Polemik Rencana Pengelolaan Sampah Antara di Taman Tebet
Walhi Jakarta menolak pembangunan FPSA di Taman Tebet karena berpotensi menambah beban polusi udara Jakarta. DKI berpendapat pengelolaan sampah antara ini akan mengurangi volume sampah yang dibuang ke Bantar Gebang.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
Di luar urusan penanggulangan pandemi Covid-19, ada isu lain yang cukup hangat di Jakarta. Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Jakarta menolak rencana Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membangun fasilitas pengelolaan sampah antara di Taman Tebet, Jakarta Selatan. Penolakan disampaikan karena fasilitas tersebut menggunakan teknologi insinerator yang membakar sampah sehingga dikhawatirkan menambah pencemaran udara.
Tubagus Soleh Ahmadi, Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, melalui keterangan tertulis, Minggu (8/8/2021) kemarin, menjelaskan, rencana pendirian fasilitas pengeloaan sampah antara (FPSA) diketahui dari pelaksanaan konsultasi publik soal rencana pembangunan FPSA di Kelurahan Tebet Barat, Kamis (5/8/2021). Konsultasi publik tersebut, berdasarkan informasi, merupakan tindak lanjut dari permohonan PT Envitek Indonesia Jaya terkait jadwal konsultasi publik rencana FPSA oleh PUD Sarana Jaya sebagai pemrakarsa.
FPSA yang akan dibangun di Taman Tebet menggunakan teknologi insinerator hydrodrive dengan kapasitas 120 ton/hari di atas lahan seluas 13.000 meter persegi. Sederhananya, teknologi itu memungkinkan adanya pembakaran sampah.
Tempat pengelolaan sampah yang akan dibangun di dalam area publik tersebut akan menggunakan teknologi mutakhir. Ini menggunakan teknologi yang baik, cuma dalam skala yang kecil. (Ahmad Riza Patria)
"Walhi Jakarta secara tegas menolak rencana ini dengan beberapa alasan,” kata Tubagus.
Menurut Tubagus, proyek pengelolaan sampah dengan cara membakar sampah (insinerator) tersebut tidak ada dalam kebijakan dan strategi daerah dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga. Kedua, proyek yang berpotensi menambah beban pencemaran udara berada di area publik (taman) dan berdekatan langsung dengan permukiman.
”Bisa dibayangkan area yang biasa di jadikan area publik seperti rekreasi, berolahraga, dan lain sebagainya akan terpapar dampak buruk insinerator. Dengan demikian FPSA dengan teknologi insinerator ini juga bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 04 tahun 2019, karena tidak memperhatikan aspek sosial dan tidak tepat guna dalam pengelolaan sampah,” kata Tubagus.
Upaya yang seharusnya diperkuat pemerintah, menurut Tubagus, adalah tempat pengelolaan sampah (TPS) 3R (reduce, reuse, recycle) berbasis masyarakat. Karena jumlah TPS 3R Jakarta masih jauh dari angka ideal. Kemudian juga memberikan dukungan dan memperluas praktik-praktik baik pengelolaan sampah yang sudah berjalan di komunitas masyarakat.
"Dengan ini WALHI Jakarta meminta kepada Gubernur DKI Jakarta untuk segera membatalkan rencana proyek bakar-bakaran sampah di Taman Tebet, karena berpotensi membahayakan ruang interaksi masyarakat,” kata Tubagus.
Di tempat terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan, rencana pembangunan FPSA di Taman Tebet tidak akan menambah polusi di Jakarta. Menurut Ahmad Riza, sistem pengelolaan sampah yang akan dibangun berbeda dengan sistem konvensional membakar sampah yang biasa dilakukan warga.
”Tempat pengelolaan sampah yang akan dibangun di dalam area publik tersebut akan menggunakan teknologi mutakhir. Ini menggunakan teknologi yang baik, cuma dalam skala yang kecil,” kata Ariza, panggilan akrab wakil gubernur.
Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Syaripudin menjelaskan, pendirian FPSA Tebet dilakukan untuk mengurangi kuantitas sampah yang masuk TPST Bantar Gebang. Saat ini TPST Bantargebang sebagai satu-satunya tempat pemrosesan akhir sampah, diperkirakan dalam waktu dekat akan mencapai kapasitas maksimum sehingga tidak dapat menerima sampah lagi.
Dari data per Juli 2019, ketinggian ”gunungan” sampah di TPST Bantargebang sudah berkisar 43-48 meter dari batas maksimal 50 meter. ”Untuk itu, diperlukan upaya mendesak dalam mengurangi kuantitas sampah yang masuk ke TPST Bantar Gebang, salah satunya melalui pembangunan FPSA Tebet,” kata Syaripudin.
FPSA Tebet ini, menurut Syaripudin, merupakan upaya dinas untuk mengurangi kuantitas sampah ke TPST Bantargebang. ”Tujuannya untuk mendukung optimalisasi TPST Bantargebang yang sedang berjalan saat ini, seperti PLTSa Merah Putih di TPST Bantargebang dengan kapasitas 100 ton/hari dan landfill mining untuk pengolahan sampah lama menjadi bahan bakar dengan kapasitas rata-rata tahun 2020 sebesar 23 ton/hari, dan akan terus ditingkatkan kapasitasnya,” ungkapnya.
Pengurangan sampah di sumber itu merupakan implementasi Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga. FPSA skal mikro ini, dilakukan dengan pendekatan pengolahan sampah di sumber dan habis di sumber.
Selain itu juga didasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur tentang Fasilitas Pengolahan Sampah Antara yang selanjutnya disingkat FPSA. Juga mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Ramah Lingkungan.
”Kami juga mengacu dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,” imbuhnya.
Dengan begitu, kata Syaripudin, FPSA yang juga sudah banyak dikembangkan di sejumlah negara itu, untuk pembangunan di Taman Tebet beserta fasilitasnya berupa pengolahan sampah sudah dipikirkan secara matang. Bahkan, sudah disesuaikan dengan komposisi dan karakteristik sampah di Kecamatan Tebet.
FPSA Tebet merupakan pengolahan sampah terpadu dengan recycling center, biodigester, pirolisis, BSF Maggot, insinerator, dan pengolahan FABA sehingga diupayakan hanya sampah tak terolah yang masuk ke insinerator. Selain itu, FPSA Tebet dilengkapi fasilitas pusat edukasi warga, ruang interaksi publik (taman bermain), kantin, sarana olahraga, lahan pertanian perkotaan, IPAL dan teater terbuka.
”Pembangunan FPSA Tebet juga terintegrasi dengan kegiatan revitalisasi Taman Tebet yang saat ini juga sedang berlangsung. Konsep hijau dari Taman Tebet juga akan diterapkan di FPSA Tebet yang sedang direncanakan,” kata Syaripudin.
Seperti apa kelanjutan FPSA Tebet? Warga Ibu Kota pun masih menunggu.