. Masih ada sekitar 700 anak-anak seperti mereka. Kebutuhan dan hak dasar mereka harus harus terpenuhi. Kami sudah datang berkunjung ke rumah keluarga 3 kakak-adik itu. Memang harus dipisah sementara karena ayah dan anak pertama positif. Jika kondisi sudah sehat mereka akan berkumpul lagi. Namun, untuk kebutuhan dasar tentu harus diperhatikan dan mendapat bantuan,” kata Nessi, Rabu (11/8/2021) malam.
Mereka tidak kita sebut dengan anak yatim atau anak piatu, tetapi anak pejuang.
Nessi menjelaskan, kriteria anak-anak yang harus menjadi perhatian, yaitu usia 0-18 tahun. Namun, kriteria itu tidak kaku. Pada kasus lainnya di Kota Depok, ada dua anak yang saat ini duduk di bangku kuliah usia 18 tahun ke atas dan adiknya masih SD. Dua kakak-adik itu sudah tidak ada orangtua lagi karena meninggal. Sehingga perlu bantuan dan perlindungan meski sudah di atas 18 tahun.
Dalam kasus itu, kata Nessi, selain membantu untuk memenuhi kebutuhan hak dasar, pihaknya akan mencari keluarga terdekat untuk mengasuh anak-anak itu. Jika tidak ada mereka akan dibawa ke panti asuhan.
”Pak Wali Kota dan pak wakil menyadari bahwa perlu ada perhatian dan pendampingan dari pemerintah. Kami juga sudah siapkan tim psikolog untuk itu. Ini kewajiban kita supaya bisa memenuhi kebutuhan hak dasar mereka seperti pendidikan dan kesehatan. Jangan sampai mereka sudah kehilangan orangtua, lalu kehilangan hak-hak dasarnya. Jangan sampai tidak terdata dan mereka tidak tahu harus seperti apa dan bagaimana,” lanjutnya.
Selain pendataan, kata Nessi, pihaknya juga harus memetakan data yang sudah diperoleh. Pemetaan itu untuk melihat kebutuhan anak-anak. Seperti contoh anak yang kehilangan ibu, tetapi masih ada ayah dan masih kerja serta mampu untuk memenuhi kebutuhan harian. Kebutuhan anak itu tergantung dari kondisi keluarga, tetapi tetap tidak menghilangkan hak-hak dasar anak-anak. Pemetaan ini agar kebutuhan setiap anak-anak tepat sasaran.
Dalam pemenuhan hak dasar anak-anak, DPAPMK tidak bekerja sendiri, tetapi ada dinas pendidikan, dinas sosial, dinas dukcapil, dan dinas terkaitnya yang membantu.
”Untuk pendidikan dari program Pemkot Depok kan gratis dari SD-SMP. Kartu identitas anak (KIA) kita penuhi dari dukcapil, hingga hak sipil administrasi kependudukan ataupun hak kesehatan. Kita penuhi hak dasarnya,” tuturnya.
”Mereka tidak kita sebut dengan anak yatim atau anak piatu, tetapi anak pejuang,” lanjutnya.
Baca Juga: Menjadi Rumah bagi Anak-anak Yatim Korban Pandemi
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya, saat rapat virtual bersama kepala daerah seluruh Indonesia, mengatakan, pemerintah kota harus memberikan perhatian kepada hal-hal yang luput dari perhatian selama penanganan Covid-19. Salah satunya adalah banyak anak terdampak pandemi Covid-19 secara psikologis keluarga dan sosial.
”Kita ingin seluruh kota memberikan perhatian kepada anak, aspek psikologis harus diperhatikan. Ada keluarga yang ditinggalkan, anak-anak yang kehilangan bapaknya, tulang punggung keluarganya, bahkan ada anak-anak yang kehilangan bapak ibunya. Kita data dan bantu mereka. Mereka masa depan bangsa,” kata Bima Selasa (10/8/2021).
Bima menilai kondisi psikologis keluarga, khususnya anak-anak tersebut, luput dari perhatian. Berdasarkan data yang terus dihimpun, di Kota Bogor ada sekitar 300 anak yatim dan piatu terguncang, bukan saja secara ekonomi, melainkan juga psikis dan sosial.
Sejumlah anak-anak itu merasakan beban hidup berat karena orangtua yang meninggal karena Covid-19 dan orangtua semakin berat beban pekerjaan karena dampak Covid-19. Selain bantuan sembako dan uang tunai, perlu ada bantuan langsung dan perhatian kepada anak-anak tersebut.
”Pemkot Bogor saat ini tengah mendata anak yang terdampak Covid-19 akibat ditinggal meninggal orangtuanya. Perhatian dalam bentuk bantuan sembako dinilai tidaklah cukup karena ada persoalan pendidikan, kesehatan, konseling bimbingan dan sebagainya. Perlu gerakan yang sistematis melindungi anak-anak,” kata Bima.
Salah satunya program yang saat ini sudah jalan, kata Bima, ASN diajak berkontribusi untuk menyisihkan penghasilannya dalam membantu warga yang membutuhkan, seperti UMKM, warung, para duafa dan sebagian disisihkan bagi anak-anak yatim piatu. Selain perhatian kepada anak-anak yang terdampak pandemi Covid-19, Bima mengajak untuk mengantisipasi potensi gejolak di bawah akibat dampak secara ekonomi.
”Harus hati-hati, kita sangat fokus membangun harmoni di bawah, jangan fokus di protokol kesehatan saja, tapi pada aspek sosial ekonomi tidak diantisipasi. Ini harus menjadi atensi kita bersama,” kata Bima.
Bima menceritakan, saat ia blusukan ke sejumlah wilayah untuk memberikan bantuan paket kebutuhan pokok dan vitamin, seperti di Kampung Awan, Kelurahan Genteng, ia menemui kakak-adik yang terdampak secara ekonomi dan psikologis karena ibunya meninggal. Saat ini mereka tinggal dengan ayahnya yang berprofesi sebagai sopir angkot dan kerap bekerja melebihi 10 jam agar bisa memenuhi kebutuhan harian.
Di tempat lainnya, di wilayah Kelurahan Cibogor, Kecamatan Bogor Tengah, Bima menemui Zulfa, Zulfan, dan Zahira. Tiga kakak adit itu telah kehilangan ibunda tercinta yang meninggal pada Minggu (18/7/2021). Sementara ayahnya sudah 7 tahun berpisah dengan ibunya. Tiga kakak adik itu saat ini hidup sebatang kara dan harus tetap bertahan memenuhi kebutuhan harian.
Sekretaris Kecamatan Bogor Tengah Dicky Iman Nugraha mengatakan, dari instruksi Wali Kota Bogor Bima Arya, selain mendata anak-anak yang terdampak, pihaknya akan memberikan perhatian kepada anak-anak yatim piatu. Selain pemenuhan kebutuhan sembako, pemerintah akan memberikan perhatian pendidikan. Bantuan sementara yang diberikan adalah bantuan pulsa untuk pembelajaran jarak jauh dari Dinas Pendidikan Kota Bogor.
”Ini menjadi tanggung jawab bersama. Selain bantuan pemerintah, kami pantau dan beri perhatian langsung ke anak-anak itu. Karena hidup sebatang kara, tiga kakak adik itu kita penuhi kebutuhannya. Para tetangga juga baik memberikan perhatian. Lingkungan sekitar harus terus menjaga dan membantu,” kata Dicky.
Komisaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan, pihak sudah menyampai sejumlah temuan dan usulan kepada Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan kementerian terkait lainnya agar segera memberikan perhatian khusus kepada anak-anak di Indonesia yang kehilangan orangtua. Salah satu usulan yang harus segera diperbaiki yaitu terkait data-data kasus Covid-19 yang bersinggungan dengan anak-anak.
”Data kematian dari setiap satgas daerah ini sangat penting untuk pemetaan anak-anak yang terdampak. Data kematian masih delay dan perlu konfirmasi akurat, apakah meninggal karena covid atau bukan. Ketika orangtua meninggal siapa yang mengambil peran penting hak mengasuh. Data ini belum bunyi. Seharusnya data kematian juga dimasukin data anak-anak yang terdampak. Ini butuh penelusuran lebih jauh dan perlu ada verifikasi data,” kata Jasra.
Baca Juga: Mendampingi Jiwa Anak Melewati Tekanan Pandemi
Hal penting lainnya, lanjut Jasra, respons untuk segera mengeluarkan regulasi yang berpihak terhadap perlindungan dan pemenuhan hak dasar anak-anak. Hal ini nilai penting karena banyak dari anak-anak yang orangtuanya meninggal masuk dalam golongan kelas menengah atau orangtua tunggal yang terdampak secara ekonomi sehingga beban pemenuhan kehidupan dirasa berat. Banyak dari orangtua yang terdampak dan tidak bisa bekerja karena pandemi. Kehidupan pemenuhan kebutuhan harian tidak mungkin berhenti. Para orangtua itu juga perlu mendapat perhatian khsusus dan bantuan
”Ada tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pengasuhuan anak. Di situ diatur anak-anak bersama keluarga, bisa diasuh keluarga sedarah. Ini perlu penguatan asesmen oleh kementerian dan dinas sosial dan dinas terkait lainnya. Di luar adalah wajib bagi kita dan negara untuk memberikan perlindungan penuh kepada anak-anak dalam hal ini karena pandemi Covid-19.