Ribuan Pelaku Usaha Kecil di Kota Bekasi Menanti Bantuan
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah juga membutuhkan pendampingan usaha di masa pandemi agar mampu bertahan di tengah minimnya permintaan di pasaran.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Dampak pandemi dengan segala kebijakan pembatasan untuk menekan penyebaran virus korona jenis baru terus membuat sebagian masyarakat makin tak berdaya. Bantuan yang dijanjikan pemerintah pusat ataupun daerah masih ada yang belum menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan untuk bisa bertahan hidup.
Sebanyak 48.444 pelaku usaha mikro kecil atau UMK di Kota Bekasi, Jawa Barat, misalnya, sudah mendaftar untuk mendapat bantuan usaha mikro kecil dari pemerintah pusat selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4. Meski demikian, sebagian kalangan menilai pelaku UMK juga membutuhkan pendampingan usaha di masa pandemi Covid-19 karena minimnya permintaan di pasaran.
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) di masa PPKM level 4 mengalokasikan anggaran untuk penambahan bantuan produktif usaha mikro sebesar Rp 3,6 triliun. Anggaran yang menyasar 3 juta peserta baru itu akan diberikan kepada setiap pelaku UMKM dengan nominal masing-masing Rp 1,2 juta.
KPC PEN juga mengalokasikan anggaran bantuan untuk pelaku usaha warung dan PKL sebesar Rp 1,2 triliun untuk 1 juta penerima. Setiap penerima akan mendapatkan Rp 1,2 juta.
Tidak ada batasan kuota, selain memenuhi persyaratan. Dan, yang paling penting, dia betul-betul pelaku usaha.
Kepala Bidang Usaha Informal Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi Dady Rachmadi mengatakan, pemerintah pusat tidak memberikan batasan kuota jumlah pelaku UMK di Kota Bekasi yang mendaftar untuk mendapat bantuan usaha dari pemerintah. Pelaku UMK hanya perlu menyiapkan syarat-syarat, seperti indentitas kependudukan, kartu keluarga, dan surat keterangan usaha.
”Tidak ada batasan kuota, selain memenuhi persyaratan. Dan, yang paling penting, dia betul-betul pelaku usaha,” kata Dady, Kamis (29/7/2021) di Bekasi.
Pemkot Bekasi, kata Dady, sudah membuka pendaftaran bagi pelaku UMK untuk mendapat bantuan dari pemerintah sejak 27 Juli 2021 dan akan berakhir pada 10 Agustus 2021. Setiap pelaku usaha mendaftar melalui kelurahan. Data itu akan dikumpulkan oleh Dinas Sosial dan UMKM Kota Bekasi sebelum dikirim ke pemerintah pusat.
”Kemampuan kami itu hanya memberikan data ke Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Kementerian yang memvalidasi untuk menentukan pelaku UMK ini lolos atau tidak lolos. Kalau lolos pun, data itu akan dilempar lagi ke bank penyalur. Kami hanya mendapatkan surat keputusan penetapan saja,” tuturnya.
Di Kota Bekasi, sejak pendaftaran dibuka dan hingga 28 Juli 2021, sudah 48.444 pelaku UMK yang mendaftar. Pendaftaran untuk mendapat bantuan dari pemerintah di masa PPKM level 4 ini disebut sebagai bantuan tahap tiga.
Adapun pada tahap satu atau pada 2020, jumlah pelaku UMK di Kota Bekasi yang mendaftar mencapai 153.386 pelaku UMK. Dari jumlah itu, mereka yang lolos validasi dan mendapat bantuan UMK sebanyak 32.268 pelaku UMK. Nominal bantuan yang didapatkan 32.268 pelaku UMK itu masing-masing sebesar Rp 2,4 juta. Adapun pada tahap dua atau pada awal 2021, jumlah pelaku UMK yang mendaftar sebanyak 248.444 pelaku UMK. Dari jumlah itu, mereka yang lolos validasi sebanyak 74.863 pelaku UMK. Nominal bantuan yang didapatkan 74.863 pelaku UMK tersebut sebesar Rp 1,2 juta.
Dady mengatakan, saat penyaluran bantuan pada tahap satu dan dua, banyak pelaku UMK yang tidak lolos validasi karena para pelaku UMK rata-rata memiliki pinjamam di bank atau lembaga keuangan lain. Sementara pada tahap tiga ini, syarat tak memiliki pinjaman di bank atau lembaga keuangan lain dihilangkan. Pelaku UMK hanya dianggap tidak menenuhi syarat pendaftaran jika memiliki pinjaman KUR (kredit usaha rakyat).
Tempat sewa memberatkan
Koordinator Warung Tegal Nusantara Bekasi Raya Tafsir Qosim mengatakan, di masa pandemi Covid-19 terutama saat PPKM darurat, kegiatan usaha warteg terjun payung (merugi). Segmen warteg yang paling terdampak terutama yang berusaha di kawasan perkantoran.
”Sebagian warteg terpaksa gulung tikar karena tidak kuat bayar sewa. Ada yang beralih usaha dari tempat mahal ke pinggiran. Pandemi sudah lebih dari satu tahun ini berat sekali,” ucapnya.
Ia menambahkan, bantuan pemerintah untuk pelaku usaha kecil warteg di Bekasi hanya menyasar sebagian dari total 75 anggota asosiasi. Artinya, bantuan dari pemerintah itu dinilai belum tepat sasaran.
”Kalau mau suntik (bantu) ke warteg, gandeng asosiasi. Kami punya anggota yang jelas, usaha di mana saja, dan kami akan berikan data yang nyata,” katanya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi Choiruman Joewono Putro mengatakan, bantuan dari pemerintah sangat banyak. Namun, bantuan itu tidak sinkron dan komprehensif.
”Data bantuan yang disalurkan pemerintah pusat itu tidak ada feed back dengan pemerintah daerah. Artinya, setelah penyaluran, harusnya dipantau oleh pemerintah daerah. Dilihat lagi, efektif tidak, dikelola dengan baik apa tidak, bertahan atau tidak, bisa berkembang atau tidak. Ini yang belum nyambung,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Choiruman yang juga Bapak UMKM Kota Bekasi itu menambahkan, pelaku UMK setelah mendapat bantuan usaha, otomatis aktivitas usaha dan produksi berjalan. Namun, kendala lain muncul, yakni minimnya permintaan di pasaran.
”Kalau usaha makanan, ketika tidak ada demand, otomatis makanannya basi. Kalau usaha baju, siapa yang mau beli. Semua itu tidak bisa sepihak. Maka itu, dana bantuan harus disinkronkan dengan daerah karena kebutuhan daerah bermacam-macam,” ucapnya.
Artinya, pelaku UMK yang telah mendapat bantuan itu, datanya dikembalikan ke dinas-dinas terkait. Dinas-dinas itu kemudian mengalokasikan anggaran untuk melakukan pendampingan dan memastikan hasil produksi pelaku UMK terserap di pasaran.