Sejak 8 Juni Semua Pasien Tanpa Gejala Keluar dari Hotel Isolasi
Karena kehabisan dana, BNPB menghentikan sementara pembiayaan hotel-hotel isolasi pasien Covid-19 tanpa gejala. Disparekraf DKI memastikan hotel tak lagi menerima pasien OTG mulai 8 Juni.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta memastikan, per 8 Juni 2021, sudah tidak ada pasien tanpa gejala yang menjalani isolasi mandiri di hotel-hotel di DKI Jakarta. Hal itu berkaitan dengan penghentian sementara pendanaan bagi hotel-hotel yang dipakai sebagai lokasi isolasi mandiri pasien Covid-19 tanpa gejala dan penginapan tenaga kesehatan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Rus Suharto, Kepala Suku Dinas Parekraf Jakarta Timur yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hotel Isolasi Orang Tanpa Gejala (OTG) dan Tenaga Kesehatan Dana Siap Pakai BNPB, Kamis (10/6/2021), membenarkan, dengan adanya penghentian pembiayaan itu, dari hasil rapat antara Disparekraf dan BNPB, mulai 8 Juni 2021 setiap hotel di DKI Jakarta diarahkan untuk tidak menerima pasien isolasi mandiri.
Disparekraf DKI menyebutkan, tunggakan Rp 196 miliar, sedangkan data BNPB menyebut tunggakan pembayaran hotel Rp 140 miliar.
Berdasarkan data Disparekraf, hotel di wilayah DKI Jakarta yang dipakai sebagai tempat isolasi mandiri pasien OTG 16 hotel, terdiri dari 11 hotel dan 6 homestay. Sementara hotel yang dipakai sebagai tempat penginapan tenaga kesehatan sebanyak 15 hotel.
”Kami sudah memberitahukan kepada setiap hotel yang menjadi lokasi isolasi mandiri pasien OTG untuk tidak menerima pasien sejak 20 Mei 2021. Jadi (pasien dan tenaga kesehatan), tidak tiba-tiba dan tidak ada yang dipindahkan,” kata Rus.
Penghentian pembiayaan itu terjadi karena BNPB kehabisan dana. BNPB pun menunggak pembayaran atas hotel-hotel itu.
Berdasarkan data Disparekraf, tunggakan pembayaran atas penggunaan hotel-hotel itu Rp 195 miliar. Adapun pembiayaan yang sudah dibayar BNPB sebelum rapat penghentian sebesar Rp 60 miliar yang dibayarkan dalam dua tahap pembayaran masing-masing Rp 30 miliar.
Namun, untuk kepastian besaran tunggakan masih akan ada pembahasan kembali antara Disparekraf DKI Jakarta dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama BNPB. Hal itu karena data Disparekraf DKI menyebutkan tunggakan Rp 196 miliar, sedangkan data milik BNPB menyebutkan tunggakan pembayaran Rp 140 miliar.
”Minggu depan kami akan mengadakan rapat membahas itu,” kata Rus.
Sambil menunggu pembahasan itu, menurut Rus, untuk penempatan pasien Covid-19, Pemprov DKI masih menggunakan Wisma Atlet. Selain itu, disiapkan juga sejumlah lokasi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan, pemerintah tidak menerima pasien baru pada H-10 menjelang masa kontrak habis. Contohnya, jika kontrak hotel isolasi selesai pada 31 Mei, pemerintah tak lagi menerima pasien baru sejak 20 Mei.
”Jadi, tinggal menghabiskan orang yang melanjutkan masa isolasi saja,” jelas Dwi.
Dengan penghentian itu, para tenaga kesehatan yang masih menggunakan hotel mulai dipindahkan. Budiono, Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan, ada dua gedung sekolah yang dipakai sebagai tempat penginapan baru bagi tenaga kesehatan, yaitu SMK 57 dan SMK 24, yang merupakan sekolah kejuruan perhotelan. Pada Rabu (9/6/2021), para tenaga kesehatan sudah mulai menghuni kedua SMK tersebut.
Penempatan tenaga kesehatan di gedung sekolah itu sesuai dengan keputusan gubernur terbaru tentang lokasi isolasi mandiri dan lokasi penginapan tenaga kesehatan terkait penghentian pembiayaan oleh BNPB.
Dwi melanjutkan, penempatan tersebut merupakan bagian dari skenario mitigasi untuk pasien Covid-19 yang harus diisolasi ketika hotel sudah tidak bisa dipergunakan.
Skenario pertama adalah menyiapkan sejumlah tempat isolasi terkendali berdasarkan tingkat kebutuhan. Jika skenario pertama tdak mencukupi, ada skenario kedua dan ketiga dengan menambah jumlah lokasi isolasi bagi pasien Covid-19 tanpa gejala.