Kluster Pasca-Lebaran Bermunculan, Jakarta Wajib Siaga
Kluster Covid-19 di permukiman muncul terkait halalbihalal dan balik dari pulang kampung. Pengetesan dan karantina menjadi salah satu tahapan penting mencegah penularan.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kluster permukiman bermunculan di DKI Jakarta pascamudik Lebaran. Dinas Kesehatan DKI Jakarta diminta meningkatkan kesiagaan dalam mengantisipasi peningkatan kembali kasus Covid-19 di Jakarta.
Yang terbaru, sebanyak 14 warga RT 004 RW 002 Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, terkonfirmasi positif. Mereka terdiri atas tiga warga yang terkonfirmasi positif setelah mudik. ”Yang 11 warga positif karena kegiatan di RT itu saat Lebaran,” ujar Adi Surya, Lurah Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa.
Sebelumnya, kluster permukiman muncul di RT 003 RW 003 Cilangkap, Jakarta Timur. Saat ini, 104 warga satu RT terkonfirmasi positif Covid-19. Sebagian dirawat di RSDC Wisma Atlet. Di Ciracas, Jakarta Timur, sejumlah warga dalam satu RT juga terkonfirmasi korona sehingga diterapkan karantina mikro.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Mohammad Arifin, Selasa (25/5/2021), menegaskan, mencermati data kasus harian Covid-19 di Jakarta, terdapat peningkatan cukup drastis. Jika pada 16 Mei hanya 161 kasus baru dan 18 Mei ada 291 kasus baru, pada 22 Mei mulai terjadi lonjakan dengan terkonfirmasi 932 kasus baru dan pada 23 Mei ditemukan 867 kasus baru.
”Kewaspadaan dan kesiagaan jajaran dinas kesehatan diperlukan, mengingat di masyarakat mungkin masih akan ada kegiatan pertemuan dalam rangkaian Lebaran ataupun kunjungan-kunjungan yang dilakukan ke tempat wisata di musim liburan ini,” ujar Arifin, Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta.
Kewaspadaan penting karena sebagian warga juga baru mudik setelah berakhirnya penyekatan mobilitas penduduk selama Lebaran. Warga tersebut sangat mungkin pada hari-hari ini baru kembali ke Jakarta. Berbagai aktivitas tersebut berpotensi meningkatkan kasus harian baru Covid-19 di Jakarta.
Ia meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama satgas Covid-19 di semua tingkatan terus melakukan imbauan ke masyarakat agar tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan keramaian dan selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan, terutama memakai masker dan menjaga jarak.
”Masyarakat sudah longgar dalam menjalankan 3M yang mungkin karena sudah jenuh, terlalu lama pandemi berlangsung,” katanya.
Arifin juga meminta satgas Covid-19 melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat untuk tes usap antigen dan karantina mandiri bagi warga yang baru datang dari kampung halaman dan melakukan perjalanan jauh.
Dicky Budiman, ahli epidemiologi dari Griffith University, secara terpisah menjelaskan, Indonesia dalam level penularan di komunitas itu sudah ada sejak April 2020. ”Jadi ketika ada kerumunan, potensi besar tidak hanya di DKI Jakarta, tetapi di semua komunitas ada,” ucapnya.
Untuk itu, masyarakat sebaiknya menjauhi kerumunan, keramaian, dan membatasi mobilitas. Dalam kaitan dengan halalbihalal, sudah jelas bahwa pada situasi saat ini tidak ada wilayah di Indonesia dalam kategori layak dan aman untuk melakukan hal itu.
”Apalagi dengan positivity rate yang masih tinggi, dengan laju prevalensi yang tinggi, ditambah dengan ancaman varian baru yang lebih cepat menular, dan kita belum bisa deteksi dengan memadai, ya, ini namanya mengundang masalah,” lanjutnya.
Itu sebabnya, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, harus betul-betul konsisten dan berkomitmen. ”Dua hal ini yang selalu menjadi PR besar di Indonesia di setiap level pemerintahan dalam menerapkan apakah itu 3T ataukah 5M,” ujar Dicky.
Selain oleh masyarakat, kluster-kluster halalbihalal yang dilakukan pemerintahan juga banyak. ”Nah, itu yang membuat situasinya di Indonesia tidak terkendali dan menghadapi masa yang kritis saat ini, bahkan bisa sampai akhir tahun,” katanya.
Dengan hal seperti ini, Dicky mengimbau tidak hanya kepada DKI, tetapi juga semua yang mengadakan halalbihalal untuk memeriksa semua yang hadir. ”Tes tetapi sambil karantina. Bukan hanya tes hasil negatif, terus tidak karantina,” ucapnya.
Setidaknya, kalau dites, dilakukan karantina 10 hari. Kalau ada tes lagi pada hari ketiga atau kelima, karantina bisa dilakukan tujuh hari. ”Itu yang harus dilakukan,” lanjut Dicky.