Berbekal Ikhlas dan Welas Asih, Mereka Terjun ke Palagan Covid-19
Tim pemulasaraan jenazah dadakan hingga menggalang oksigen untuk pasien Covid-19 menjadi segelintir sumbangsih waktu dan tenaga sesama warga dalam ikhtiar penaklukan pandemi.
Hanya belajar dari video tentang tata cara pemulasaraan jenazah, lima pasukan oranye dari Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, terjun sebagai tim pemulasaraan jenazah. Sejauh ini mereka telah menangani tujuh jenazah kasus Covid-19.
Akhir Juni, Endah Setiowati (42) diminta memimpin tim pemulasaraan jenazah dari pekerja Penanganan Prasaran dan Sarana Umum Kelurahan Gelora. Timnya bertugas di wilayah Jakarta Pusat yang tengah kekurangan tenaga pemulasaraan karena terjadi lonjakan kasus dan kematian warga saat isolasi mandiri.
”Sehari terbentuk, kami langsung dapat tugas ke Kebon Melati. Kami lakukan seperti yang ditonton dalam video. Awalnya takut, rasanya mau menangis lihat jenazah, tetapi lama kelamaan jadi terbiasa juga. Walaupun kadang masih suka terbayang,” ucapnya ketika dijumpai Senin (19/7/2021).
Kelimanya dibebaskan dari tugas rutin bersih-bersih di ruang publik semenjak jadi tim pemulasaraan. Setiap hari mereka siap sedia di kantor kelurahan hingga ada panggilan pemulasaraan. Jika mengurus dua jenazah dalam sehari, keesoknya harinya mereka libur untuk menjaga kondisi tubuh.
Kelurahan menyiapkan satu unit minibus dengan seorang sopir untuk mobilitas mereka. Di kursi belakang mobil selalu tersedia alat dan cairan disinfeksi, minuman kemasan, alat pemulasaraan, dan alat pelindung diri.
Warga Tanjung Priok itu menuturkan, mereka bertugas membersihkan jenazah, mengafani, membungkus dengan plastik hingga memasukan ke dalam peti. Setelahnya ada tim lain yang membawa jenazah ke tempat pemakaman umum.
”Pernah ada keluarga jenazah yang ngomel-ngomel. Dia tidak terima jenazah dibungkus plastik sesuai prosedur Covid-19. Kami takut, tetapi kesal juga karena ternyata sulit menangani jenazah dengan alat pelindung diri lengkap,” katanya.
Endah pernah nyaris pingsan ketika menangani jenazah di Apartemen Semanggi. Sekujur tubuhnya penuh keringat dan sulit bernapas sehingga tergeletak di depan lift seusai pemulasaraan jenazah.
Tetapi, saya berusaha agar tidak menunjukkan perasaan seperti itu. Saya berusaha tetap tegar di depan pasien dan keluarga. Kadang bahkan saya juga harus menghibur mereka.
Ibu tiga anak itu sampai merahasiakan pekerjaan sebagai tim pemulasaraan dari anaknya. Ia tidak ingin anak-anak khawatir, termasuk menghindari mereka dari ledekan teman sebaya.
”Orangtua sempat marah karena situasi pandemi begini, kan, berisiko. Mereka juga pesan jangan cerita ke anak, masih sekolah takut diledek temannya,” ujarnya.
Situasi itu tidak jauh berbeda dengan Siti Masitoh (30), anggota pemulasaraan jenazah Kelurahan Gelora. Keluarga dan lurah selalu mewanti-wanti untuk hati-hati ketika bertugas dan pulang ke rumah dalam keadaan sebersih atau sesteril mungkin.
"Lagi pandemi covid-19 sebenarnya takut, tetapi hitung-hitung tabungan amal," tutur ibu satu anak ini.
Warga Palmerah itu menceritakan, ada saja selentingan dari sesama pekerja kalau mereka punya sampingan. Nyatanya mereka bekerja sukarela tanpa insentif. Prinsipnya kalau dikasih syukur, jika tidak juga tetap bersyukur.
”Saya maunya bisa dapat tes usap rutin. Kalau sekarang butuh vitamin dan obat untuk daya tahan tubuh,” ujarnya.
Ambulans darurat
Usaha semaksimal mungkin dengan sumber daya terbatas juga dilakukan lembaga kemanusiaan Indonesia, Human Initiative, melalui layanan Safety Mobile untuk antar jemput pasien Covid-19. Di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, dua mobil jenis Elf disediakan secara cuma-cuma untuk melayani masyarakat selama 24 jam.
Mohammad Sobari, koordinator program layanan tersebut, menyebut dua mobil disediakan dari awalnya hanya satu mobil untuk menanggapi peningkatan kasus aktif Covid-19 di Jabodetabek dua bulan terakhir.
Empat pengemudi dengan kemampuan memantau saturasi darah dan mengontrol sistem oksigen, yang tersedia di dalam mobil, siap melayani dalam dua sif setiap hari. Puluhan sukarelawan tenaga medis juga disiapkan untuk pasien dengan kondisi medis tertentu yang butuh pendampingan.
”Biasanya kami hanya melayani sekitar 20 pasien Covid-19 sehari. Belakangan ini kami bisa menangani maksimal 30 pasien dari rata-rata 80 persen permintaan yang masuk per harinya,” terangnya.
Dua bulan terakhir sampai berita ini ditulis, layanan tersebut sudah melayani 225 pasien Covid-19. Pasien atau pendamping pasien sebelumnya harus menelepon ke call center dan mengisi formulir persetujuan medis, termasuk persyaratan untuk tidak memberi tip kepada pengemudi.
Masalah yang kita hadapi jauh lebih besar dari satu orang atau satu organisasi.
Di tengah semakin gentingnya penularan Covid-19 di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya, layanan antar jemput kerap di luar ekspektasi. Walaupun pasien disyaratkan untuk bisa memastikan tempat rumah sakit rujukan mereka, penuhnya rumah sakit sering membuat pengemudi harus mengantar pasien ke banyak rumah sakit yang bisa melayani kegawatdaruratan pasien.
Penuhnya rumah sakit dan kondisi pasien yang terus memburuk karena kesulitan bernapas juga sering membuat mereka kewalahan. Empat tabung oksigen ukuran 1 meter kubik yang disiapkan setiap hari di satu mobil kadang tidak cukup membantu pasien-pasien tersebut. Cerita pasien meninggal di jalan pun sudah menjadi kabar yang tidak lagi mengagetkan.
Walaupun demikian, kematian tetap menjadi kenestapaan bagi Sunaryo (53), yang sudah dua bulan menjadi sopir untuk layanan tersebut. Ia pun mengalami sendiri bagaimana 70 persen rumah sakit menolak pasien yang dibawa.
"Saya pernah bawa satu pasien Covid yang ditolak di 7 RS. Saya sudah datangi banyak RS, dari Cengkareng sampai Depok dari jam 9.30 pagi sampai 10.00 malam. Di RS, boro-boro dipegang, mobil yang saya bawa langsung ditolak begitu tiba," kisahnya.
Sunaryo pun tidak menampik dirinya dilingkupi ketakutan dan kesedihan ketika mengantar pasien yang selalu ditolak RS, sudah kritis, bahkan sampai meninggal dunia. Emosi ini pun juga kerap terbawa ketika keluarga yang ikut mendampingi pasien meraung-ruang kepanikan.
"Tapi, saya berusaha agar tidak menunjukkan perasaaan seperti itu. Saya berusaha tetap tegar di depan pasien dan keluarga. Kadang bahkan saya juga harus menghibur mereka," ujarnya.
Baca juga: Fenomena Toko Buka Setengah Pintu di Bekasi
Ia juga berusaha mengontrol kekhawatirannya pada risiko tertular SARS-Cov-2 yang kini kian mengganas. Meskipun dirinya selalu memakai alat perlindungan diri dan mobil layanan memiliki sekat pengaman, risiko tertular sesekali datang dari keluarga atau pendamping pasien yang tidak jujur dengan kondisinya.
"Waktu itu pernah ada keluarga pasien yang duduk di depan dekat kursi penumpang lalu ajak ngobrol saya yang masker. Orang itu sempat mengaku negatif, tapi ketika sampai di RS dan ditanya petugas dia mengaku positif. Ternyata saya kecolongan," ceritanya lagi.
Dengan tingginya risiko pekerjaannya, Sunaryo bersyukur dirinya belum pernah tertular Covid-19. Ia pun mendapat dukungan keluarga untuk melanjutkan pekerjaan kemanusiaan tersebut, meski sempat ada pertentangan.
Ferdiansyah, selaku Manager Public Relations Human Initiative, mengatakan, relawan layanan tersebut selalu dipastikan agar tetap sehat secara fisik dan mental. Selain menyediakan tes usap antigen rutin dan suplai vitamin untuk pengemudi, lembaga yang berkantor di Depok tersebut juga membuka layanan konsultasi psikologi jika dibutuhkan.
Human Initiative pun mengupayakan tunjangan yang diberikan untuk pengemudi dan relawan tenaga kesehatan mendekati cukup. Layanan kendaraan gratis seperti mereka diharapkan bisa membantu banyak nyawa, di tengah banyaknya komersialisasi layanan ambulans.
Oksigen
Solidaritas warga juga muncul dalam hal pemenuhan pasokan dan distribusi oksigen yang sangat dibutuhkan pasien Covid-19 yang alami perburukan.
Relawan pada platform yang mewadahi informasi seputar akses dan bantuan kesehatan seperti WargaBantuWarga merasakan sendiri banyaknya permintaan putus asa dari masyarakat yang mencari oksigen.
Di DKI Jakarta, pemerintah provinsi menyebut kebutuhan oksigen di rumah sakit beberapa waktu terakhir masih fluktuatif. Warga pun masih terlihat harus mengantre di tempat-tempat pengisian oksigen untuk kebutuhan pribadi pasien Covid-19.
Kementerian Kesehatan pun menyatakan, isu ketersediaan oksigen menjadi prioritas nasional. Data terbaru kementerian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia hanya bisa memenuhi 1.578 ton oksigen per hari atau jauh dari kebutuhannya sebesar 2.333 ton per hari.
”Masalah yang kita hadapi jauh lebih besar dari satu orang atau satu organisasi. Kita akan lebih mudah bekerja sama jika tidak khawatir mengenai siapa yang mendapatkan kredit atau melupakan persaingan sebelumnya,” kata Aldi Haryopratomo selaku relawan WargaBantuWarga.
Oleh sebab besarnya isu tersebut, platform itu bergabung dengan gerakan Oxygen for Indonesia. Gerakan tersebut mengajak penggiat perusahaan rintisan atau startup, korporasi, dan masyarakat untuk menggalang dana untuk memastikan akses oxygen concentrator yang saat ini sangat dibutuhkan oleh rumah sakit.
Selain WargaBantuWarga, gerakan-gerakan yang sudah ada sebelumnya seperti gerakan penggalangan dana Indonesia Pasti Bisa ikut berkolaborasi untuk tujuan yang sama. Sejumlah perusahaan modal ventura dan startup ikut serta.
Selain dari proses penggalangan dana dari korporasi dan publik, anggota koalisi Oxygen for Indonesia juga membentuk tim untuk seluruh proses dari hulu ke hilir. Misalnya, akan ada tim yang fokus ke pengadaan dan impor, tim pengiriman unit ke rumah sakit, tim proses verifikasi, dan hotline bagi pengguna alat yang didonasikan.
”Kami juga berkoordinasi secara dekat dengan Kementerian Kesehatan sehingga apa yang kami lakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat saat ini,” imbuh Aldi.
Gerakan ini meniru keberhasilan India dalam menghadapi gelombang pandemi mematikan tahun ini. Gerakan seperti Actgrants.in dan MissionOxygen dinilai sukses membantu menyelesaikan masalah oksigen ini. Setiap hari, mereka mampu berkoordinasi melalui aplikasi pesan instan untuk belajar what works, what not to do, and what to focus on.
Baca juga : 1.214 Orang di Jakarta Meninggal Saat Isolasi Mandiri
Dengan kolaborasi banyak pihak, biaya dan rantai pasok akan lebih efisien. Begitu juga dengan pengiriman ke rumah sakit dan pelacakannya. Kemudian gerakan kolaboratif ini akan berupaya menyediakan oksigen konsentrator 10 L untuk rumah sakit, terutama yang belum memiliki.
Oksigen konsentrator ukuran tersebut bisa membantu pasien yang saturasi kurang dari 90 persen. Alat itu juga dapat dirotasi antar rumah sakit jika gelombang Covid-19 berpindah antarkota.
Oxygen For Indonesia memiliki target untuk menyediakan 10.000 oksigen konsentrator yang akan didistribusikan ke kurang lebih 1.500 rumah sakit untuk bisa membantu 30 ribu pasien Covid-19 di Indonesia dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang, alat itu akan diharapkan bisa disediakan bagi 7 juta pasien.
Untuk dapat memenuhi target ini, diperlukan total dana 10 juta dollar AS yang akan terus dihimpun hingga September 2021. Per tanggal 22 Juli 2021, koalisi ini sudah membeli 1.000 oksigen konsentrator dari donasi awal yang diberikan anggota dan figur publik.
”Komitmen donasi yang sudah masuk per tanggal 22 Juli 2021 pukul 20.00 adalah 1.518.362 dollar AS,” ujarnya.
Masyarakat umum ataupun institusi pun dapat berdonasi melalui platform kitabisa.com, gofundme.com, dan YCAB foundation. Informasi lebih lanjut dapat diakses di oxygenforindonesia.com.
Niat baik, ikhlas, dan kerja keras semua pihak akan membawa kita memenangi palagan pandemi ini.
Baca juga : Terpapar Covid-19, 400 Tenaga Kesehatan di Kota Bogor Jalani Isolasi