Pelaku usaha rumah makan masih enggan menerapkan aturan makan di tempat selama 20 menit. Tanpa aturan itu pun, pelanggan sudah makin sepi.
Oleh
STEFANUS ATO/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Sejumlah pelaku usaha warung makan di Kota Bekasi, Jawa Barat, belum menerapkan kebijakan makan di tempat selama 20 menit di masa perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4. Waktu 20 menit dinilai terlalu mepet. Selain itu, pelaku usaha warung makan enggan menegur dan mengingatkan pelanggannya yang kian sedikit selama pandemi ini.
Pada Selasa (27/7/2021) siang kemarin, dua pelanggan tengah menikmati santapan soto di salah satu rumah makan di kawasan Pasar Proyek, Bekasi Jaya, Kota Bekasi. Waktu mereka menyantap makanan yang dipesan itu sekitar 10 menit.
Seusai menyantap makanan, keduanya masih duduk mengobrol. Setelah 30 menit berlalu, dua pelanggan itu tak kunjung beranjak dari rumah makan itu.
Satu hari ada tiga sampai empat orang yang pesan saja itu sudah beruntung sekali. Orang yang datang bisa jadi hanya itu rezeki saya.
Di saat yang bersamaan, Kompas ikut memesan seporsi makanan dan menyelesaikan pesanan itu kurang dari 15 menit. Pelayan rumah makan itu terkekeh ketika diberi tahu kalau waktu makan di rumah makan itu lebih cepat dari aturan PPKM level 4.
”Saya saja tidak hitung. Kecuali saya siap alarm di meja kali, ya,” kata Ubung (40), salah satu pelayan di rumah makan itu, Selasa siang.
Menurut Ubung, selama PPKM darurat diberlakukan di wilayah Kota Bekasi, pihaknya tetap berupaya mematuhi anjuran pemerintah dengan tak melayani pengunjung untuk makan di tempat. Namun, mereka sering kali terpaksa mengizinkan pelanggan yang datang untuk makan di tempat karena tak ingin kehilangan pendapatan.
”Satu hari ada tiga sampai empat orang yang pesan saja itu sudah beruntung sekali. Jadi, kalau ada yang datang dan mau makan di tempat, saya tidak mungkin tolak. Orang yang datang bisa jadi hanya itu rezeki saya,” katanya.
Adapun di masa perpanjangan PPKM level 4, rumah makan Ubung memilih untuk tak menerapkan kebijakan makan di tempat selama 20 menit. Kesadaran untuk mematuhi aturan pemerintah tersebut diserahkan kepada setiap pelanggan.
Hal serupa juga dilakukan Krisna (38), pemilik salah satu warteg di Jalan Gabus Raya, Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan. Ia menilai upaya pemerintah melonggarkan kebijakan PPKM level 4 dengan mengizinkan masyarakat makan di tempat selama 20 menit tak berdampak pada omzet penjualannya.
Hal ini karena wartegnya selama ini mengandalkan pelanggan dari pekerja-pekerja di sekitar kawasan Jalan Gabus. Namun, selama masa PPKM darurat, para pekerja di kawasan itu diliburkan karena termasuk sektor usaha nonesensial atau nonkritikal.
”Saya sebelum ada PPKM sehari bisa dapat Rp 2 juta. Sekarang, paling tinggi itu Rp 500.000 sampai Rp 750.000,” katanya.
Koordinator Warung Tegal Nusantara Bekasi Raya Tafsir Qosim, dihubungi secara terpisah, mengatakan, pelonggaran kebijakan makan di tempat selama 20 menit di masa perpanjangan PPKM level 4 cukup membantu pelaku usaha warteg. Namun, waktu 20 menit itu dinilai terlalu sempit.
”Waktu 20 menit ini lumayan tergesa-gesa. Anggota kami bukan hanya warteg saja, ada pecel lele, ada seafood. Pecel lele, misalnya, dari waktu proses itu penghitungannya dari mana. Prosesnya dari barang mentah ke barang siap saji itu butuh waktu,” kata Tafsir.
Menurut Tafsir, pengusaha warteg juga sulit untuk memberikan imbauan kepada pelanggan untuk mematuhi aturan makan 20 menit di tempat karena tak ingin mengganggu kenyamanan pelanggan. Meski demikian, ia meminta anggota asosiasinya untuk tetap mematuhi aturan pemerintah tersebut.
Diawasi pemerintah daerah
Aturan makan di tempat selama 20 menit diatur Pemerintah Kota Bekasi dalam Surat Edaran Wali Kota Bekasi Nomor 443.1/961/SET.Covid-19 tentang Implementasi PPKM Darurat di Kota Bekasi. Dalam edaran itu disebutkan bahwa warung makan, warteg, PKL, dan pedagang jalanan diizinkan beroperasi hingga pukul 20.00. Selama beroperasi, pengunjung boleh makan di tempat dengan batasan maksimal tiga orang dan waktu makan selama 20 menit.
”Kalau makan benaran tidak sampai 20 menit. Kalau 20 menit itu, habis makan, ngopi dulu. Habis ngopi, ngobrol. Kalau hanya makan saja, tidak sampai 20 menit. Artinya, waktu yang diberikan pemerintah sudah panjang,” kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Rahmat mengatakan, pihaknya akan tetap mengawasi setiap warung makan yang beroperasi dan melayani pelanggan makan di tempat. Ia juga meminta setiap pelaku usaha rumah makan untuk membuat informasi atau pemberitahuan makan di tempat selama 20 menit di setiap rumah makan.
”Kalau mengawasi orang per orang, kan, susah. Jadi, masing-masing rumah makan tempel pamflet atau peringatan,” ucapnya.
Perburuk iklim usaha
Ketua Koordinator Warteg Nusantara Mukroni menyebutkan, pelonggaran makan di tempat untuk maksimal 3 orang dengan waktu hanya 20 menit tergesa-gesa dan berisiko. Pelonggaran justru meningkatkan risiko kecelakaan dan bencana yang bisa merugikan pelanggan dan pemilik warteg. Apalagi pelaku usaha nyaris gulung tikar karena pembatasan mobilitas dan lemahnya daya beli masyarakat.
”Mendingan tegas. Kalau tutup untuk makan di tempat, ya, tutup total. Atau, kalau bisa dibuka dengan kapasitas terbatas, tetapi tidak dibatasi waktunya,” ujar Mukroni saat dihubungi, Senin (26/7/2021).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia Eddy Sutanto juga meminta pemerintah tetap memperketat mobilitas sampai kasus penularan turun signifikan. Pelonggaran merugikan pengusaha.
”Kalau kita cuma buka seperempat kapasitas atau hanya seminggu, pedagang bisa rugi karena banyak bahan baku rusak. Kasihan juga nanti karyawannya karena tidak jelas waktu kerjanya,” katanya.
Pelonggaran juga akan menambah perburukan iklim usaha. Salah satunya penurunan pemesanan makanan secara daring.