Pengamat transportasi publik menyarankan penerapan aturan ganjil genap ditunda karena pandemi masih berlangsung. Apabila diterapkan, dikhawatirkan meningkatkan angka terduga Covid-19 dari pengguna angkutan umum.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebaiknya menunda penerapan kebijakan pembatasan kendaraan ganjil genap. Dishub DKI diminta belajar dari penerapan ganjil genap tahun lalu saat pandemi yang justru membuat penumpukan penumpang dan meningkatkan angka terduga Covid-19.
Deddy Herlambang, Direktur Institut Transportasi (Instran), Kamis (3/6/2021), menjelaskan, ketika Dishub DKI mau menerapkan ganjil genap, ada dua pertanyaan yang mesti dipertimbangkan. Pemerintah Provinsi DKI hendak memprioritaskan mencegah sebaran Covid-19 ataukah hendak mencegah kemacetan lalu lintas.
Apabila prioritas Dishub DKI adalah mencegah sebaran Covid-19, sebaiknya ganjil genap tidak diterapkan dulu. Apabila kebijakan ganjil genap diterapkan, akan terjadi penumpukan penumpang yang berkorelasi dengan munculnya kluster baru dari pengguna angkutan umum massal, baik di kereta komuter maupun bus umum.
Deddy pun mengacu pada pengalaman tahun lalu, yaitu saat DKI Jakarta masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, Pemprov DKI mulai menerapkan ganjil genap. ”Pengalaman pertengahan tahun 2020, ketika ganjil genap diberlakukan, penumpang KRL menumpuk. Akibatnya, angka kenaikan suspect Covid-19 meningkat pula,” jelasnya.
Pengalaman pertengahan tahun 2020, ketika ganjil genap diberlakukan, penumpang KRL menumpuk. Akibatnnya, angka kenaikan suspect Covid-19 meningkat pula.
Saat penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro hari ini, hingga kini kapasitas angkutan umum massal KRL masih dibatasi 40-50 persen sehingga tidak ada keseimbangan jika ganjil genap diberlakukan.
Apabila dishub melakukan rekayasa di hulu, semisal pengaturan jumlah karyawan yang bekerja di kantor (work from office) dan bekerja di rumah (work from home), perlu dicermati WFH hanya untuk pekerja formal. Sementara para pekerja informal ”tidak” dapat WFH karena mereka harus bekerja di lapangan.
Di sisi lain, jumlah pekerja informal justru lebih banyak daripada jumlah pekerja formal. Secara umum, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total pekerja Indonesia usia 15 tahun ke atas per Agustus 2019 sebanyak 126,51 juta orang. Persebaran terbanyak terdapat pada pekerja informal, yaitu mencapai 70,49 juta orang. Angka ini lebih tinggi daripada pekerja formal yang 56,02 juta orang.
Dengan kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang kembali naik, menurut Deddy, lebih baik penerapan ganjil genap ditunda dulu. ”Yang terpenting kita berhasil menekan sebaran virus di sektor transportasi dan seiring linier roda perekonomian terus melaju. Kecuali jika semua lapisan masyarakat sudah mendapatkan vaksin, rekayasa ganjil genap dapat diterapkan lagi,” ucap Deddy.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, di Balai Kota DKI Jakarta, menjelaskan, untuk kebijakan ganjil genap memang DKI Jakarta belum akan menerapkan. Bahwa Dishub DKI tengah berencana menerapkan ganjil genap secara bertahap, menurut dia, hal itu mengemuka dalam diskusi virtual yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Rabu (2/6/2021).
”Justru kami tengah menunggu rekomendasi teknis dari DTKJ terkait hasil webinar pada Rabu kemarin,” kata Syafrin.
Hasil rekomendasi itu akan dilakukan kajian komprehensif karena banyak aspek yang perlu jadi pertimbangan. Syafrin melanjutkan, keselamatan warga Jakarta menjadi prioritas utama sehingga seluruh kebijakan diambil secara terintegrasi. Kebijakan yang dimaksud, yaitu yang terintegrasi dengan kebijakan pusat, dengan kawasan Jabodetabek, dan di dalam Jakarta sendiri terintegrasi dengan penanganan Covid-19 dari hulu ke hilir.
”Dengan demikian, semua kebijakan ganjil genap sampai saat ini tetap menunggu hasil kajian. Jumlah kasus Covid-19 menjadi salah satu faktor utama kajian,” kata Syafrin.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik menilai, saat sekarang tepat untuk penerapan kembali aturan ganjil genap. ”Ganjil genap ini salah satu instrumen untuk menanggulangi kemacetan. Justru harusnya diperluas,” katanya.
Meski saat ini masih pandemi, lanjut Taufik, hal itu tidak menjadi soal. Sebab, ia melihat di Jakarta saat ini kemacetan sudah mulai kembali terasa, seperti saat situasi normal tanpa pandemi. ”Menurut saya, ganjil genap penting sebagai salah satu instrumen penanggulangan kemacetan di saat kapan pun,” katanya.