Selain menggunakan APBD, daerah seperti Kota Bekasi juga mengandalkan dukungan swasta untuk pengendalian pandemi kali ini.
Oleh
Stefanus Ato/Helena F Nababan
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, kembali mengalokasikan anggaran sekitar Rp 212 miliar untuk penanganan Covid-19 pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat. Anggaran itu digunakan untuk memperkuat fasilitas kesehatan penanganan pasien serta pelaksanaan vaksinasi massal di daerah tersebut.
Kepala Bidang Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Bekasi Indrawaty Gita mengatakan, kebijakan pengendalian dan penanganan pandemi pada 2021 dialokasikan dalam APBD Kota Bekasi melalui anggaran belanja tak terduga (BTT) Rp 175,9 miliar. Dalam perjalanannya, hingga 25 Juni 2021, anggaran BTT sudah terpakai sekitar Rp 167 miliar.
”Jadi, sisa anggaran BTT kami tinggal Rp 200-an juta, ini sudah tidak memungkinkan. Oleh karena itu, untuk menambah ketersediaan BTT, kami menambah perubahan penjabaran APBD dengan menggunakan sisa lebih pembiayaan anggaran 2020 yang sudah diaudit (silpa audited) Badan Pemeriksa Keuangan,” kata Indrawaty, saat dihubungi, Senin (5/7/2021), di Bekasi.
Pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membantu warga, terutama pekerja yang harus dirumahkan akibat terdampak pembatasan. Untuk itu, kami menggandeng pengembang swasta. (Rahmat Effendi)
Silpa audited 2020 yang digunakan untuk pengendalian pandemi itu ditetapkan melalui Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 44 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 94 Tahun 2020 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021.
”Nanti setelah anggaran BTT bertambah itu bisa kami gunakan kembali untuk penanganan Covid-19,” katanya.
Sementara pagu anggaran sebesar Rp 212 miliar itu akan digunakan pemerintah daerah untuk pembiayaan tempat rawat darurat penanganan isolasi mandiri pasien nonkomorbid di Stadion Patriot Candrabhaga, penguatan dan pengembangan layanan di tiga RSUD kelas D, serta tempat rawat darurat Covid-19 di RSUD Kelas D Teluk Pucung.
Anggaran itu juga digunakan dalam kegiatan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dan penanganan infeksi Covid-19 di RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi.
Libatkan pengembang
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, di masa PPKM darurat, pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membantu warga, terutama pekerja yang harus dirumahkan akibat terdampak pembatasan. Pemerintah daerah hanya membantu warga yang terpapar Covid-19 melalui skema kerja sama dengan para pengembang yang berinvestasi di Kota Bekasi.
”Ini anggarannya dari luar APBD. Kami sekarang sedang mengumpulkan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) pengembang,” kata Rahmat.
Beberapa pengembang sudah mulai mendistribusikan bantuan ke Pemerintah Kota Bekasi dengan jenis bantuan mulai dari beras, mi, hingga kecap. Berbagai bantuan dari CSR itu akan disumbangkan ke warga yang tengah terpapar Covid-19 dengan besaran bantuan sebesar 10 kilogram beras per keluarga setiap dua minggu.
”Ada tambahan mi, kecap, dan lain-lain. Kami sedang kumpulkan dan akan segera disalurkan,” kata Rahmat.
Di Kota Bekasi, hingga Senin ini, akumulasi kasus Covid-19 di daerah itu mencapai 58.439 kasus. Rinciannya, 4.676 kasus dalam perawatan, 761 kasus meninggal dan 53.002 kasus sembuh. Sementara itu, tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) seluruh rumah sakit di Kota Bekasi hingga 4 Juli 2021 mencapai 85,92 persen atau dari 2.373 tempat tidur yang tersedia, tingkat keterisiannya mencapai 2.039 tempat tidur.
DKI terima Rp 2,57 triliun
Secara terpisah, di Ibu Kota, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Edi Sumantri, pada 1 Juli, menjelaskan, Kementerian Keuangan telah mencairkan dana bagi hasil (DBH) untuk Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 2,57 triliun. Dana ini merupakan DBH triwulan II-2021.
”Alhamdulillah telah disalurkan Rp 2,57 triliun,” kata Edi.
Pencairan dana itu, sesuai hasil rapat kerja antara Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI dan BPKD DKI, pekan lalu, memang sangat dinantikan DKI. Hal ini karena dari alokasi BTT DKI Jakarta 2021 untuk penanganan Covid-19 senilai Rp 2,133 triliun, hingga 23 Juni 2021 tersisa Rp 84 miliar.
Untuk penanganan lebih lanjut, kebutuhan dana BTT, menurut rencana, akan diambilkan dari relokasi anggaran sejumlah kegiatan lain, juga dari DBH. DBH, menurut laman resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, dipahami sebagai dana bersumber dari APBN yang dialokasikan ke daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DBH dialokasikan dengan tujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Maksudnya adalah penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan sesuai dengan Pasal 23 UU Nomor 33 Tahun 2004. Jenis-jenis DBH meliputi DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. Kedua DBH dibagi dengan imbangan daerah penghasil mendapatkan porsi lebih besar dan daerah lain (dalam provinsi yang bersangkutan).
Edi melanjutkan, dana itu akan digunakan untuk pembayaran belanja penanggulangan Covid-19 serta belanja dukungan ekonomi dan sosial, seperti insentif tenaga kesehatan, perlindungan sosial, dan Kartu Jakarta Pintar. ”Dana itu juga untuk membayar belanja wajib gaji PJLP (penyedia jasa lainnya orang perorangan), TKD (tunjangan kinerja daerah), serta BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, 21 Juli lalu, menegaskan, Ibu Kota siap melaksanakan pembatasan diperketat, termasuk untuk pendanaannya.