DKI ajukan rancangan revisi perda penanganan pandemi dengan memberi kewenangan penuh kepolisian hingga penjara bagi pelanggar protokol kesehatan.
Oleh
Helena F Nababan/Stefanus Ato
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta memulai pembahasan revisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria seusai Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta terkait penyampaian penjelasan rancangan perda tentang perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2020 di Gedung DPRD DKI, Rabu (21/7/2021), mengatakan, dalam penjelasan gubernur yang ia bacakan, pada November 2020 DKI memiliki Perda No 2/2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Perda itu menjadi payung hukum Pemprov DKI Jakarta menjalankan tanggung jawab memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat dari penyebaran Covid-19, serta melakukan perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi. Ada sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi pelanggar perda.
Sanksi administrasi terhadap individu diberikan terhadap orang yang tidak mengenakan masker. Ia dikenai sanksi kerja sosial dan denda administratif. Sementara sanksi administrasi dikenakan terhadap subyek hukum tertentu yang tidak melaksanakan protokol pencegahan Covid-19.
Dalam memberikan pengenaan sanksi administratif, perangkat daerah dapat langsung memberikan sanksi yang paling berat sesuai dengan akumulasi kesalahannya.
Lalu, dalam Perda No 2/2020 juga memuat ketentuan pidana ditujukan kepada orang yang dengan sengaja menolak menjalani tes cepat molekuler dan atau pemeriksaan penunjang; orang yang menolak dilakukan pengobatan atau vaksin; orang yang tanpa izin membawa jenazah yang terkonfirmasi Covid- 19; serta orang yang meninggalkan fasilitas isolasi tanpa izin petugas.
”Dalam pelaksanaannya, baik ketentuan mengenai sanksi administratif maupun sanksi pidana, belum efektif memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan penanggulangan Covid-19. Masih banyak pelanggaran,” kata Ahmad Riza.
Kemudian, saat ini ada peningkatan data kasus orang terkonfirmasi Covid-19 dan orang yang meninggal karena Covid-19. Itu menjadi pertimbangan pemprov mengajukan usulan perubahan atas Perda No 2/2020.
Dalam usulan perubahan itu, DKI menyebutkan, perlu ada kolaborasi dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menindak pelanggar protokol kesehatan. Penyidik kepolisian diberi wewenang selain penyidik PPNS ketika terjadi tindak pidana pelanggaran protokol kesehatan.
Usulan kedua adalah pengaturan sanksi administratif dapat dilakukan secara berjenjang dan atau tidak berjenjang. ”Dalam memberikan pengenaan sanksi administratif, perangkat daerah dapat langsung memberikan sanksi yang paling berat sesuai dengan akumulasi kesalahannya dan rinciannya akan diatur dalam SOP pada setiap perangkat daerah,” kata Ahmad Riza.
Selanjutnya, DKI mengusulkan, ada ketentuan pidana bagi setiap orang yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19. Subyek hukum dimaksud berlaku untuk beberapa sektor, antara lain pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata; pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring; dan pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran.
Dalam usulan ini, ada ancaman pidana 3 bulan kurungan atau denda Rp 500.000 untuk pelanggaran tidak menggunakan masker, dan denda Rp 50 juta untuk pelanggaran protokol kesehatan lainnya. Diharapkan ada efek jera karena beratnya ancaman hukuman.
M Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, dalam kesempatan yang sama menegaskan, usulan perubahan perda di antaranya memberikan kewenangan kepada polisi untuk melakukan penyidikan. ”Kemarin, di Perda Nomor 2 Tahun 2020, hal itu tidak ada,” katanya.
Pantas Nainggolan, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI menjelaskan, polisi sebagai penyidik akan bekerja sama dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang berasal dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Enggan PPKM Level 4
Di Kota Bekasi, Jawa Barat, Wali Kota Rahmat Effendi mengatakan, pihaknya belum menerapkan keputusan perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4.
”Kami akan sampaikan kepada Mendagri, mungkin ada data yang salah sehingga kami ditempatkan di level 4. Kalau di level 4, ekonomi kami tidak jalan semua,” kata Rahmat kemarin.
Menurut Rahmat, Kota Bekasi seharusnya tak berada di PPKM level 4 karena di daerahnya tidak ada lagi RT berstatus zona merah. Saat ini, dari 7.135 RT, yang masuk zona kuning 1.612 RT, zona oranye 107 RT, dan zona hijau 5.416 RT. Angka kasus harian dan angka kematian Covid-19 juga disebut terus menurun.
Adapun data Satuan Tugas Covid-19 Kota Bekasi, pada 18 Juli, persentase kasus meninggal akibat Covid-19 di kota itu 1,29 persen atau total kematian 924 kasus. Angka itu menjadi 1,30 persen pada 20 Juli dengan 953 kasus kematian.