Kepolisian akan perketat penyekatan di akses masuk kota. Pembatasan ini dinilai perlu diikuti sanksi, terutama bagi perusahaan yang masih meminta karyawannya bekerja di kantor.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah menganalisis perkembangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat sejak 3 Juli 2021, Polri memutuskan untuk memperketat penyekatan di jalur masuk kota. Hal itu dibutuhkan untuk meningkatkan rasa kedaruratan di tengah masyarakat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, Polri telah menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan Operasi Aman Nusa II dalam pelaksanaan PPKM darurat sejak 3 Juli 2021. Berdasarkan evaluasi tersebut, polisi akan memperketat penyekatan di jalur akses masuk kota atau pada lokasi aglomerasi dengan pengaturan arus lalu lintas dari arah luar atau pinggiran kota.
Polisi akan memperketat penyekatan di jalur akses masuk kota atau pada lokasi aglomerasi dengan pengaturan arus lalu lintas dari arah luar atau pinggiran kota.
”Upaya ini harus lebih intensif dan masif untuk memberikan edukasi dan efek psikologis kedaruratan kepada warga,” kata Rusdi saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (6/7/2021).
Rusdi menambahkan, pihaknya juga meningkatkan pengawasan pada mobilitas dan aktivitas warga. Bagi para pelanggar protokol kesehatan tidak hanya akan diberi peringatan, tetapi juga penegakan hukum sesuai dengan ketentuan PPKM darurat dan peraturan hukum yang berlaku.
Edukasi dan sosialisasi tentang PPKM darurat juga dilakukan terhadap warga. Hal itu dilakukan dengan mengoperasikan mobil patroli Sabhara, pengamanan obyek vital, atau lalu lintas ke ruang publik dan permukiman atau perkampungan warga.
Di sejumlah lokasi yang melaksanakan PPKM mikro, kata Rusdi, polisi akan membantu mengaktifkan dan mengefektifkan kegiatan. Fokusnya pada pembatasan mobilitas warga, sosialisasi penerapan protokol kesehatan, pelaksanaan tes, lacak, dan penanganan (3T), serta pengelolaan isolasi mandiri terhadap pasien Covid-19 tanpa gejala.
Selain itu, kepolisian juga mendeteksi berbagai informasi dan isu kelangkaan obat dan oksigen. Turut mempercepat vaksinasi agar bisa mencapai target harian yang ditetapkan dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan dan prosedur tata laksana vaksinasi yang baik. Juga menjalin kerja sama dengan semua pihak yang berperan untuk menjamin Operasi Aman Nusa II berjalan efektif.
Penegakan hukum
Rusdi menambahkan, kepolisian terus melakukan penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran yang menghambat upaya pemberantasan Covid-19. Penegakan hukum dipastikan berjalan secara obyektif, tegas, terukur, dan berada dalam koridor profesional.
Sejauh ini, menurut dia, pelanggaran masih dilakukan oleh beberapa kafe, bar, dan tempat hiburan lain. Contohnya, di Jakarta ada empat tempat hiburan yang telah ditindak karena melanggar protokol kesehatan. Mereka dijerat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Di Jakarta ada empat tempat hiburan yang telah ditindak karena melanggar protokol kesehatan.
Selain pelanggaran protokol kesehatan, polisi juga tengah memantau pelaksanaan kegiatan bekerja dari kantor (WFO). Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2001 tentang PPKM Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali, kegiatan WFO dibatasi sesuai kategori.
Pada kategori esensial, WFO dibatasi maksimal 50 persen, sedangkan pada kategori non-esensial, 100 persen pekerja bekerja dari rumah (WFH). Hanya sektor kritikal yang diperbolehkan untuk melaksanakan WFO maksimal 100 persen. Namun, Rusdi belum bisa menjelaskan apakah ada pelanggaran yang dilakukan perusahaan. ”Masih didalami petugas di lapangan,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono menilai, masyarakat sudah semakin memahami aturan PPKM darurat. Antrean panjang di pos penyekatan sudah tidak terjadi seperti hari pertama dan kedua operasi dilaksanakan.
Hal itu tidak terlepas dari sosialisasi yang diberikan petugas di lapangan tentang persyaratan melintas yang terkait dengan pekerjaan warga. Persyaratan melintas itu dipublikasikan di jalan agar mudah dilihat dan dipahami oleh para pengguna jalan. ”Saat ini sudah longgar. Kita edukasi mulai dari hulu sampai hilir, salah satunya tentang ketaatan WFH,” ujar Argo.
Pembatasan mobilitas masyarakat perlu diiringi dengan pengawasan yang ketat dari tingkat pusat hingga daerah. Selain itu, pembatasan juga harus disertai penegakan hukum, terutama terhadap lembaga atau perusahaan yang masih meminta karyawan bekerja di kantor.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, pembatasan mobilitas masyarakat perlu diiringi dengan pengawasan yang ketat dari tingkat pusat hingga daerah. Selain itu, pembatasan juga harus disertai penegakan hukum, terutama terhadap lembaga atau perusahaan yang masih meminta karyawan bekerja di kantor.
Trubus menilai, saat ini perilaku masyarakat yang masih melakukan mobilitas dipengaruhi kuat oleh kebijakan lembaga atau perusahaan tempatnya bekerja. Oleh karena itu, aparat diminta untuk menginspeksi perusahaan atau lembaga secara mendadak. Jika ditemukan ada yang melanggar ketentuan, sanksi harus diberikan tidak hanya secara personal, tetapi juga institusional. Ketegasan ini akan membedakan rasa kedaruratan di tengah masyarakat.