Kasepuhan Cibarani menutup tambang emas dan memulihkan kembali area Gunung Liman yang rusak. Dengan begitu, tidak akan timbul murka alam dan sumber penghidupan tetap lestari.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Matahari belum sepenuhnya menerangi Desa Cibarani, Kabupaten Lebak, Banten. Namun, puluhan warga sudah bergegas menuju ke lapangan desa. Mereka menenteng pacul, linggis, dan pengki pengangkut tanah.
Pagi itu, Kamis (27/5/2021), warga bergabung dengan tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI, Polri, dan Pemerintah Kabupaten Lebak. Mereka hendak menutup lubang tambang emas liar dan menanam ribuan anakan pohon di Gunung Liman.
Lebak merupakan daerah tangkapan air sehingga hutan harus dijaga dan dilindungi. (Nana Sunjana)
Ketua Adat Kasepuhan Cibarani Dulhani mengatakan, upaya itu bukan hanya untuk memulihkan dan menjaga lingkungan semata. Warga setempat khawatir terjadi murka alam yang berujung pada penderitaan.
”Gunung Liman sakral. Tidak boleh dirusak. Pamali, bisa menimbulkan bencana. Banyak orang akan menderita,” ujarnya
Warga meyakini kerusakan akan menimbulkan kualat. Bentuknya kasantap, kabadi, dan kasibat yang berarti kesambet atau kemasukan makhluk halus. Lebih dari itu bisa terjadi angin puting beliung, terjangan banjir, dan kebakaran hebat yang akan meluluhlantakkan desa.
Kepala Desa Cibarani ini menyebutkan, hukum adat mewajibkan warga secara turun-temurun menjaga gunung dari jamahan tangan serakah dan tak bertanggung jawab. Berbagai kerusakan yang timbul karena ulah manusia harus sesegera mungkin diperbaiki. Tidak hanya itu, aktivitas bertani, berkebun, berladang, atau masuk ke hutan ditiadakan setiap Selasa dan Jumat.
”Warga yang melanggar aturan harus diarak dan dimandikan kembang tujuh rupa supaya sadar dari kasantap. Kalau tidak diselesaikan, alam akan marah,” katanya.
Dia pun berharap pemulihan dan penghijauan hulu Cibarani yang rusak oleh aktivitas tambang liar bisa berjalan dengan lancar. Bahkan, ke depannya tidak akan ada lagi aktivitas tambang emas karena mengancam hajat hidup banyak orang.
Selamatkan hutan
Awal tahun 2021, gurandil atau mereka yang menambang emas, mulai menjamah Gunung Liman. Padahal, warga menganggap gunung itu sebagai titipan Sang Khalik kepada warga Kasepuhan Cibarani yang harus dijaga sepanjang hayat.
Selama empat bulan beroperasi secara sembunyi-sembunyi, para gurandil membuat 54 lubang tambang. Lubang-lubang berukuran 1-3 meter dengan kedalaman 4 meter itu tersebar di lereng gunung.
Mereka juga memotong dan merobohkan pepohonan untuk memudahkan penggalian. Batang-batang pohon dibiarkan begitu saja di sekitar lokasi tambang.
Warga yang mengetahui aktivitas gurandil lantas mengadu kepada aparat penegak hukum. Mereka khawatir murka alam dan kehilangan sumber penghidupan.
Namun, gurandil begitu lihai. Mereka kerap meninggalkan lokasi sebelum aparat penegak hukum datang. Hingga kini, aparat masih berupaya mengidentifikasi para gurandil tersebut.
Kepala Subdirektorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Jawa dan Bali Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK Taqiuddin menyampaikan, warga pertama kali mengetahui aktivitas tambang emas ilegal pada Februari 2021. Mereka langsung melaporkan temuan tersebut supaya segera ditindak.
”Warga resah karena ada aktivitas tambang. Ekosistem rusak, pohon-pohon ditebang dan roboh karena galian. Otomatis fungsi hutan terganggu dan mengancam sumber mata air utama warga sekitar,” ucapnya.
Tim gabungan pun secara bertahap menutup lokasi tambang. Terakhir, mereka bersama warga menutup puluhan lubang dengan tanah bekas galian dan menanam 1.200 pohon. Bibit pohon endemik itu, di antaranya rasamala, puspa, petai, dan jengkol.
Tim gabungan juga memasang setidaknya lima papan peringatan di akses masuk dan sekitar lereng gunung. Papan peringatan bertuliskan larangan merusak hutan atau menambang di dalam kawasan hutan adat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak Nana Sunjana menambahkan, pihaknya terus memantau lahan kritis dan kualitas air di wilayah Lebak. Mereka memerlukan koordinasi lebih intensif seperti yang dilakukan tim gabungan supaya hutan terlindungi.
”Lebak merupakan daerah tangkapan air sehingga hutan harus dijaga dan dilindungi,” ujarnya.
Desa barokah
Warga Cibarani menyebut wilayahnya sebagai desa barokah karena sumber mata air dan hutan dari Gunung Liman membawa banyak berkah. Salah satunya hasil pertanian dan perkebunan yang menyejahterakan 1.900 warga.
Mereka mampu berdaya dengan cengkeh, durian, kopi, gula aren, dan lainnya. Hasil bumi itu dijual ke Rangkasbitung yang berjarak 65 kilometer dengan waktu tempuh 2,5 jam. Rutenya berkelok-kelok dengan kondisi jalan beraspal dan sebagian jalan tanah berbatu atau rabat.
Tanpa menambang kami bisa sejahtera. Semua karena alam yang terjaga. (Asdi)
Terkadang warga juga menjajakan hasil bumi ke Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan DKI Jakarta. Mereka belum maksimal memasarkan hasil bumi secara daring karena jaringan telekomunikasi belum stabil. Bar penanda sinyal di gawai masih naik turun atau muncul tanda silang di titik-titik tertentu.
Asdi (33), salah satu petani misalnya. Dia menjajakan durian dengan mobil pikap ke Kabupaten Tangerang hingga Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, setiap musim panen. Keuntungannya besar, bisa mencapai belasan juta rupiah.
”Tanpa menambang kami bisa sejahtera. Semua karena alam yang terjaga,” ujarnya.
Sama halnya dengan Argadi (50). Petani ini bersyukur tidak pernah kekurangan bahan pangan. Dia bisa memanfaatkan nira untuk diolah menjadi gula aren. Gula aren berbentuk batangan itu lantas dijual ke pasar di Kecamatan Cirinten hingga pasar di Rangkasbitung.
”Hasilnya bisa sekolahkan anak, bangun rumah permanen, dan banyak lagi,” katanya.
Rodum (72), salah satu sesepuh di desa, juga berpikir bahwa alam telah banyak memberi berkah pada warga. Itu berarti jangan sampai warga merusak alam. ”Kalau rusak jelas akan terjadi bencana. Sumber mata air rusak, sumber makanan hilang, hanya tersisa ratapan,” ucapnya.
Itulah ikhtiar Kasepuhan Cibarani. Mereka hidup dari alam sehingga berkewajiban menjaganya agar berumur panjang. Tambang emas liar lebih membawa duka bagi warga desa daripada kesejahteraan.