Mereka Masih Saja Tak Paham Tujuan Penyekatan dan Tes Covid-19 Acak
Pemudik yang kembali dari kampung halaman wajib menunjukan surat negatif tes cepat antigen atau menjalani tes cepat antigen. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi penularan luas Covid-19.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
Upaya pengendalian mobilitas warga selama libur hari raya dengan larangan mudik, penyekatan, tes Covid-19, dan lainnya, tidak selalu mendapat imbal balik tanggapan positif dari warga.
Satuan tugas Covid-19 Kota Depok, Jawa Barat, seperti halnya pemerintah daerah lain, terus berupaya menghentikan sejumlah kendaraan yang hendak masuk wilayah kota itu dan sekitarnya untuk menjalani tes cepat antigen.
Pos penyekatan di kawasan Perumahan Bukit Sawangan Indah, Jalan Raya Parung-Ciputat, Bojongsari, Kota Depok, petugas gabungan menghentikan dan memeriksa kendaraan yang melintas. Penumpang yang tidak bisa menunjukan surat negatif tes cepat antigen diminta masuk jalur posko pemeriksaan kesehatan.
Petugas menyasar kendaraan seperti kendaraan pribadi, travel, hingga bus, yang hendak masuk wilayah Depok, Jakarta, dan Tangerang. Tidak hanya menghentikan dan memeriksa kendaraan berplat nomor polisi (nopol) B, petugas juga mengecek kendaraan berplat nopol F, G, BM, dan lainnya.
Ngapain ini tes-tes, enggak usah. Kami sekeluarga sehat. Merepotkan dan macet saja (Azhar)
Namun, penyekatan dan pemeriksaan itu membuat sejumlah pengendara tak terima dan menolak untuk menjalani tes cepat antigen.
"Ngapain ini tes-tes, enggak usah. Kami sekeluarga sehat. Merepotkan dan macet saja," kata Azhar (39), yang hendak menuju Jakarta bersama empat anggota keluarga, Senin (17/5/2021). Ia mengaku baru saja mengunjungi keluarga dan berlibur di Bogor.
Setelah diperiksa singkat petugas, Azhar dan keluarganya tidak sedang berlibur, tetapi baru saja melakukan perjalanan dari Pekalongan, Jawa Tengah. Salah satu petugas jaga mengatakan, protes dan penolakan pengendara untuk menjalani tes cepat antigen cukup merepotkan dan justru membahayakan orang sekitarnya.
"Sudah ada aturannya, kalau dari mudik kampung dan balik lagi ke sini harus periksa antigen. Ini, untuk kita semua. Jika tidak diperiksa, tidak tahu kondisi kesehatan mereka. Kalau bawa virus repot kita semua, kasus bisa tambah banyak. Jadi ikut saja tes antigen," kata petugas jaga yang tak mau disebut namanya itu.
Orang seperti Azhar dan keluarganya ini tak sedikit. Sejak masa larangan mudik diberlakukan pada 6 Mei lalu hingga sekarang, berseliweran informasi dan berita viral tentang orang-orang yang nekat menerobos banyak pos yang dikelola tiap pemerintah daerah, bahkan sampai marah-marah kepada petugas penyekatan menolak saat diminta putar balik dan menjalani tes Covid-19.
Di Depok saja, selain di Jalan Raya Parung-Ciputat, Satgas Covid-19 Kota Depok juga mendirikan pos penyekatan di kawasan SPBU Cilangkap, Jalan Raya Bogor KM 39,5, Tapos. Berdasarkan data sementara, ada dua pemudik menunjukan hasil reaktif Covid-19. Dua orang itu, menjalani pemeriksaan lanjutan dan menjalani isolasi di Rumah Sakit Universitas Indonesia.
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, selain di dua titik penyekatan itu, pihaknya juga akan memeriksa kesehatan para pemudik di sejumlah puskesmas seperti di Puskesmas Kemiri Muka, Beji.
"Ini langkah-langkah taktis yang harus siap dijalankan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Saya sudah perintahkan juga untuk mendata penduduk dan jalani tes cepat antigen mulai 16-22 Mei," kata Idris.
Satgas Covid-19 Kota Bogor juga mendirikan pos penyekatan dan pemeriksaan tes cepat antigen di pos Terminal Baranangsiang dan pos pintu Tol BORR.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, Satgas Covid-19 terus berupaya untuk menekan penyebaran Covid-19 seperti tes cepat antigen dan penguatan PPKM mikro di lingkungan RT/RW.
Menurut Bima, kasus Covid-19 di Kota Bogor cukup terkendali. Untuk itu, ia tetap meminta semua lapisan masyarakat menjaga betul dan tetap meningkatkan pengawasan dan kepatuhan protokol kesehatan pasca Lebaran. Semua pihak diminta untuk tetap mewaspadai peningkatan kasus Covid-19 dua pekan ke depan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor, angka kasus Covid-19 mencatat rekor terendah selama pandemi. Pada Jumat (14/5), terkonfirmasi ada penambahan 3 kasus; Sabtu (15/5), ada penambahan 2 kasus; Minggu (16/7), ada 18 kasus; dan Senin (17/5), ada 10 kasus. Total akumulatif mencapai 15.641 kasus, masih sakit 257 kasus, pasien sembuh 15.127 kasus dan meninggal 257 kasus.
“Saat ini keadaan cukup terkendali, rasio ketersediaan tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) di bawah 30 persen. Angka kesembuhan pun meningkat. Namun, kita perlu mewaspadai dan siaga dua pekan ke depan. Untuk itu, protokol kesehatan dan pengawasan pemudik di tingkat kelurahan-RT/RW harus ketat,” tutur Bima.
Bima menjelaskan, dua minggu pasca libur Lebaran merupakan interval masif terjadinya paparan Covid-19. Hal itu berdasarkan pengalaman pada masa libur Natal dan Tahun Baru silam. Pada periode itu angka kasus di Kota Bogor meningkat rata-rata 100 kasus per hari.
Peningkatan pengawasan kedatangan pemudik di tingkat kelurahan sudah mulai terlihat di Kelurahan Cimahpar, Bogor Utara. Setidaknya ada tiga RW yang siaga mengawasi para pemudik, seperti RW 16, RW 14, dan RW 13.
Lurah Cimahpar Ronny Kunaefi mengatakan, pengawasan pemudik di wilayahnya merupakan inisiatif warga sendiri. Bahkan, di beberapa titik warga memasang spanduk menyuarakan penolakan bagi pemudik yang datang tanpa surat negatif tes cepat antigen.
“Kami tidak ingin ada penularan luas di kampung sini. Jangan sampai kasus meningkat, itu bahaya. Kami siap memantau pemudik yang masuk. Warga di RW-RW sepakat untuk mengawasi dan melaporkan pemudik yang tidak bawa surat negatif antigen,” tutur Ronny.
Masyarakat pun diimbau agar tidak alergi saat diperiksa di pos-pos penyekatan, menaati aturan terkait pengendalian penularan Covid-19, serta mengikuti tes pendeteksi infeksi virus korona baru jika diminta atau diperlukan. Semua demi kebaikan warga sendiri agar terhindar dari wabah global ini.