Kebocoran Pipa Air di Bogor, 70.000 Pelanggan Terdampak
Kebocoran di jalur Intake Ciherang Pondok-IPA Dekeng disebabkan material batu yang jatuh menimpa pipa air valve yang berfungsi untuk mengatur debit di area proyek pembangunan double track KRL Bogor-Sukabumi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pasokan air bersih kepada 70.000 pelanggan di wilayah Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal terganggu selama tiga hari karena kebocoran pipa transmisi air baku milik Perusahaan Umum Daerah Tirta Pakuan. Kebocoran itu karena proyek pembangunan double track KRL Bogor-Sukabumi.
Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Tirta Pakuan Rino Indira Gusniawan mengatakan, kebocoran pipa transmisi air baku 1.000 milimeter milik Perumda Tirta Pakuan di Gunung Gadung, Kelurahan Genteng, Kecamatan Bogor Selatan, Minggu (18/7/2021) malam, sudah selesai diperbaiki. Hanya saja, pasokan air kepada pelanggan yang terdampak belum sepenuhnya lancar.
Kebocoran di jalur Intake Ciherang Pondok-IPA Dekeng itu disebabkan adanya material alam (batu) yang jatuh menimpa pipa air valve yang berfungsi untuk mengatur debit atau volume air di area proyek pembangunan double track KRL Bogor-Sukabumi. Kebocoran pipa itu berdampak pada terganggunya pasokan air bersih kepada 70.000 pelanggan di wilayah Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal.
”Pengerjaan perbaikan sudah selesai tadi pagi dan air baku telah dialirkan ke unit pengolahan secara optimal, yaitu total sekitar 1.700 liter per detik. Namun, untuk normalisasi di pelanggan masih memerlukan penanganan dari teman-teman di lapangan. Target dua hari ini normal,” kata Rino saat dihubungi, Selasa (20/7/2021).
Saya tadi minta agar seluruh kegiatan double track mengevaluasi ini, mengantisipasi agar tidak terjadi lagi.
Rino menjelaskan, target dua hari itu karena ada beberapa hal teknis yang harus diperbaiki karena kebocoran pipa menyebabkan udara terjebak dalam pipa kosong sehingga angin atau udara di dalamnya harus dibuang. Selain itu, masih ada 400 meter pipa yang dikhawatirkan terganggu dengan pengerjaan proyek double track Bogor-Sukabumi itu.
Untuk menghentikan skema tercepat, kata Rino, pihaknya membuat klem sedel yang dimodifikasi. Pembuatan klem sedel itu memerlukan waktu sekitar enam sampai delapan jam. Kemudian, ada tambahan alternatif di cor pinggiran pipanya. Pengecoran diperkirakan empat hingga enam jam. Beton sudah padat dengan spesifikasi yang biasa dipakai untuk pembuatan jalan tol.
”Kami juga mengantisipasi dengan menyiapkan 27 mobil tangki. Kapasitas satu mobil empat hingga 5 meter kubik. Namun, karena banyak yang meminta air, kami tidak bisa melayani semua karena keterbatasan armada. Dalam perbaikan ini, saya mengumpulkan Direktorat Teknik dan pengerjaan di bawah tanggung jawab Dirtek,” lanjutnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya meminta kontraktor proyek pembangunan double track KRL Bogor-Sukabumi untuk mengevaluasi kegiatan yang sedang berjalan agar tidak terjadi kejadian serupa.
”Lokasi berada di proyek double track. Saya tadi minta agar seluruh kegiatan double track mengevaluasi ini, mengantisipasi agar tidak terjadi lagi. Karena ini, kan, pekerjaannya beririsan dengan pipa PDAM yang sangat panjang. Jadi lebih berhati-hati lagi kedepannya,” tutur Bima.
Rino melanjutkan, tiga tahun lalu sudah dilakukan langkah antisipasi supaya tidak terjadi hal ini. Sebab, kebocoran pipa itu berada di tanah PT KAI. Awalnya tanah yang tertanam saluran pipa air itu pihak Tirta Pakuan, tetapi harus direlokasi dengan konsekuensi stop produksi selama tiga bulan.
”Sampai akhirnya pihak PT KAI menggeser jalur atau mengubah desainnya,” ucap Rino.
Ke depan, ada 400 meter yang rawan terdampak proyek double track, pihaknya akan berkoordinasi dengan kontraktor pelaksana untuk dilakukan penguatan dan pengecekan. Total sekitar 1,6 kilometer pipa Perumda Tirta Pakuan yang bersinggungan atau kritis dengan proyek double track.
”Kami saat ini masih berpikir air mengalir, untuk berhitung penggantian dari pihak kontraktor pelaksana double track, belum dihitung. Kami nanti berhitung berapa jumlah effort yang dikeluarkan dan berapa jumlah air dikeluarkan. Dampak sosial yang paling mengena, pelanggan mengamuk. Untuk penghitungan akan dilakukan oleh Dirtek dan Dirum, berapa jumlahnya," ujarnya.