Dibutuhkan Integrasi Data Kependudukan agar Tak Ada Lagi yang ”Mencatut” NIK
Penggunaan NIK seseorang oleh pihak lain untuk memperoleh vaksinasi Covid-19 semestinya tidak terjadi jika pemerintah mengintegrasikan data kependudukan antarinstansi. Dalam hal ini, warga yang menjadi korban.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga berpose saat menjalani vaksinasi massal di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (23/6/2021). Sekitar 8.000 warga dari delapan kecamatan menjalani vaksinasi Covid-19 massal. Vaksinasi Covid-19 massal dipercepat di wilayah tersebut karena lonjakan kasus belakangan ini.
JAKARTA, KOMPAS — Warga Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Wasit Ridwan (47), menjadi korban pengambilalihan data pribadinya oleh pihak lain. Nomor induk kependudukan atau NIK miliknya, sebagai syarat memperoleh layanan vaksinasi Covid-19, telah digunakan orang lain untuk vaksinasi di Jakarta Utara. Akibatnya, ia sempat tak bisa memperoleh pelayanan vaksinasi.
Nyaris hilangnya hak warga memperoleh pelayanan vaksinasi ini semestinya tidak terjadi jika data kependudukan antarinstansi pemerintah tidak bermasalah. Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki integrasi data antarinstansi ini agar permasalahan serupa tidak terjadi lagi.
Sempat gagalnya Wasit memperoleh layanan vaksin disebabkan NIK miliknya diketahui telah tercatat sebagai penerima vaksin dalam basis data vaksin di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Diduga NIK miliknya digunakan oleh warga negara asing (WNA) (Kompas.id, 4/8/2021).
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, data Wasit di Dukcapil sudah benar. Menurut dia, Wasit sudah memperoleh vaksinasi pada Selasa (3/7/2021).
NIK WNA tersebut dan NIK Pak Wasit hanya berbeda di ujung akhir, yaitu 01 dan 08. Kementerian Kesehatan nanti yang melacak penyalahgunaan NIK tersebut. (Zudan Arif Fakrulloh)
Menurut Zudan, NIK Wasit dan WNA yang tercatat sebagai penerima vaksin di Tanjung Priok mirip. Struktur NIK WNI dan WNA memiliki kesamaan. Sesuai UU Administrasi Kependudukan, NIK terdiri atas 16 angka yang berisi kode wilayah, tanggal lahir, dan nomor urut pembuatan NIK.
”NIK WNA tersebut dan NIK Pak Wasit hanya berbeda di ujung akhir, yaitu 01 dan 08. Kementerian Kesehatan nanti yang melacak penyalahgunaan NIK tersebut di tempat vaksinasi,” kata Zudan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (4/8/2021).
Zudan mengatakan, kemungkinan petugas salah ketik. Kasus ini sedang didalami.
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh.
Untuk mencegah hal serupa terjadi lagi, Dukcapil sudah rapat dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), BPJS Kesehatan, dan Telkom. Mereka sepakat data vaksin harus bersumber pada NIK Dukcapil. Karena itu, pada 6 Agustus akan dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan aplikasi Pcare BPJS Kesehatan dan Peduli Lindungi Kominfo, serta Kemenkes dengan Dukcapil untuk integrasi data NIK Dukcapil.
Zudan mengatakan, Kemendagri mendukung penuh aplikasi Peduli Lindungi dan PCare. Ia meminta persoalan pendaftaran NIK yang salah untuk vaksinasi dan warga yang belum mempunyai NIK dapat dicarikan solusinya untuk memperoleh layanan vaksinasi. Menurut Zudan, dengan integrasi data menggunakan NIK Dukcapil, diharapkan masalah serupa dapat diminimalkan.
Ia menuturkan, Dukcapil akan membantu sosialisasi Surat Edaran Kementerian Kesehatan tentang pelaksanaan vaksinasi dan perjanjian kerja sama kepada dinas dukcapil daerah seluruh Indonesia agar saling membantu terselenggaranya vaksinasi.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, penggunaan NIK seseorang oleh pihak lain ini menunjukkan belum terintegrasinya data kependudukan di Indonesia. Persoalan ini bisa terjadi karena kesalahan sistem atau ada unsur kesengajaan akibat kelalaian. Penyebab lain kasus ini bisa terjadi, yakni maksud tertentu karena suap.
Penggunaan NIK seseorang oleh pihak lain ini menunjukkan belum terintegrasinya data kependudukan di Indonesia. Persoalan ini bisa terjadi karena kesalahan sistem atau ada unsur kesengajaan.
Menurut Trubus, setiap NIK seseorang memiliki nomor khas yang berbeda dengan orang lain, apalagi dengan warga negara asing (WNA). Jika terjadi kemiripan, hal tersebut patut dipertanyakan. Sebab, jika penomorannya mirip, akan berdampak pada masalah lain seperti dalam pemilihan umum.
Ia menegaskan, dalam pengintegrasian data kependudukan seharusnya memuat data pribadi pemilik NIK seperti nama, alamat, sidik jari, dan data lainnya. ”Integrasi data seseorang merupakan data utuh yang menggambarkan identitas seseorang. Tidak hanya nomornya saja, tetapi juga datanya,” kata Trubus.