Orang dengan Gangguan Jiwa Jadi Penerima Vaksin Prioritas
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menginstruksikan untuk menambah jatah vaksin di Kota Bogor sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kementerian Kesehatan bersama Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, berkolaborasi memberikan vaksinasi kepada orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor. Selain perhatian khusus kepada ODGJ, Kota Bogor akan menjadi kota prioritas untuk menerima tambahan vaksin.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat meninjau pelaksanaan vaksinasi di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi mengatakan, vaksinasi kepada ODGJ merupakan pertama kali dilaksanakan di Indonesia. Kota Bogor menjadi kota percontohan dan diharapkan kota lainnya dan rumah sakit seluruh Indonesia akan mengikuti pelaksanaan vaksin kepada ODGJ.
”Banyak dari mereka punya penyakit penyerta. Mereka tidak bisa menceritakan langsung kondisi kesehatannya sehingga perlu ada perhatiaan khusus. Dari penyakit penyerta itu mereka lebih rawan terpapar Covid-19 daripada orang normal. Teman-teman ODGJ juga harus mendapat perhatian dan atensi. Oleh karena itu, langkah ini untuk memberikan prioritas vaksinasi kepada ODGJ,” kata Budi, Selasa (1/6/2021).
Direktur Utama Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Fidiansjah, menuturkan, 34 orang menerima vaksinasi dari total sasaran 100 orang.
ODGJ yang menerima vaksin sudah melalui persetujuan pihak keluarga dan proses pemeriksaan kesehatan. Mereka yang lolos fase rehabilitasi dan dinyatakan stabil boleh menerima vaksin.
”Masih ada beberapa yang perlu persetujuan keluarga. Jadi, memang perlu penanganan khusus. Mereka harus dalam kondisi tenang dan stabil,” kata Fidiansjah.
Fidiansjah mengatakan, vaksinasi untuk ODGJ tidak berhenti hari itu saja. Dinas Kesehatan Kota Bogor sudah mendaftar 1.000 sasaran penerima vaksin untuk ODGJ. Sasaran penerima vaksin tidak hanya di rumah sakit, tetapi juga yang berstatus rawat jalan.
”Ini menjadi perhatian dan atensi dari Menkes dan Wali Kota Bogor kepada ODGJ,” katanya.
Budi melanjutkan, selain prioritas vaksinasi ODGJ, dari arahan Presiden Joko Widodo, Jabodetabek menjadi target percepatan sasaran vaksinasi. Khusus Kota Bogor suplai vaksinasi saat ini masih jauh dari target sasaran.
”Di DKI Jakarta itu sudah 40 persen cakupan vaksinasi dari total target. Bogor vaksinnya masih jauh. Oleh karena itu, kami akan memberikan vaksin di Kota Bogor supaya lebih banyak menerima dan cakupan targetnya tinggi. Bogor tidak bisa dilihat sebagai satu daerah yang berbeda, ini satu kluster di Jabodetabek,” tutur Budi.
Vaksin tambahan
Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, target penerima vaksin di Kota Bogor mencapai 800.000 orang. Saat ini warga yang sudah menerima vaksin sebanyak 150.000 orang. Rendahnya target cakupan penerima vaksin membuat Pemkot Bogor meminta Kemenkes mengalokasikan vaksin tambahan untuk warga Bogor.
Menurut Bima, ada kelemahan distribusi vaksin ke sejumlah daerah. Bantuan vaksin dari pemerintah pusat harus melalui atau dikirim ke Provinsi Bandung. Setelah itu baru didistribusikan ke sejumlah kota dengan jatah dosis yang sama.
”Rantai distribusi vaksin harus dipotong. Jadi tidak ke Bandung dulu lalu dikirim ke Bogor. Itu lama. Pak Menteri sudah minta dievaluasi dan menginstruksikan menambah jatah vaksin di Kota Bogor. Ini juga sesuai arahan Presiden. Beliau menekankan Jabodetabek menjadi prioritas utama karena Bogor sebagai daerah penyangga Jakarta sehingga rawan,” kata Bima.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogot, jumlah stok vaksin Covid-19 per 27 Mei 2021 ada 1.000 vial vaksin untuk 5.000 orang. Dinkes Kota Bogor sudah mengajukan permintaan kepada Kementerian Kesehatan sebanyak 16.000 vial vaksin untuk memenuhi kebutuhan vaksin bagi pelayan publik dan orang lanjut usia.
Budi menambahkan, warga untuk tidak takut menerima vaksin agar meningkatkan kekebalan komunal dan menekan potensi penularan Covid-19 lebih luas. Selain itu, perlu juga dibarengi dengan kepatuhan protokol kesehatan seperti tidak dalam kerumunan, jaga jarak, menggunakan masker yang benar, dan sering mencuci tangan.
Edukasi kepatuhan protokol kesehatan, kata Budi, masih harus terus digencarkan dan tidak boleh berhenti. Hal ini tak lepas dari peningkatan tren kasus secara nasional karena larangan mudik dan pembatasan mobilitas tidak sepenuhnya dipatuhi warga. Berdasarkan prediksi puncak kasus terjadi pada akhir Juni atau awal Juli.
”Konfirmasi kasus naik, tetapi kapasitas rumah sakit masih di bawah. Secara nasional kita ada 72.000 tempat tidur, kemarin sudah terisi 20.000 dan naik 24.000. Oleh karena itu, 3T harus maksimal. Protokol kesehatan ketat. Ini agar penanganan di rumah sakit maksimal. Jika rumah sakit penuh, berdampak pada penanganan pasien,” tuturnya.