Enam tahun terakhir, pasukan oranye menjadi andalan warga Jakarta dalam banyak hal, mulai dari kebersihan hingga pemulasaraan jenazah saat pandemi Covid-19.
Oleh
ERIKA KURNIA/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) melukis ajakan untuk tetap menggunakan masker di Kelurahan Tebet Timur, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (17/6/2021).
Pasukan oranye, sebutan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum atau PPSU, ada di barisan depan penanganan prasarana dan sarana jalan, saluran, taman, kebersihan, dan penerangan jalan umum. Saat Covid-19 melanda Tanah Air, termasuk di Jakarta, mereka tak berpikir dua kali saat dimintai tolong turut terjun membantu warga terdampak pandemi.
Sudah enam tahun pasukan dengan seragam khas oranye ini hadir di tengah warga Ibu Kota. Jumlahnya mencapai 20.190 orang yang tersebar di 267 kelurahan se-Jakarta.
Pada 2015, dua hari jelang Hari Kemerdekaan Ke-70 RI, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama menyambut puluhan ribu pekerja lepas, yang sepertiganya adalah PPSU. Di hadapan ribuan pekerja kontrak dinas teknis lainnya, Basuki berbicara kepada pekerja PPSU yang baru bergabung dengan kaus, helm, dan sepatu boots mencolok dengan warna oranye.
Dengan menerjunkan pasukan serba bisa dan tanpa ikatan kedinasan, diharapkan tak ada lagi saling lempar tanggung jawab antardinas terkait penataan kota.
”Kita akan memulai babak baru. Itulah kenapa Saudara direkrut dan dikumpulkan di sini. Ini sudah Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-70 RI. Tidak boleh lagi Jakarta berantakan dan kotor di mana-mana, got mampat tidak ada yang peduli, tidak ada yang membersihkan. Jakarta harus bebas sampah, tidak ada lagi toleransi (terhadap sampah),” kata Basuki yang melegalkan keberadaan PPSU melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 169 Tahun 2015 tentang Penanganan Prasarana dan Sarana Tingkat Kelurahan (Kompas, 18/8/2015).
Demikianlah amanah besar yang diberikan kepada PPSU di wilayah DKI Jakarta. Keberadaan mereka sangat diharapkan bisa mengoptimalkan pekerjaan puluhan ribu pekerja harian lepas rekrutan suku dinas yang tak pernah sanggup mengatasi masalah sampah dan saluran air mampat, pekerjaan yang harusnya juga menjadi tanggung jawab masyarakat bersama.
Tidak hanya itu, PPSU, yang mendapat hak gaji sesuai upah minimum provinsi dengan waktu kerja delapan jam itu, juga ditugasi melaporkan kepada setiap lurah dan camat jika menemukan jalan berlubang atau lampu jalan mati. Dengan menerjunkan pasukan serba bisa dan tanpa ikatan kedinasan, diharapkan tak ada lagi saling lempar tanggung jawab antardinas terkait penataan kota.
Keberadaan PPSU yang kemudian lebih sering dikenal dengan pasukan oranye tidak lepas dari aksi-aksi heroik. Musim hujan 2017 lalu, misalnya, aksi seorang anggota pasukan oranye yang menyelam di got penuh air menghitam terekam dalam video berdurasi 1 menit 44 detik. Video itu lantas viral.
Dadan Wiradana yang menjadi sorotan dalam aksi tersebut menyelam selama 10-15 detik sambil mengais sampah dengan alat kerjanya. Ia mengeluarkan sampah tak berbentuk dari got besar di Jalan Lombok, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
Di banyak tempat lain, masyarakat sering menemukan mereka bekerja secara berkelompok untuk memungut sampah kecil yang berserakan hingga sampah besar ke pembuangan akhir. Pekerjaan itu mereka lakukan dengan peralatan sederhana, seperti sapu lidi, cangkul, sekop, dan karung.
Walaupun tampak mudah, pekerjaan mulia untuk menciptakan Jakarta yang bersih resik juga tak lepas dari risiko. Pada 21 Februari 2017, salah seorang pasukan oranye, Dennis Nenometa, meninggal ketika bertugas di tengah banjir. Ia terpeleset dan jatuh ke Kali Penghubung Betik di Rawa Sengon, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, saat masih mengenakan pakaian tugasnya dan membawa beberapa alat kebersihan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Tiga PPSU membuat taman mini di kolong jembatan layang di Kelurahan Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (13/6/2021).
PPSU juga beberapa kali terlibat proyek besar di luar pekerjaan utamanya. Proyek itu seperti penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games di Jakarta 2018. Selain tetap memastikan kota bersih dari sampah, mereka juga mendadak menjadi pelukis mural di jalanan Ibu Kota.
Bersama masyarakat, mereka ikut menghias tembok permukiman untuk menyambut ajang olahraga bergengsi tersebut. Di banyak titik juga, sejumlah pekerja PPSU menguji kemampuan dan bakat melukis mereka tanpa bantuan warga. Citra Jakarta pun secara tidak langsung ikut dipertaruhkan lewat goresan tangan mereka.
Pandemi
Di saat Jakarta terpuruk oleh pandemi lebih dari satu tahun terakhir, kiprah si pasukan oranye pun tetap berkibar.
Berbekal video tata cara pemulasaraan jenazah, lima pasukan oranye dari Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, terjun sebagai tim pemulasaraan jenazah. Sejak bulan lalu mereka telah menangani tujuh jenazah kasus Covid-19.
”Kami lakukan pemulasaraan seperti yang ditonton dalam video. Awalnya takut, tetapi seiring waktu jadi bisa,” ucap Endah Setiowati (42), salah satu anggota pasukan oranye, ketika dijumpai pada Senin (19/7/2021).
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Endah Setiowati (42), salah satu anggota pasukan oranye dari Kelurahan Gelora, ketika dijumpai pada Senin (19/7/2021). Ia memimpin tim pemulasaraan jenazah Covid-19 Kelurahan Gelora yang bekerja di wilayah Jakarta Pusat.
Mereka siap sedia di kantor kelurahan hingga ada panggilan pemulasaraan. Kelurahan membekali mereka dengan alat dan cairan disinfeksi, minuman kemasan, alat pemulasaraan, dan alat pelindung diri serta satu minibus dengan seorang sopir untuk mobilitas.
Ibu tiga anak ini menyebutkan, tugas mereka mulai dari membersihkan jenazah, mengafani, membungkus dengan plastik, hingga memasukkan ke dalam peti. Setelahnya ada tim lain yang membawa jenazah ke tempat pemakaman umum.
”Ternyata susah menangani jenazah dengan APD lengkap. Pengap sampai hampir pingsan,” katanya.
Siti Masitoh (30), anggota tim pemulasaraan jenazah Kelurahan Gelora, juga kerepotan saat pertama menangani jenazah. Rasa takut, khawatir, dan panik bercampur jadi satu. Bahkan, keluarga selalu mengingatkannya untuk cermat ketika bertugas dan kembali ke rumah dalam keadaan bersih atau steril.
”Sebenarnya takut karena lagi pandemi Covid-19, tetapi hitung-hitung tabungan amal,” ujarnya.
Ibu satu anak ini menuturkan, ada saja selentingan dari sesama pekerja kalau mereka punya sampingan. Padahal, mereka bekerja sukarela tanpa insentif dengan prinsip, kalau diberi tanda jasa seikhlasnya syukur, jika tidak juga tetap bersyukur.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Siti Masitoh (30), anggota tim pemulasaraan jenazah Kelurahan Gelora, ketika dijumpai pada Senin (19/7/2021). Lonjakan kasus Covid-19 dan kematian saat isolasi mandiri membuat PPSU terjun sebagai tim pemulasaraan jenazah.
Menurun
Meski begitu, belakangan kepuasan terhadap kinerja PPSU cenderung menurun seperti dalam jajak pendapat Litbang Kompas terkait kepuasan warga terhadap kinerja pasukan oranye. Survei dilakukan melalui sambungan telepon berlangsung pada 25-26 Januari 2020. Sebanyak 525 responden berusia minimal 17 tahun dipilih dengan pencuplikan sistematis melalui buku telepon terbaru.
Hasilnya, kepuasan kinerja pasukan oranye menurun. Penyebabnya beragam, mulai dari jarang terlihat di lingkungan warga hingga lamban dalam membersihkan lingkungan. Dalam tiga bulan belakangan, hanya 40 persen responden menilai kinerja pasukan ini cepat dan memuaskan.
Sementara jajak pendapat empat tahun lalu (April 2016) menunjukkan, responden yang menjawab demikian 62,8 persen. Sama halnya dengan tingkat kepuasan. Sebanyak 60,4 persen responden mengatakan puas.
Jumlah itu pun cenderung berkurang dibandingkan dengan jajak pendapat pada Mei 2017 yang mencapai 85,2 persen responden. Kepuasan kinerja yang menurun tak menafikan kerja PPSU. Mereka tetap menjalankan amanah termasuk di tengah hantaman pandemi Covid-19.
Kompas/Wawan H Prabowo
Petugas PPSU menenteng makanan saat jam istirahat makan siang di kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (7/7/2021).