Angka kemiskinan di DKI Jakarta pada September 2020 mendekati persentase angka kemiskinan pada tahun 2007 yang sebesar 4,61 persen. Jakarta dipaksa kembali mundur 13 tahun untuk isu ini.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany/Stevanus Ato/Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang ulang tahun Jakarta pada Selasa (22/6/2021), Jakarta bersama kota-kota di dunia juga dengan daerah lain di Indonesia masih berjuang mengatasi pandemi Covid-19.
Sejak awal pandemi menancapkan kukunya di Indonesia, termasuk di Ibu Kota, Jakarta tergolong responsif dan tegas dalam upaya mengatasi dampak pagebluk ini. Akan tetapi, masalah kesehatan hingga sosial ekonomi belum membaik di tahun kedua pandemi yang menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pertambahan jumlah penduduk miskin adalah salah satu dampak pandemi yang meminta perhatian tersendiri.
Tikno (62), mantan petugas kebersihan salah satu rumah sakit di Slipi, Jakarta Barat, misalnya, bingung karena namanya tidak muncul sebagai penerima bantuan sosial tunai (BST) Rp 300.000 setiap bulan yang bergulir sejak awal 2021. ”Saya tidak dapat BST karena status pekerjaan di KTP-el sebagai pensiunan. Padahal, saya dulu petugas kebersihan kontrak,” ujarnya, Senin (14/6/2021).
Tikno adalah salah satu potret warga Ibu Kota yang masuk kategori miskin. Tikno menuturkan, kekeliruan data status pekerjaannya terjadi ketika dia berganti KTP konvensional ke KTP-el. Operator perekam data kependudukan keliru memasukkan status pekerjaannya. Ia tercatat sebagai pensiunan pegawai, bukan pengangguran seusai kontrak kerjanya terputus. Dengan statusnya itu, dia tidak tergolong warga miskin.
Jakarta dipaksa kembali mundur 13 tahun dalam isu kemiskinan ini.
Akibatnya, di usia senja dan bertepatan dengan terjangan wabah global, Tikno seperti mendapat bencana dua kali. Ia takut tertular Covid-19 dan sulit mengakses hak dasar, seperti makan, karena bantuan pemerintah tidak menjangkaunya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam wawancara khusus di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (16/6/2021), menjelaskan, pandemi membuat angka kemiskinan di Ibu Kota naik. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada September 2020 sebanyak 4,69 persen warga Jakarta atau sekitar 480.860 jiwa masuk kategori miskin.
Padahal, angka kemiskinan di Ibu Kota sebetulnya terus menurun. September 2019, angka kemiskinan di DKI masih di angka 3,42 persen. Melihat ke belakang, angka kemiskinan pada September 2020 mendekati persentase angka kemiskinan DKI tahun 2007 yang sebesar 4,61 persen. Jakarta dipaksa kembali mundur 13 tahun untuk isu ini.
Angka kemiskinan bertambah akibat kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat demi memutus rantai penularan Covid-19. Pembatasan ini membuat banyak sektor usaha harus tutup atau tidak dapat beroperasi penuh sehingga sebagian warga kehilangan mata pencarian karena pemutusan hubungan kerja, kehilangan usaha, dan atau penghasilan yang berkurang, hingga warga yang dirumahkan tanpa dibayar atau dipotong gajinya secara signifikan.
Sebelum pandemi, untuk menanggulangi kemiskinan yang timbul dan pertambahan warga miskin, Pemerintah Provinsi DKI mempunyai sejumlah program bantuan sosial. Ada Kartu Anak Jakarta, Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta, Kartu Lansia Jakarta, Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang bersumber dari APBD, serta program pangan murah.
Saat pandemi, bentuk bantuan untuk perlindungan sosial dari dampak pandemi bertambah berkat kerja sama Pemprov DKI bersama pemerintah pusat. Ada bantuan sembako pada 2020 dan BST pada 2021.
Namun, bukan berarti program pemerintah itu telah sempurna. Hal yang paling mengganggu, seperti tampak pada kasus Tikno, ialah data kependudukan yang tidak akurat.
Pemantauan pendistribusian BST tahap pertama di 2020 oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) menemukan bantuan yang salah sasaran. Dika Moehammad, Sekretaris Jenderal SPRI, memaparkan, sebagian penerima BST justru keluarga dengan ekonomi mampu yang sedikitnya tersebar di 12 kelurahan di Jakarta. Temuan lainnya, sedikitnya ada 600 keluarga dengan KTP DKI dan 534 keluarga dengan kartu keluarga daerah yang tidak mendapatkan bantuan.
Ahmad Riza melanjutkan, sebagai bentuk perlindungan sosial dari dampak pandemi, untuk bantuan sembako, Pemprov DKI Jakarta membantu 1.160.409 keluarga. Sementara pemerintah pusat memberikan bantuan kepada 1.299.794 keluarga. Pada 2021, Pemprov DKI memberi bantuan BST untuk 1.055.216 keluarga melalui Bank DKI. Dari pusat, ada BST untuk 733.747 keluarga melalui PT Pos Indonesia.
Meskipun demikian, Ahmad Riza mengakui ada isu tentang data warga miskin. Untuk itu, sekarang Dinas Sosial DKI melakukan pemutakhiran data masyarakat miskin yang belum masuk dalam daftar terpadu kesejahteraan sosial (DTKKS). Pendaftaran sejak 7 Juni dan akan berakhir 25 Juni nanti.
”Warga miskin yang belum masuk DTKS diberi kesempatan untuk mendaftar,” kata Ahmad Riza.
Selain itu, DKI juga membuka kesempatan bagi BUMN, BUMD, swasta, juga pemerintah pusat, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas untuk berkolaborasi mengatasi pandemi, termasuk membantu masyarakat miskin Ibu Kota.
Teguh mengingatkan, karena pandemi masih berlangsung, bantuan sebagai kompensasi masih diperlukan. Selain itu, agar masyarakat miskin terentaskan, harus disertai pemberdayaan masyarakat dan pemulihan kesehatan. Sebuah amanat tepat bagi DKI yang mengusung tema ”Jakarta Bangkit” di ulang tahunnya yang ke-494 pada tahun ini.