Menanti Wajah Baru Transportasi Publik di Kota Bogor
Kehadiran bus listrik, walau kini baru satu unit, di Kota Bogor, diharap membawa angin segar dan langkah awal dari langkah-langkah penataan untuk mengatasi kesemrawutan layanan transportasi publik di kota itu.

Moda bus listrik saat uji coba beroperasi sebagai angkutan umum saat melintas di Jalan Otto Iskandardinata, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/8/2021).
Setiap mangkal di Terminal Bubulak dan Halte Cidangiang, Baranangsiang, Kota Bogor, Rabu-Kamis (4-5/8/2021) mata sejumlah warga tertuju ke bus yang tampak berbeda dengan moda transportasi publik lainnya itu. Tulisan ”uji coba bus listrik gratis” menarik sejumlah warga untuk mendekat melihat lebih detail dari luar dan dalam bus itu.
”Ini suaranya kok halus. Tidak ada knalpotnya, lalu pembuangannya di mana? Ini bus model apa?” celetuk salah satu warga, Rabu (4/8/2021).
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu kerap muncul dan selalu dijawab oleh petugas sembari mereka mengajak warga untuk ikut merasakan pengalaman menggunakan transportasi publik listrik itu. Meski sudah ditawarkan, di hari pertama beroperasi tidak banyak penumpang yang mau naik bus listrik pinjaman dari PT Bakrie Autoparts itu. Bahkan, saat melintas di 14 halte dari Koridor 1 Terminal Bubulak ke halte terakhir Cidangiang, Rabu siang itu tidak ada penumpang yang naik.
Saat berhenti di Halte Cidangiang sekitar 30 menit, setiap warga melintas mata mereka tak melepas pandangan dari bus listrik, termasuk Ashkia Nabila (27), warga Sindangsari. Ia lama berdiri di depan bus lalu mendekati petugas meminta izin masuk. Awalnya ia hanya ingin melihat isi dalam bus itu, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk ikut dan ingin tahu seperti apa rasanya pengalaman menjadi penumpang bus listirik dengan kapasitas 18 penumpang itu.

Warga mengerumuni bus listrik yang uji coba sebagai angkutan umum di Terminal Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/8/2021).
”Kalau semua bus atau angkutan publik perkotaan seperti ini, ya, saya tiap hari naik. Ngapain pakai motor kalau ada bus seperti ini. Ini mah enak dan nyaman. Tidak berisik, suara dari luar tidak terlalu kedengaran. Ada pendingin dan bersih,” kata Nabila, setelah sekitar 10 menit bus berjalan.
Pengalaman pertamanya menjadi penumpang bus listrik yang memiliki kapasitas daya 135 kilowatt dengan jarak tempuh 200 Kilometer itu cukup memberikan kesan positif. Ia lalu membayangkan jika Kota Bogor memiliki armada angkutan publik seperti bus listrik ini dalam jumlah yang banyak dengan rute yang luas, ia yakin akan banyak penumpang atau warga memilih menggunakan transportasi publik.
”Lebih memilih naik motor atau ojek daring. Itu menjadi pilahan terbaik saat ini, meski kadang kesel juga kalau terjebak macet. Tapi daripada terjebak macet naik angkot dan nungguin ngetem malah tambah kesel. Belum lagi kondisi sejumlah angkot yang kotor dan asap rokok dari sopir. Itu bikin tidak nyaman. Padahal saya dulu sering naik angkot,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pemkot Bogor, di Jabodetabek, rasio angkot di Kota Bogor paling tinggi, yaitu mencapai 3.412 angkot dengan populasi penduduk 1,1 juta.
Nabila mengerti konsenkuensi jika dirinya atau warga lainnya menggunakan kendaraan pribadi, Kota Bogor akan semakin macet, apalagi jika di akhir pekan wisatawan luar kota menyerbu masuk. Belum lagi masalah polusi. Namun, tidak ada pilihan baginya karena transportasi di Indonesia, khususnya di Kota Bogor, belum menghadirkan kenyamanan bagi penumpang.

Penumpang yang naik moda bus listrik saat uji coba beroperasi sebagai angkutan umum dan melintasi Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/8/2021).
Ia pun berharap, Pemerintah Kota Bogor seharusnya sudah mulai berpikir cepat untuk mengatasi kemacetan dan mengelola sistem transportasi publik yang tidak teratur selama ini. Namun, Nabila paham tidak semua kesemrawutan lalu lintas bisa mengambinghitamkan angkot.
Kendaraan pribadi pun memiliki andil besar menyebabkan kemacetan terlepas dari kondisi transportasi publik yang dinilai belum menjadi pilihan warga karena berbagai alasan. Untuk itu, ia berharap peran dan kehadiran pemerintah untuk serius mengatur atau membuat sistem transportasi publik yang memberikan manfaat dan kenyamanan semua pihak.
”Benar jika Kota Bogor itu kota yang hijau. Bahkan semakin hijau. Permasalahan klasik yang harus segera dibenahi adalah kemacetan dan angkot yang terlalu banyak. Masa mau menyandang dan dikenal sebagai kota seribu angkot mulu sih. Ganti dong julukannya. Tapi kendaraan pribadi juga perlu diatur. Bisa dengan menghadirkan transportasi yang nyaman biar warga beralih atau buat aturan seperti ganjil genap atau apa kek. Pemerintah harus mikir,” lanjutnya.
Baca juga : Bogor Jadi Kota Percontohan Program ”Buy the Service”
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pemkot Bogor, di Jabodetabek, rasio angkot di Kota Bogor paling tinggi, yaitu mencapai 3.412 angkot dengan populasi penduduk 1,1 juta. Adapun penggunaan transportasi pribadi 55 persen, transportasi publik 26 persen, dan transportasi daring 19 persen.

Sejumlah angkutan kota yang menempuh trayek melintasi di Jalan Dewi Sartika, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (28/4/2021).
Sementara Tangerang memiliki 3.196 angkot dengan jumlah penduduk 2.047.000, Depok memiliki 2.884 angkot dengan jumlah penduduk 2.106.000, Bekasi memiliki 3.500 angkot dengan jumlah penduduk 2.715.000, dan Kabupaten Bogor ada 6.732 angkot dengan jumlah penduduk 5.460.000.
Langkah awal
Wali Kota Bogor Bima Arya, Jumat (6/8/2021), menuturkan, Pemkot Bogor saat ini sudah dalam jalur untuk penataan transportasi publik. Bus listrik BYD C6 atau dikenal dengan bus matic itu merupakan pinjam pakai dari PT Bakrie Autoparts juga menjadi bagian dari program Bogor Transportation Program (B-Top).
B-Top menjadi bagian rencana induk transportasi Kota Bogor sebagai arah kebijakan pengembangan strategis transportasi perkotaan yang terintegrasi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
Meski baru satu bus, lanjut Bima, pinjaman bus listrik ini menjadi akselerasi program transportasi prioritas di Kota Bogor yang ramah lingkungan dan diharapkan menjadi budaya baru untuk warga beralih ke transportasi publik.
”Uji coba bus listrik selama sebulan diperlukan sebelum nantinya bus listrik benar-benar mengaspal di Kota Bogor,” kata Bima.

Pemerintah Kota Bogor menerima satu bus listrik dari PT Bakrie Autoparts. Bus listrik ini mulai akan beroperasi Rabu (4/8/2021) di koridor Terminal Baranangsiang-Bubulak secara gratis.
Pemkot Bogor menargetkan pada tahun depan secara bertahap bus listrik akan mulai mengaspal. Pemkot Bogor juga akan menganggarkan membeli dua bus listrik seharga sekitar Rp 6,4 miliar. Harga satu bus listrik senilai Rp 3,2 miliar.
PLN UP3 Bogor menjadi mitra Dishub Kota Bogor untuk menyediakan pasokan kelistrikannya. Stasiun pengisian ulang bus listrik yang berada di kantor PLN UP3 Bogor dan Dishub Kota Bogor berwenang untuk mengelola stasiun pengisian ulang itu selama masa uji coba.
Pengembangan strategis transportasi perkotaan, lanjut Bima, perlu terus dievaluasi dan koordinasi sehingga kemitraan pengelolaan terus berkesinambungan. Apalagi Kota Bogor juga baru saja mendapatkan bantuan awal 20 bus dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melalui skema pembelian layanan atau program buy the service (BTS). Sebanyak 20 bus itu rencananya akan mengaspal pada September 2021 dan pada akhir tahun direncanakan total 75 bus bisa beroperasi.
B-Top dan BTS digadang-gadang menjadi masa depan transportasi dan mendorong kultur baru warga menggunakan transportasi publik sehingga masalah kemacetan yang selama ini terjadi perlahan bisa teratasi.
Kehadiran satu bus listrik itu menjadi salah satu pelengkap program B-Top sejak 2015, seperti konversi angkutan kota (angkot), rerouting trayek angkutan, rencana pengadaan trem, konektivitas jalur, dan integrasi antarmoda.

Kabin bus listrik saat uji coba beroperasi sebagai angkutan umum yang melintas di Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/8/2021).
Di tengah kenyaman bersandar duduk di kursi penumpang bus listrik yang bisa dimundurkan dan ditegakkan, serta teknologi suspesi udara otomatis sehingga stabil dan meminimalkan goyangan ketika melaju atau melintasi jalan rusak, ada kegelisahan yang dirasakan Rizki Bulan (20), warga Ciawi.
”Apakah Bogor dalam beberapa tahun ke depan akan tetap sejuk dan bersih? Atau justru menjadi kota yang kotor dan berpolusi? Saya rasa keluhannya sama, yaitu macet dengan keberadaan angkot dan kendaraan pribadi. Sekarang bagaimana mengatur itu, mengurangi itu,” kata Rizki.
Rizki menilai, untuk sosialisasi bus listrik selama satu bulan terlalu singkat. Pemkot Bogor harus menambah durasi sosialisasi dan uji coba menjadi tiga hingga empat bulan. Lalu, dalam uji coba, Pemkot Bogor juga harus memperluas rute atau koridor.
”Lalu benahi juga halte-halte. Coba deh kita lihat sepanjang halte kondisinya kotor, penuh coret-coretan, tidak layak,” kata Rizki yang mengikuti bus listrik itu dengan melewati 15 halte dari Halte Cidangiang hingga Terminal Bubulak.
Baca juga : Program Konversi Angkot ke Bus di Kota Bogor Dimulai
Namun, meski tetap hanya satu bulan uji coba, kehadiran bus listrik, menurut Rizki dan Nadila, memberikan harapan atau mungkin jawaban atas permasalahan kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas di Kota Bogor. Saat ini mereka menanti harapan dan jawaban itu dari pemerintah.
”Semoga dengan bus listrik ini segera membawa perubahan bisa mengajak warga perlahan beralih ke transportasi publik,” lanjut Rizki.