Wisma Atlet, Pelayanan Terbaik Negara untuk Pasien Covid-19
Jika ada yang harus dipuji dari penanganan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19, keberadaan RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, tentu jadi salah satunya. Kehadiran negara benar-benar terasa.
Oleh
Khaerudin/Fajar Ramadhan
·6 menit baca
Kalau ada yang harus dipuji dari penanganan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19, keberadaan Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, tentu menjadi salah satunya. Hampir semua pasien di Wisma Atlet betul-betul merasakan kehadiran negara dalam membantu mereka sembuh dari Covid-19.
Hampir tengah malam, akhir Mei lalu, kami tiba di Wisma Atlet. Siang hari sebelumnya, kami dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR. Sebelum memasuki kawasan Wisma Atlet, kendaran khusus yang membawa kami dihentikan di sebuah pos penjagaan. Seorang tentara yang piket jaga malam itu bertanya, atas rekomendasi siapa kami dibawa ke Wisma Atlet.
Setelah dijawab bahwa kami telah diizinkan Komandan Lapangan Tim Cobra Letnan Kolonel Laut drg Muhammad Arifin, kendaraan kami diperkenankan masuk ke area Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet. Tim Cobra adalah tim gabungan, terdiri dari dokter, perawat, relawan baik medis maupun nonmedis hingga anggota TNI/Polri yang bertugas di Wisma Atlet.
Memasuki area parkir kawasan RSDC, kami kembali dihentikan di pos penjagaan. Belakangan kami tahu, inilah Pos V, salah satu gerbang tempat pasien berhubungan dengan dunia luar. Di pos ini, pasien bisa mengambil paket dan barang yang diantar keluarganya dari rumah atau sekadar mengambil makanan yang dipesan melalui ojek daring. Tentu saja mereka tak boleh berkontak fisik dengan para pengantar barang atau makanannya.
Pos V terletak berdekatan dengan Tower (Menara) 4 Wisma Atlet. Kebetulan malam itu kami mendapat unit apartemen di Menara 4 untuk isolasi. Sebelum masuk ke unit apartemen, di lobi Menara 4 setiap pasien mesti diperiksa. Pemeriksaan pertama adalah saturasi oksigen. Setelah itu petugas medis di lobi mengecek data diri pasien, dari riwayat kesehatan hingga obat apa saja yang telah dikonsumsi.
Setelah proses pendataan selesai, pasien dicek darahnya dan menjalani pemeriksaan jantung melalui tes elektrokardiogram (EKG). Mengingat waktu sudah lewat tengah malam, tak ada rontgen dada untuk mengetahui kondisi paru-paru pasien. Namun, petugas menjadwalkan rontgen dada keesokan harinya saat petugas bagian radiologi telah datang.
Kendaran khusus yang membawa kami dihentikan di sebuah pos penjagaan. Seorang tentara yang piket jaga malam itu bertanya, atas rekomendasi siapa kami dibawa ke Wisma Atlet.
Seuai semua pemeriksaan awal selesai, seorang tenaga medis mengantar ke unit yang akan ditempati selama isolasi. Di masing-masing lantai terdapat 22 unit apartemen. Dua unit apartemen di antaranya dijadikan ruang perawat dan poliklinik. Sisanya menjadi tempat isolasi pasien.
Satu unit apartemen terdiri dari dua kamar. Kamar utama berisi dua tempat tidur, sementara satu kamar lainnya hanya satu tempat tidur. Praktis satu unit apartemen bisa dihuni tiga pasien.
Di tempat tidur sudah terpasang sprei bersih, selimut, dan handuk. Masing-masing kamar dilengkapi pendingin ruangan dan lemari serta meja penyimpanan kecil. Tersedia juga koneksi Wi-Fi gratis di tiap unit.
Di dalam unit selain dua kamar, terdapat ruang tamu, kamar mandi, dan area kering yang disatukan dengan dapur. Kamar mandinya dilengkapi pancuran air, wastafel, dan toilet duduk. Air panas di kamar mandi tersedia setiap saat. Dengan fasilitas seperti ini, pasien Covid-19 di Wisma Atlet serasa mendapat pelayanan hotel berbintang minus layanan kamar atau kelas VIP di rumah sakit swasta.
Namun, berbeda dengan di rumah sakit biasa. Tak ada kunjungan khusus dari dokter atau perawat yang terjadwal. Apabila pasien mengalami keluhan, mereka bisa melaporkan kondisinya melalui grup Whatsapp yang dibuat perawat di masing-masing lantai. Pasien juga bisa datang langsung ke poliklinik jika membutuhkan pertolongan perawat atau dokter.
Perlakuan khusus hanya bagi pasien yang mengalami perburukan. Mereka biasanya ditempatkan di ruangan ICU yang berada di lantai dasar Menara 4. Kondisi mereka dipantau setiap saat oleh dokter dan perawat jaga di ICU.
Selain perawatan kesehatan, setiap pasien mendapatkan tiga kali jatah makan dan satu kali jatah kudapan setiap harinya. Pasien juga mendapatkan obat dan vitamin setiap harinya. Jenis obatnya tergantung dari gejala yang dilaporkan. Dosis obat yang diberikan rata-rata tiga kali sehari. Kecuali beberapa obat dan vitamin yang hanya diberikan sekali setiap harinya.
Di hari pertama, ahli gizi akan datang menanyakan kondisi diet pasien. Menu makanan pasien yang tengah berdiet dibedakan dengan pasien lainnya. Dalam setiap menu tersaji kebutuhan gizi dan protein. Setiap harinya menu sayuran, daging, ikan hingga buah-buahan tak pernah absen. Makanan tersaji dalam boks dan diambil sendiri oleh pasien di depan ruang perawat.
Mereka yang menjalani isolasi di Wisma Atlet tetap bisa berolahraga. Lapangan voli, bulu tangkis, ring basket hingga tempat bermain futsal terletak di bawah. Sebuah teater terbuka yang terletak di antara menara-menara Wisma Atlet biasa dimanfaatkan pasien untuk berjemur di pagi hari. Setiap pagi dan sore, pasien juga bisa melakukan senam bersama. Apabila tidak, mereka bisa lari atau berjalan mengelilingi menara-menara di Wisma Atlet.
Selain perawatan kesehatan, setiap pasien mendapatkan tiga kali jatah makan dan satu kali jatah kudapan setiap harinya. Pasien juga mendapatkan obat dan vitamin setiap harinya. Jenis obatnya tergantung dari gejala yang dilaporkan.
”Beruntung banget Jakarta punya Wisma Atlet. Kalau lihat di daerah, ngeri. Rumah Sakit di mana-mana penuh,” ujar Wahid, pasien Wisma Atlet asal Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di Wisma Atlet, Wahid dapat menikmati fasilitas lumayan mewah tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun.
Fasilitas yang didapatkan di Wisma Atlet membuat masa isolasi bukan hal yang sulit dilalui. Di tempat itu, Wahid bisa fokus menjalani pemulihan tanpa khawatir menulari anggota keluarga ataupun tetangga.
Seorang perempuan paruh baya yang tinggal Koja, Jakarta Utara, juga mengaku bersyukur bisa menjalani isolasi di Wisma Atlet. Selain dengan semua fasilitas yang didapatkan, dia juga mengatakan bersyukur bisa menghindari tatapan aneh tetangganya setelah dia dinyatakan positif Covid-19. ”Tetangga yang dulu biasa bertegur sapa kayak menghindar begitu melihat saya. Padahal, saya tetap pakai masker,” ujarnya.
Keberadaan Wisma Atlet juga menolong hidup Matius (30). Karyawan toko elektronik di Mal Mangga Dua ini sebelumnya tinggal di rumah majikannya di Penjaringan, Jakarta Utara. Begitu dinyatakan positif Covid-19, majikannya meminta Matius keluar dari rumahnya dan mencari kontrakan.
”Si bos khawatir karena istrinya sedang hamil. Makanya, saya disuruh pindah untuk seterusnya. Saya bingung mau pindah kemana. Badan juga lagi demam. Akhirnya, baju-baju saya bawa dan pergi ke Wisma Atlet naik ojek daring,” tuturnya.
Pasien Wisma Atlet akan dites usap pada hari kesembilan. Hasilnya diketahui keesokan harinya. Apabila negatif, mereka diperkenankan pulang. Namun, jika masih positif, mereka boleh terus isolasi di Wisma Atlet.
Pada hari ke-13 mereka kembali dites usap. Rata-rata pasien yang sudah menjalani isolasi selama lebih dari 12 hari akan negatif. Apabila masih positif, kondisinya biasanya mulai membaik.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Husein Habsyi mengatakan, pemerintah perlu memikirkan keberadaan tempat isolasi terpadu seperti RSDC Wisma Atlet di setiap daerah. Tempat isolasi terpadu juga membantu rumah sakit tak kolaps saat terjadi lonjakan kasus seperti beberapa hari terakhir ini.