Kepulauan Seribu memang menawan, lautnya kaya, jaraknya dekat dengan Jakarta. Sayang, warga daerah kepulauan itu masih menjadi juara peringkat kemiskinan di ibu kota negara.
Oleh
STEFANUS ATO
·6 menit baca
Kemiskinan di wilayah kepulauan itu jadi masalah laten yang tak kunjung membaik. Dari data Badan Pusat Statistik, kemiskinan di Pulau Seribu, dua tahun berturut-turut menduduki peringkat pertama dibandingkan lima wilayah administrasi lain di Jakarta. Pada 2019, Indeks Kedalaman Kemiskinan di Kepulauan Seribu sebesar 1,95. Angka itu kembali meningkat atau memburuk menjadi 2,10 pada 2020.
Kepulauan Seribu juga menduduki peringkat pertama Indeks Keparahan Kemiskinan. Pada 2019, Indeks Keparahan Kemiskinan di Kepulauan Seribu sebesar 0,46 dan pada 2020 sebesar 0,42. Tingginya angka kemiskinan di sana sebenarnya sudah jadi persoalan menahun. Dari catatan Kompas, pada 2013, penduduk miskin di Kepulauan Seribu mencapai 11,01 persen atau hampir tiga kali lipat dibandingkan rata-rata kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta yang hanya 3,72 persen.
Adapun jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Kepulauan Seribu Dalam Angka 2020, kemiskinan di daerah kepulauan itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2014, angka kemiskinan di sana 11,56 persen. Angka kemiskinan itu konsisten meningkat dan pada 2017 mencapai 12,98 persen.
Padahal relasi Kepulauan Seribu dan daratan Jakarta tak sebatas sebagai bagian dari wilayah Ibu Kota. Di masa pendudukan Belanda, Kepulauan Seribu menempati posisi penting sebagai benteng pertahanan Kota Batavia. Bahkan, di masa Orde Baru, pulau-pulau di Kepulauan Seribu dikuasai penguasa dan pengusaha untuk dijadikan lokasi tetirah.
Pada awal 2019, di Kepulauan Seribu terdapat 110 pulau kecil. Namun, 86 pulau telah dimiliki secara perseorangan. (Kiara)
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1970-an, sisi utara Kepulauan Seribu berkembang menjadi daerah wisata. Sementara penduduk yang mayoritas bermukim di sisi selatan masih jadi penonton wisata yang mereka sebut
dollar dan bule, mengacu pada segmentasi wisata yang mahal, eksklusif, dan menarget wisatawan asing.
Baru pada akhir tahun 2000-an, wisatawan lokal mulai mendatangi pulau-pulau di sisi selatan. Seperti efek bola salju, jumlah wisatawan kian membesar. Pulau yang dikunjungi wisatawan pun bertambah. Pemerintah lantas mulai hadir membangun infrastruktur penunjang, seperti penerangan, telekomunikasi, jalan lingkungan, kebersihan, air bersih, dan transportasi antarpulau, (Kompas, 30/7/2016).
Lantas apa penyebab warga di sana masih terus terjebak kemiskinan? Padahal, dari aspek wisata, potensi yang dimiliki daerah dengan 110 pulau itu bisa dibagi dalam tiga jenis. Pertama, wisata pantai dan bawah laut yang hampir ditemui di semua pulau di sana. Kedua, cagar budaya di Pulau Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari. Ketiga, cagar alam seperti di Pulau Bokor.
Di Pulau Pramuka saja, misalnya, wisatawan bisa mengelilingi pulau dengan bersepeda atau memanfaatkan odong-odong yang dikelola warga setempat. Jika memilih sepeda, selama perjalanan santai mengayuh sepeda, kita disuguhkan pemandangan hutan mangrove, aktivitas nelayan, dan perahu-perahu yang terombang-ambing tertiup angin di pesisir. Suasana di Pulau Pramuka bakal lebih menawan saat senja atau fajar.
Keindahan pantai dan laut di sekitar Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, seperti pelipur lara bagi warga setempat selama masa pandemi Covid-19.
Sayangnya, aktivitas ekonomi warga di sana kian merosot lantaran sepinya wisatawan di masa pandemi. Pedagang kaki lima, pedagang keliling, warung makan, kini hanya berharap dari warga setempat. Sementara pembeli dari warga sekitar juga tak menjanjikan. Ini karena sebagian besar warga yang bekerja sebagai nelayan selama beberapa tahun terakhir kesulitan mendapatkan ikan dalam jumlah banyak.
Selama dua hari, Rabu dan Kamis (16-17/6), dermaga nelayan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang sepi dari aktivitas nelayan. Perahu-perahu lebih banyak bersandar dan ditinggal pemiliknya. Dari data laman statistik.jakarta.go.id, jumlah penduduk Kepulauan Seribu pada 2018 sebanyak 28.289 jiwa. Dari jumlah itu, mata pencarian penduduk Kepulauan Seribu didominasi nelayan dengan presentasi 56,79 persen.
Haji Gonyol (59), salah satu pengepul ikan di Pulau Pramuka, bahkan setelah Lebaran 2021 belum pernah mendistribusikan ikan ke wilayah Jakarta Utara. Tak ada nelayan yang membawa ikan ke tempatnya.
Pengepul ikan di Pulau Pramuka mulai merasakan dampak berkurangnya hasil tangkapan nelayan selama lima tahun terakhir. Jauh sebelum tangkapan nelayan berkurang, pengepul ikan sehari bisa mengumpulkan hingga 1 ton ikan.
Pemerintah pun sudah melakukan berbagai hal untuk menuntaskan persoalan kemiskinan di berbagai pelosok negeri, termasuk di daerah Kepulauan Seribu dengan luas wilayah 8,7 kilometer persegi itu. Salah satunya, melalui pengembangan kawasan wisata superprioritas atau kerap disebut 10 Bali Baru.
Penetapan 10 destinasi prioritas ini merupakan amanat Presiden melalui surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6 November 2015 perihal Arahan Presiden Republik Indonesia mengenai Pariwisata dan Arahan Presiden pada Sidang Kabinet Awal Tahun pada 4 Januari 2016.
Program 10 Bali Baru merupakan program pemerintah untuk mengembangkan 10 destinasi wisata prioritas untuk mendongkrak pemerataan pariwisata Indonesia. Pengembangan 10 Bali Baru juga diharapkan bisa menciptakan lapangan kerja di 10 destinasi wisata prioritas.
Menurut Bupati Kepulauan Seribu Junaedi, potensi utama Kepulauan Seribu adalah mengandalkan pariwisata. Hal ini tentu sangat berdampak bagi perekonomian warga di masa pandemi Covid-19 akibat adanya kebijakan pemerintah membatasi mobilitas warga, mulai dari kapasitas transportasi hingga kapasitas tempat penginapan.
Meski ekonomi warga menurun, pembatasan ketat itu berdampak baik pada sebaran Covid-19 di wilayah itu. Sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, akumulasi kasus Covid-19 di Kepulauan Seribu 60 kasus dengan jumlah kematian 12 orang. Kepulauan Seribu kini berstatus zona oranye penyebaran Covid-19.
”Saat ini yang masih dirawat ada tujuh kasus. Ini yang harus kami antisipasi, jadi Kepulauan Seribu sementara jual sehat dulu, baru wisata,” kata Junaedi, Minggu (20/6/2021).
Hanya penonton
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai kemiskinan di Pulau Seribu terjadi karena warga setempat tidak diberi akses untuk terlibat langsung dalam mengelola potensi pariwisata di wilayahnya. Berdasarkan catatan Kiara, pada awal 2019, di Kepulauan Seribu terdapat 110 pulau kecil. Namun, 86 pulau telah dimiliki secara perseorangan.
”Artinya, ruang akses dan kontrol masyarakat makin sulit,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, Minggu (20/6/2021).
Privatisasi pulau di sana rata-rata sudah berlangsung sejak zaman Orde Baru. Privatisasi pulau seharusnya tidak diperkenankan apabila melebihi aturan yang ada di Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016.
Dalam aturan itu, penguasaan atas pulau-pulau kecil maksimal sebesar 70 persen dari luas pulau atau sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi tersebut. Sementara itu, sisa paling sedikit 30 persen dari luas pulau kecil tersebut harus dikuasai langsung oleh negara dan digunakan untuk kawasan lindung, area publik, atau kepentingan masyarakat.
Adapun berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jakarta, privatisasi pulau berdampak serius bagi masa depan 3.375 nelayan di Kepulauan Seribu. Sebab, nelayan yang mayoritas menggunakan kapal berukuran 0-5 gros ton harus semakin jauh mencari ikan dan terbatas zona penangkapannya, (Kompas.id, 28/6/2019).
Menurut Susan, faktor lain penyebab hasil tangkapan nelayan kian berkurang tidak terlepas dari masalah pencemaran laut baik itu tumpahan minyak dari Karawang atau sampah dari 13 anak sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Selain itu, ada juga proyek-proyek yang merusak ekosistem di Kepulauan Seribu, seperti pembangunan 17 pulau (reklamasi), pengerukan, dan penimbunan pasir.
Ulang tahun DKI Jakarta yang ke-494 merupakan momentum bagi pemerintah membangkitkan harapan warga Kepulauan Seribu. Tidak sekadar mengalahkan pandemi, tapi juga mengatasi kemiskinan bergenerasi di sana. Warga selayaknya berdaya di tanah sendiri, surga wisata di beranda Jakarta.