Satgas Covid-19 Kota Bogor Kerahkan 25 Ambulans Lakukan Tes Usap PCR Warga Griya Melati
Dalam masa Lebaran dan setelahnya, kepatuhan masyarakat di masa itu sangat rendah, yakni di bawah 60 persen. Ini menjadi perhatian bersama, pemerintah dan masyarakat juga. Mengendurkan prokes akan jadi kebiasaan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Jumlah kasus positif Covid-19 di kluster perumahan Griya Melati, Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, terus bertambah menjadi 65 orang. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor terus meningkatkan tracing, testing, dan treatment atau lacak, uji, dan tangani dengan mengerahkan 25 ambulans untuk pelaksanaan tes usap PCR kepada seluruh warga perumahan Griya Melati.
”Dari hasil penelusuran dan tes usap PCR 252 warga Griya Melati, ada 65 kasus positif Covid-19. Kami terus berupaya maksimal dan gencarkan 3T. Berdasarkan data ada 660 warga Griya Melati. Dari 660 warga, baru 252 warga yang menjalani tes. Hari ini kami teruskan tes usap PCR untuk seluruh warga,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya di Bogor, Rabu (26/5/2021).
Bima menjelaskan, Satgas Covid-19 Kota Bogor mengerahkan 25 ambulans dari sejumlah puskesmas Kota Bogor untuk melaksanakan tes usap PCR kepada warga penghuni 220 rumah di Griya Melati. Satu ambulans akan melayani 10-20 warga di setiap blok perumahan. Warga yang belum dan sudah menjalani tes usap antigen dan hasilnya nonreaktif juga akan menjalani tes ulang melalui tes usap PCR.
Dari hasil penelusuran kontak erat, kata Bima, munculnya kluster perumahan Bubulak karena ada kegiatan keagamaan. ”Hasil evaluasi Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor, kesimpulannya penularan terjadi karena kegiatan iktikaf, shalat Jumat, dan shalat Idul Fitri. Kasus kluster Bubulak menjadi perhatian dan fokus penanganan kami. Pengawasan dan pembatasan ketat di perumahan. Kebutuhan warga juga akan kami perhatikan,” lanjut Bima.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, warga yang terkonfirmasi positif akan menjalani perawatan intensif di pusat isolasi Pusat Diklat BPKP Ciawi. Dari 65 warga, ada tiga anak balita yang dievakuasi ke pusat isolasi. Saat ini tiga anak balita itu dalam pemantauan dokter dan keadaannya sehat.
”Kondisi tiga anak balita sehat. Memang rata-rata warga yang terkonfirmasi positif menunjukan gejala ringan dan tidak ada gejala. Selain testing, kami upaya maksimal perawatan juga. Sudah ada satu warga yang sembuh,” kata Retno.
Kepatuhan rendah
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, setelah menetapkan kasus kluster perumahan Griya Melati sebagai kejadian luar biasa (KLB), saat ini kondisi pandemi Covid-19 masih belum aman. Pemkot Bogor pun terus mengingatkan kepada semua pihak untuk tetap waspada.
Menurut Dedie, kejadian di perumahan Griya Melati menjadi peringatan untuk semua orang agar tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan sebagai kunci mencegah penyebaran Covid-19. Sikap abai terhadap protokol kesehatan tidak hanya merugikan diri, tetapi juga keluarga dan lingkungan.
Pemerintah sudah mengambil kebijakan-kebijakan, seperti larangan mudik, halalbihalal, jangan berkerumun, dan harus menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Itu semua sudah seharusnya diikuti masyarakat.
”Sampai saat ini kesadaran masyarakat perlu terus ditumbuhkan. Jangan pemerintah bekerja keras sendirian, tetapi masyarakat ’memproduksi’ Covid-19. Sekarang juga kami kombinasikan antara pemberian vaksin, promotif, dan preventif, termasuk kuratif. Namun, jangan kemudian abai dan terjadi kasus seperti di Griya Melati,” kata Dedie.
Dedie kembali menyinggung kekhawatirannya terkait potensi lonjakan kasus setelah libur Lebaran. Status Kota Bogor dalam tiga bulan terakhir masih berada di zona oranye. Padahal, saat ini, Pemkot Bogor sedang mempersiapkan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) sekolah menghadapi tahun ajaran baru bulan Juli mendatang. Kluster perumahan Bubulak menjadi sinyal kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19 dan bisa menjadi penghambat mengelar uji coba PTM di Kota Bogor.
Pemerintah, kata Dedie, sudah mengingatkan terkait larangan mudik. Larangan itu dalam rangka mencapai target PTM pada Juli. Persyaratan PTM harus dilaksanakan dengan status wilayah di zona kuning atau zona hijau. Sementara Kota Bogor masih berstatus zona oranye. Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan akan merugikan masyarakat sendiri.
”Anak-anak sudah satu setengah tahun tidak ke sekolah. Ibu-ibu yang anaknya sekolah jarak jauh atau daring sekarang menjadi darting (darah tinggi). Namun, ternyata dalam praktiknya yang melanggar masyarakat juga,” ujar Dedie.
Untuk itu, Dedie mengingatkan, bagi siapa pun yang nekat mudik pada Idul Fitri kemarin dan kembali ke Kota Bogor, harus membawa hasil negatif tes usap PCR. Pengurus lingkungan dan polisi terus memantau kepatuhan warga.
”Ini cara kami bersama untuk mengurangi risiko peningkatan jumlah kasus harian. Ketakutan kita, pascalibur Idul Fitri ini akan meningkat. Kita juga tidak bisa terlalu memberikan toleransi kepada mereka yang mudik. Boleh mudik, tetapi tidak boleh balik ke Bogor,” katanya.
Tim Bidang Perubahan Perilaku dari Satgas Nasional Penanganan Covid-19, Djazuli Chalidyanto, mengatakan, dari pantauan mobilisasi penduduk dan dinamika perilaku masyarakat, terutama menjelang dan pada saat libur Lebaran, ada penurunan kepatuhan protokol kesehatan di lingkungan masyarakat.
”Sejak Januari terjadi penurunan kepatuhan masyarakat terhadap prokes. Terus terang ini sangat mengkhawatirkan. Dalam masa Lebaran dan setelahnya, kepatuhan masyarakat di masa itu sangat rendah, yakni di bawah 60 persen. Ini menjadi perhatian bersama, pemerintah dan masyarakat juga. Mengendurkan prokes itu nanti akan jadi kebiasaan,” kata Djazuli.
Begitupun kasus yang terjadi di Kota Bogor, kata Djazuli, hal itu terjadi karena ketidakpatuhan dan longgarnya protokol kesehatan, seperti tidak menjaga jarak, sehingga banyak yang terkena dampak Covid-19.
”Kita tidak tahu ada kegiatan keagamaan yang dilakukan di sana. Hal ini menjadi tantangan yang luar biasa untuk kota Bogor. Tracing, testing, dan treatmentharus kuat dan maksimal untuk memastikan tidak menyebar,” kata Djazuli.