Satu keluarga di Cilegon, Banten berbagi tugas mengedarkan sabu di wilayah tersebut. Mereka bertransaksi melalui rekening siluman untuk mengelabui aparat.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHAN DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Satu keluarga terdiri atas lima orang menjadi pengedar sabu di Cilegon, Banten. Mereka berbagi tugas untuk memecah sabu ke dalam paket-paket siap pakai, mengantar ke lokasi tertentu, dan bertransaksi melalui rekening siluman.
Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Cilegon mengungkap peredaran sabu itu pada Minggu (8/8/2021). Pengungkapan bermula dari penangkapan di Jalan Bojonegoro dengan barang bukti 0,4 gram sabu.
Dalam penelusuran, penyidik menangkap DSH (41), H (27), DW (40), S (28), dan J (28) di lokasi berbeda. Dari kelimanya didapati 105 gram sabu, 4 unit gawai, timbangan digital, dan klip plastik.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Banten Ajun Komisaris Besar Shinto Silitonga menyebutkan, DSH merupakan otak dari peredaran sabu yang melibatkan keluarganya. Mereka berbagi tugas memecah sabu menjadi paket kecil dan mengantar atau meletakkan ke tempat yang telah disepakati.
”Ini unik karena melibatkan keluarga. Suami mengajak istrinya dan adik-adiknya untuk turut serta mengedarkan sabu. Mereka menjadi bandar, pemecah paket sabu, sekaligus pengedar atau kurir,” katanya pada Rabu (11/8/2021).
Para pelaku memanfaatkan teknologi komunikasi untuk menjual sabu. Setelah ada kesepakatan, sabu akan diantar ke titik tertentu dan transaksinya menggunakan rekening siluman.
Shinto mengatakan, rekening yang digunakan oleh tersangka bukan miliknya, tetapi atas nama orang lain. Karena itu penyidik masih menelusuri bagaimana tersangka bisa mendapatkan rekening tersebut dan menggunakannya.
”Belum diketahui siapa sebenarnya pemilik rekening itu. Masih ditelusuri oleh penyidik,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka mendekam dalam tahanan polisi. Mereka disangkakan minimal 5 tahun atau penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar hingga 10 miliar.
Polda Banten dan polres jajaran terus melakukan upaya preventif dengan komunikasi yang intensif kepada warga untuk mengantisipasi peningkatan penyalahgunaan narkoba. Polisi juga konsisten menindak pelaku agar ada efek jera.
”Jangan ragu berikan informasi kepada polisi jika tahu ada penyalahgunaan narkoba,” ujarnya.
Pencegahan
Dalam kondisi yang serba sulit dan adanya pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, tingkat penyalahgunaan narkoba di tengah masyarakat bisa jadi menurun. Namun, tak menutup kemungkinan yang terjadi sebaliknya, yakni tingkat penyalahgunaan justru meningkat. Peranan keluarga harus diperkuat untuk pencegahan (Kompas, 7/10/2020).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Siti Khalimah mengatakan, pandemi Covid-19 mendorong banyak perubahan dari sisi ekonomi, psikologi, dan sosial. Kondisi itu bisa berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif berbahaya lainnya (napza).
Masa pandemi di satu sisi bisa membuat penyalahgunaan narkoba berkurang karena orang-orang tak bisa berinteraksi secara langsung. Di sisi lain, tekanan psikologis karena dampak pandemi bisa membuat orang mencari pelampiasan dengan menggunakan narkoba. Dengan adanya dua kemungkinan itu, setiap keluarga harus menjaga agar tak ada anggotanya yang terpapar narkoba.
”Setiap keluarga, terlebih orangtua, harus menjaga anak-anaknya agar tidak coba-coba memakai narkoba. Di samping mengawasi penggunaan gawai pada anak, orangtua hendaknya membangun interaksi yang positif dengan anak,” katanya.