Cabai, Bawang, Telur, hingga Emas Penyumbang Deflasi DKI
Selama PPKM darurat, terjadi penurunan harga di sejumlah kelompok, di antaranya kelompok bahan makanan, transportasi, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya. Ekonomi DKI akan bergerak kembali jika ada pelonggaran PPKM.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mengungkapkan, selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat, Jakarta mengalami deflasi meski tidak terlalu dalam. Hal itu dipicu oleh penurunan harga beberapa komoditas di Jakarta.
Kepala BPS DKI Jakarta, dalam paparan virtual, Senin (2/8/2021), menjelaskan, penurunan harga terjadi karena lesunya permintaan dan sepinya transaksi penjualan di tengah pasokan barang dan jasa yang memadai. Itu membuat harga bahan makanan, transportasi, serta perawatan pribadi dan jasa lainya melemah.
”Alhasil, deflasi pasca-Lebaran bulan lalu berlanjut pada Juli 2021. Jakarta tercatat mengalami deflasi -0,04 persen pada Juli 2021,” kata Buyung.
Terdapat empat kelompok komoditas yang mengalami inflasi sehingga dapat menahan laju deflasi.
Deflasi pada Juli 2021 dipicu oleh turunnya harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau; perawatan pribadi dan jasa lainnya; serta transportasi. Tiga kelompok komoditas tersebut mengalami deflasi masing-masing -0,18 persen; -0,15 persen; dan -0,03 persen.
Deflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau terutama disebabkan
oleh merosotnya harga cabai merah, bawang merah, dan telur ayam ras yang menyumbang deflasi berturut-turut -0,021 persen; -0,015 persen; dan -0,014 persen. Sementara kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, deflasi terjadi karena turunnya harga emas perhiasan yang berkontribusi -0,013 persen.
Adapun deflasi kelompok transportasi didorong oleh lesunya bisnis angkutan daring dan angkutan udara sehingga tarif angkutan roda empat daring dan harga tiket penerbangan ke beberapa daerah mengalami penurunan.
Meski demikian, deflasi kedua sepanjang 2021 ini jauh lebih dangkal dibandingkan dengan deflasi Juni lalu. Ada sejumlah kelompok yang menahan laju deflasi. ”Terdapat empat kelompok komoditas yang mengalami inflasi sehingga dapat menahan laju deflasi,” kata Buyung.
Kelompok tersebut, yaitu kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga yang mengalami inflasi 0,09 persen. Itu terjadi karena naiknya harga sabun cair/cuci piring dan pembasmi nyamuk.
Kelompok kesehatan mengalami inflasi 0,08 persen akibat naiknya harga obat mag dan obat sakit kepala. Kelompok pakaian dan alas kaki mengalami inflasi 0,06 persen dipicu naiknya ongkos binatu/laundry serta harga baju kaus, celana panjang, jaket, dan kaus kaki.
Adapun kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran mengalami inflasi 0,04 persen. Hal itu karena naiknya harga beberapa makanan jadi, seperti kue kering, ayam bakar, dan bubur.
Selain kelompok komoditas yang mengalami deflasi ataupun inflasi, ada pula kelompok yang tidak mengalami perubahan harga. Kelompok-kelompok dengan harga yang stagnan tersebut meliputi perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga; informasi, komunikasi, dan jasa keuangan; rekreasi, olahraga, dan budaya; serta pendidikan.
”Secara umum, beberapa komoditas memicu deflasi, sedangkan komoditas lainnya menahan laju deflasi. Komoditas utama pendorong deflasi Juli 2021 yaitu
cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, emas perhiasan, dan beras. Sementara komoditas utama penahan deflasi adalah tomat, tahu mentah, sawi putih/pecay/pitsay, cabai rawit, dan pepaya,” kata Buyung menambahkan.
Secara terpisah, Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menegaskan, terkait penerapan PPKM level 4, pelaku usaha pasti berharap agar PPKM level 4 ini sudah berakhir sehingga berbagai sektor usaha yang sudah tutup selama sebulan ini dapat beroperasi untuk kelangsungan usahanya.
”Kalaupun masih diperpanjang, kami berharap levelnya bisa diturunkan dari PPKM level 4 ke PPKM level 3, khususnya di DKI Jakarta. Pertimbangannya, angka kasus Covid-19 dalam seminggu terakhir tren semakin menurun,” katanya.
PPKM level 4 yang diperpanjang tanggal 26 Juli sampai dengan 2 Agustus membuat pelaku usaha mikro kecil sudah dapat beroperasi walau dengan jumlah pengunjung dan jam yang dibatasi serta prokes yang ketat. Namun, kelonggaran ini sudah membangun semangat optimisme akan bangkit secara perlahan untuk kelangsungan usaha.
Terlebih pemerintah juga memberikan bantuan modal usaha produktif sebesar Rp 1,2 juta kepada pelaku usaha mikro kecil. Tentu ini akan sangat membantu permodalan mereka yang sudah nyaris habis selama PPKM darurat.
Namun, nasib para pengelola pusat belanja dan para pemilik toko di dalamnya, juga berbagai sektor usaha jasa dan pariwisata, masih menunggu keputusan pemerintah hari ini. Jika masih diperpanjang dan belum bisa beroperasi tentu akan sangat menyulitkan akan kelangsungan usahanya.
”Itu karena sejak 3 Juli sampai 2 Agustus praktis mereka tidak ada omzet dan profit. Di sisi lain, biaya operasional berjalan terus,” ujarnya.
Jika pemerintah mengizinkan mal buka, maka syarat bahwa yang boleh berkunjung ke mal adalah yang memiliki sertifikat vaksin bisa menjadi pertimbangan. ”Ini juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk secepatnya mengikuti vaksinasi,” kata Simanjorang.