Kenaikan jumlah kasus kematian berdampak pada semakin terbatasnya lahan pemakaman yang tersedia pada sejumlah daerah di Indonesia.
Oleh
DEDY AFRIANTO
·4 menit baca
Saat kasus positif Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia, mungkin tidak pernah terbayang bahwa keterbatasan lahan pemakaman akan menjadi persoalan yang kelak dihadapi di tengah pandemi. Padahal, selain fasilitas dan tenaga kesehatan di bagian hulu, ketersediaan lahan dan petugas pemakaman juga menjadi hal yang tidak kalah penting dipersiapkan pada bagian hilir dalam penanggulangan pandemi.
Berdasarkan catatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, laju kenaikan angka kematian yang terdata akibat Covid-19 selalu bergerak linier dengan kenaikan kasus harian Covid-19. Semakin tinggi kasus positif, maka semakin tinggi pula angka kematian yang terdata. Artinya, kebutuhan lahan pemakaman juga semakin meningkat.
Kasus kematian selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia dapat dibagi menjadi empat fase. Pertama adalah Maret hingga Juni 2020. Saat itu, jumlah kematian harian akibat Covid-19 masih berada di bawah 100 kasus per hari.
Secara perlahan, jumlah kasus kematian meningkat hingga mencapai di atas 1.000 kasus dalam satu hari. Pada saat yang bersamaan, lahan pemakaman di sejumlah daerah juga semakin terbatas.
Pada fase ini, pemerintah di sejumlah daerah mulai memikirkan lahan khusus pemakaman bagi jenazah positif Covid-19. Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, misalnya, telah mengalokasikan tiga tempat pemakaman umum. Sementara Pemkot Semarang, Jawa Tengah, juga mulai mengidentifikasi sejumlah lokasi untuk dijadikan tempat pemakaman khusus jenazah positif Covid-19.
Fase kedua sejak Juli hingga November 2020 dengan jumlah kematian akibat Covid-19 sering kali di atas 100 kasus per hari. Pemerintah di sejumlah daerah secara serius mulai mempersiapkan area khusus sebagai langkah antisipasi kebutuhan lahan pemakaman.
Di Jakarta Utara, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai membuat jalan akses menuju tempat pemakaman jenazah khusus Covid-19 pada areal persawahan di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing. Area pemakaman ini dipersiapkan untuk mengantisipasi jika petak makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur dan TPU Pondok Ranggon penuh.
Pemprov DKI Jakarta pada periode ini telah memastikan area pemakaman masih tercukupi. Namun, angka kematian akibat Covid-19 yang hingga awal Oktober 2020 menyentuh 1.737 kasus memaksa pemerintah mulai mempersiapkan lahan pemakaman sebagai antisipasi.
Fase ketiga pada Desember 2020 hingga Mei 2021. Jumlah kasus kematian harian kembali meningkat hingga menyentuh angka di atas 200 kasus. Bahkan, pada 28 Januari dan 4 April 2021, jumlah kasus kematian mencapai lebih dari 400 kasus dalam sehari.
Pada periode ini, area pemakaman darurat yang disiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta telah digunakan. Bahkan, sejumlah area pemakaman mulai terisi penuh. Pada awal 2021, petugas bahkan harus bekerja hingga 11 jam per hari untuk mempersiapkan lahan pemakaman baru.
Keterbatasan area pemakaman akhirnya benar-benar dirasakan sejak bulan Mei hingga saat ini. Periode ini adalah fase keempat yang menunjukkan terjadinya peningkatan tajam jumlah kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia.
Lonjakan kematian
Secara perlahan, jumlah kasus kematian meningkat hingga mencapai di atas 1.000 kasus dalam satu hari. Pada saat yang bersamaan, lahan pemakaman di sejumlah daerah juga semakin terbatas.
Menurut catatan Kompas, pemerintah di sejumlah wilayah kembali mulai mempersiapkan lahan tambahan sebagai langkah antisipasi di tengah melonjaknya jumlah kasus aktif Covid-19. Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memilih untuk menyiapkan lahan pemakaman khusus seluas 1.600 meter persegi bagi jenazah positif dan suspek Covid-19.
Di DKI Jakarta, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan menyarankan agar dilakukan kajian untuk melakukan pemakaman masal bagi jenazah positif Covid-19. Dalam satu liang, pemakaman dapat dilakukan untuk lebih dari satu jenazah. Ketentuan ini tercantum dalam fatwa MUI tahun 2004 dan dipertegas kembali dalam fatwa Nomor 18 Tahun 2020.
DKI Jakarta memang menjadi fokus perhatian publik dalam pengendalian pandemi. Terbatasnya lahan pemakaman di tengah kepadatan penduduk dan tingginya jumlah kasus aktif Covid-19 menjadi alarm dalam penanggulangan pada bagian hilir.
Pada tahun 2020, DKI Jakarta mencatatkan angka kematian tertinggi dalam lima tahun terakhir, yakni 74.310 kasus kematian. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, jumlah kematian ini meningkat hingga 55 persen dibandingkan tahun 2018.
Hingga tahun 2021, Pemprov DKI Jakarta mencatatkan terjadinya lonjakan pemakaman, baik pemakaman umum maupun pemakaman dengan prosedur tetap penanganan Covid-19. Sejak awal pandemi hingga pertengahan Juli, jumlah pemakaman umum mencatatkan rekor pada 2 Juli lalu, sebanyak 646 pemakaman dalam sehari. Meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan rata-rata pemakaman sejak Maret 2020, yakni di bawah 200 pemakaman per hari.
Hal senada juga terlihat pada pemakaman dengan protap penanganan Covid-19. Pemakaman yang biasa dilakukan di bawah 100 jenazah per hari, dalam tempo singkat mengalami kenaikan sejak Juni hingga menyentuh 407 pemakaman per hari pada 10 Juli lalu. Dengan situasi ini, wajar bila lahan pemakaman di DKI Jakarta semakin sempit.
Upaya pemerintah daerah untuk menambah lahan pemakaman seiring kenaikan angka kematian akibat Covid-19 tentu berbanding lurus dengan kebutuhan terhadap petugas dalam proses pemakaman. Di sejumlah daerah, keterbatasan kapasitas dari petugas mulai dirasakan oleh masyarakat.
Para petugas harus bekerja lebih keras untuk memakamkan jenazah dengan beragam risiko kesehatan yang harus dihadapi. Tentu ini perlu menjadi perhatian dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Selain tenaga kesehatan yang berjuang di bagian hulu, petugas pemakaman yang bertarung di bagian hilir juga perlu memperoleh apresiasi dari pemerintah dan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)