Kasus Positif Terus Naik, Ruang Isolasi di DKI Mulai Terisi
Mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, Pemprov DKI menyiapkan sejumlah lokasi isolasi pasien. Beberapa hari terakhir kasus melonjak sehingga ruang isolasi mulai terisi. Epidemiolog sarankan DKI perluas "micro-lockdown".
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan kasus Covid-19 di DKI Jakarta membuat lokasi isolasi terkendali yang disiapkan pada tahap I mulai terisi. Epidemiolog mengingatkan pentingnya memperluas micro-lockdown supaya pengendalian penyebaran kasus efektif.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 675 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Nomor 979 Tahun 2020 tentang Lokasi Isolasi Terkendali milik Pemprov DKI Jakarta dalam rangka Penanganan Covid-19. Melalui keputusan gubernur itu, Pemprov DKI menyiapkan 37 lokasi. Sebanyak 31 lokasi menjadi lokasi isolasi terkendali pasien Covid-19 dan enam lokasi menjadi lokasi penginapan tenaga kesehatan.
Untuk lokasi isolasi, dalam keputusan gubernur itu diatur penempatan pasien ada tiga tahap. Tahap pertama ada lima lokasi berkapasitas 607 orang, tahap kedua ada tujuh lokasi berkapasitas 6.648 orang, dan tahap ketiga ada 19 lokasi berkapasitas 994 orang.
Untuk tahap pertama, ada lima lokasi isolasi terkendali yang dipakai, yaitu Graha Wisata TMII, Graha Wisata Ragunan, Hotel Grand Mansion Menteng, Pusdiklat Gulkarmat Ciracas, dan Masjid Raya KH Hasyim Ashari.
Menurut saya, testing di Jakarta tidak masalah. Tapi, tracing bermasalah utamanya sejak tracing dipegang kader kesehatan dan babinsa. (Tri Yunis Miko Wahyono)
Kepala Unit Pengelola Anjungan dan Graha Wisata Dinas Pariwisata dan Ekonomis Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Yayang Kustiyawan, Senin (14/6/2021), menjelaskan, untuk Graha Wisata Ragunan, dari kapasitas 200 orang, pasien Covid-19 yang sudah masuk dan tengah dirawat di Graha Wisata Ragunan ada 113 orang. Sebanyak 24 orang di antaranya masuk pada Senin ini.
Untuk Graha Wisata TMII, dari kapasitas 100 orang, pada Senin ini sesuai rencana, ada 10 pasien yang akan masuk. Namun, sampai sore ini baru masuk lima orang. ”Untuk Graha Wisata Ragunan, sudah lebih dari 50 persen kapasitas terisi,” kata Yayang.
Sesuai rencana, pengisian pasien Covid-19 ke lokasi isolasi lainnya akan dilakukan melihat keterisian lokasi isolasi di tahap pertama. Begitu lokasi isolasi tahap pertama penuh, maka pasien akan mulai ditempatkan di lokasi-lokasi isolasi tahap kedua.
Sarjoko, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, mengatakan, dalam penyiapan ruang isolasi terkendali itu, DPRKP menyiapkan dua rumah susun (rusun ), yaitu Rusun Nargrak Cilincing berkapasitas 2.550 orang dan Rusun Pasar Rumput Manggarai berkapasitas 3.968 orang.
Menurut Sarjoko, rusun menjadi lokasi isolasi pada tahap kedua sehingga saat ini belum terisi pasien.
Untuk Rusun Nagrak Cilincing, menara 1 sampai dengan menara 5 disiapkan menjadi lokasi isolasi terkendali pasien Covid-19, khususnya pasien tanpa gejala atau orang tanpa gejala. Daya tampung setiap menara adalah 255 unit dengan masing-masing unit terdiri atas dua kamar.
”Prinsipnya menara yang digunakan untuk isolasi adalah tower yang belum dihuni sehingga terpisah dengan warga yang tinggal di rusun,” kata Sarjoko.
Saat ini, BNPB/BPBD sudah menyiapkan velbed di unit hunian. ”Pemprov DKI menyiapkan sedemikian sebagai antisipasi. Jika ada kebutuhan tempat isolasi, Rusun Nagrak sudah siap,” kata Sarjoko.
Meski begitu, ia berharap rusun tidak jadi digunakan. ”Artinya kami berharap akan terjadi penurunan jumlah warga yang terpapar,” katanya.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dalam acara di PMI, menyatakan, terkait lonjakan kasus di DKI Jakarta, saat ini DKI Jakarta masih menggunakan fasilitas di Wisma Atlet. ”Kita akan konsentrasikan di situ. Apabila nanti dibutuhkan penambahan, kita sudah siapkan Rusun Nagrak untuk bisa digunakan. Di sana ada lebih dari 2.500 tempat tidur yang bisa dipakai. Jadi, kita bergeraknya bertahap saat ini konsentrasi masih tetap di Wisma Atlet,” katanya.
Anies melanjutkan, penyiapan lokasi isolasi dilakukan sebagai antisipasi lonjakan kasus. Saat ini Indonesia, termasuk Jakarta, ada sebuah gelombang baru yang tidak boleh dianggap enteng, yaitu karena lonjakan pertambahan kasus yang banyak.
Data Dinkes DKI Jakarta menyebutkan, pada 13 Juni terdapat 2.769 kasus positif, pada 12 Juni terdapat 2.455 kasus positif, pada 11 Juni terdapat 2.293 kasus positif, pada 10 Juni terdapat 2.096 kasus positif, 9 Juni 1.371 kasus positif, dan pada 8 Juni terdapat 755 kasus positif.
Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit di DKI Jakarta saat ini sudah mencapai 75 persen. Untuk tingkat keterisian tempat tidur itu, 27 persen merupakan pasien dari luar DKI Jakarta.
Anies mengajak masyarakat tetap tinggal di rumah kecuali untuk kebutuhan yang mendesak, untuk kebutuhan yang mendasar. Selebihnya, warga tinggal di rumah. Para pelaku usaha dan ekonomi, sosial, budaya, agama diminta tetap menaati protokol kesehatan.
Perluas micro-lockdown
Epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono menegaskan, dengan lonjakan kasus di DKI Jakarta, Pemprov DKI seharusnya memperluas micro-lockdown. Artinya, bila dalam satu RT terdapat lebih dari 10 kasus terkonfirmasi, seharusnya micro-lockdown tidak hanya dilakukan di RT tersebut, tetapi di seluruh area dalam satu RW yang menaungi RT tersebut.
”Misal dalam satu RW ada 10 RT. Kalau ada satu RT yang ditemukan kasus lebih dari 10, maka 10 RT itu yang di-lockdown. Kalau hanya 1 RT yang di-lockdown, tidak efektif,” katanya.
Demikian juga bila kasus ditemukan di tingkat RW, micro-lockdown diperluas ke satu kelurahan atau tingkat kecamatan. Tetapi, Pemprov DKI tetap harus terus-menerus memperhatikan penambahan kasus dalam seminggu atau per periodik.
Hal lain yang diingatkan Miko adalah kemampuan DKI melakukan penelusuran atau tracing. ”Menurut saya, testing di Jakarta tidak masalah. Tapi, tracing bermasalah utamanya sejak tracing dipegang kader kesehatan dan babinsa (bintara pembina desa),” kata Miko.
Tracing dengan tenaga itu tidak dapat menggali setiap kontak yang terjadi. Miko berpendapat seharusnya contact tracker adalah orang yang mengerti tentang penyakit. ”Kalau kader kesehatan tidak mengerti soal penyakit, apalagi babinsa,” katanya.
Gembong Warsono, anggota DPRD DKI Jakarta, juga menekankan perlunya penanganan terinci di tingkat wilayah terkecil. ”Itu sebabnya pemetaan wilayan sangat menentukan untuk mengatasi kasus Covid-19,” kata Gembong.