Saat Kantor Polisi Jadi Saksi Bentrokan Antarormas
Pengamat sosial dari Institute Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Hamluddin, menilai tingkah organisasi kemasyarakatan yang memicu bentrokan di depan kantor polisi merupakan bentuk teror kepada masyarakat.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Tindakan sekelompok orang yang menyebut diri anggota organisasi masyarakat kian meresahkan warga di Bekasi, Jawa Barat. Padahal organisasi masyarakat seharusnya menjadi mitra pemerintah yang turut serta berkontribusi membangun daerah.
Konflik antarormas kembali terjadi di Kota Bekasi, Selasa (8/6/2021) malam. Tak tanggung-tanggung, lokasi bentrokan antarormas itu terjadi di depan kantor Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota.
Menurut Wakil Kepala Polres Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Alfian Nurrizal, bentrokan antarormas yang terjadi di depan Kantor Polres Metro Bekasi Kota berawal dari persoalan utang piutang. Saat itu, salah satu warga yang bernama Ika meminjam uang ke koperasi yang dimiliki perseorangan atau secara bersama-sama oleh salah satu ormas di kota itu.
”Menurut kami, sampai saat ini berdasarkan hasil penyelidikan, itu koperasi gelap, mirip rentenir. Tujuan koperasi itu menyejahterakan anggota. Kalau ini simpan pinjam, tetapi sistemnya seperti bank, ada bunganya,” kata Alfian, Rabu (9/6/2021) di Bekasi.
Ormas sejatinya memiliki filosofi ikut mengayomi masyarakat. Namun, dalam perjalanannya sebagian ormas kini cenderung merasa berhak untuk ikut mengatur sistem sosial kemasyarakatan. (Hamludin)
Sistem yang mirip rentenir itu terlihat dari pinjaman yang dilakukan oleh Ika sebesar Rp 3,5 juta. Dari jumlah pinjaman itu, uang yang diterima hanya Rp 3,2 juta lantaran pihak koperasi memotong Rp 300.000. Proses pengembaliannya diangsur selama 7 kali dengan biaya angsuran tiap bulan Rp 700.000.
Ika yang merasa kesulitan melunasi utang itu kemudian meminta bantuan kepada anggota ormas berbeda. Kedua ormas itu kemudian bertemu di wilayah Bekasi Timur dan sempat terjadi percekcokan dan saling dorong.
”Akhirnya ormas Gempa berpikir untuk menyelesaikan masalah ini di Polres. Tetapi, saat sampai sini, massa ormas PBB juga sudah berjubel. Terjadi lagi cekcok di situ sampai ada penganiayaan,” kata Alfian.
Akibat bentrokan dan penganiayaan itu, tiga anggota ormas PBB menderita luka-luka. Sementara itu, dari ormas Gempa, polisi menangkap 26 orang untuk dilakukan penyelidikan. Polisi juga sudah menyita sejumlah alat bukti dari para saksi, pelaku, dari sejumlah pihak yang memprovakasi agar terjadi bentrokan.
”Semalam, kami selesaikan sampai dini hari. Memang sempat ada provokasi, tetapi karena di masa pandemi agar tidak jadi kluster baru Covid-19, mereka kami dorong untuk membubarkan diri,” ucap Alfian.
Berulang
Tingkah ormas yang memicu konflik dan bertentangan dengan hukum merupakan masalah laten yang terus terjadi di Bekasi. Satu bulan terakhir terjadi beberapa konflik yang melibatkan anggota ormas.
Salah satu anggota Dinas Perhubungan Kota Bekasi dikeroyok oleh sejumlah orang dari salah satu ormas saat sedang bertugas mengatur lalu lintas di Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi, pada 18 Mei 2021. Buntut dari pengeroyokan itu, polisi menangkap tiga anggota ormas itu dan ditetapkan sebagai tersangka.
Di Kabupaten Bekasi, dua kubu ormas juga nyaris terlibat bentrokan di depan kantor PT Suzuki Indomobil Jalan Diponegoro, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, pada 2 Juni 2021. Polisi dibantu aparatur TNI tiba tepat waktu sehingga bentrokan tidak terjadi. Petugas berhasil mengendalikan situasi dan meringkus sejumlah anggota ormas yang membawa senjata tajam.
”Kami bawa dua orang dari kubu ormas berikut senjata tajam. Kami pindahkan ke polres,” kata Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Komisaris Besar Hendra Gunawan, Rabu (2/6/2021).
Teror bagi masyarakat
Menurut pengamat sosial dari Institute Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Hamluddin, tingkah organisasi kemasyarakatan yang memicu bentrokan di depan kantor polisi dinilai merupakan bentuk teror kepada masyarakat. Masyakat bakal hidup dalam kecemasan karena tindakan ormas yang kian berani bahkan di depan hidung aparatur penegakan hukum.
”Ketika ada perkelahian di depan kantor polisi, itu teror bagi masyarakat. Masyarakat merasa tidak aman lagi, jangankan di kampung atau di perumahan, di depan kantor polisi saja mereka berkelahi,” kata Hamludin.
Hamluddin mengatakan, ormas sejatinya memiliki filosofi ikut mengayomi masyarakat. Namun, dalam perjalannya sebagian ormas kini cenderung merasa berhak untuk ikut mengatur sistem sosial kemasyarakatan.
”Ada beberapa ormas yang merasa paling berhak mengatur sistem sosial di dalam masyarakat sehingga cenderung mengambil jalur kekerasan. Artinya, mereka telah melupakan filosofi berdirinya ormas,” ucap Hamluddin.
Bekasi merupakan salah satu wilayah yang paling subur berkembangnya ormas. Berkembang dan tumbuhnya ormas merupakan amanat konstitusi sebagai bagian dari hak warga negara atas kebebasan untuk berkumpul dan berpendapat.
Daerah juga memberikan kebebasan dan ruang kepada ormas untuk ikut serta terlibat dalam pembangunan di daerah. Namun, kepercayaan yang diberikan pemerintah daerah tidak diikuti dengan kontrol yang baik oleh pemerintah.
”Ormas itu mitra pembangunan pemerintah. Tetapi, ketika mitra ini tidak bisa dikontrol perilakunya kepada masyarakat ini berbahaya karena mereka akan cenderung berjalan sendiri,” kata Hamluddin.
Keberadaan ormas di Bekasi merupakan salah satu mitra penting dari pemerintah dalam menyukseskan setiap pembangunan di daerah tersebut. Namun, kehadiran pemerintah kian dibutuhkan agar potensi yang dimiliki tidak salah sasaran dan berujung pada meluasnya konflik horizontal.