Tanpa Mudik, Tidak Ada Lagi Jam Sibuk di Terminal Bus Ibu Kota
Sudah dua tahun ini, terminal bus antarkota antarprovinsi di Jakarta layaknya mati suri. Terlebih selama bulan puasa dan Lebaran, terminal makin sepi karena terdampak kebijakan larangan mudik serentak secara nasional.
Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, kini jauh dari hiruk-pikuk keramaian penumpang. Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di Tanah Air mengubah segalanya. Harapan para sopir bus, kenek, dan pengusaha otobus meraup rezeki ketika Lebaran tiba kini kandas.
Terik matahari terasa menyengat pada Selasa (27/4/2021) siang. Puluhan bus yang terparkir di terminal itu seolah-olah ditinggal sendiri. Pemandangan yang sama sekali tak lazim di terminal bus, apalagi di terminal yang dikenal sebagai terminal bus terbesar di Asia Tenggara itu.
Di salah satu bus, tepatnya bus Mawar Sejahtera trayek Jakarta-Surabaya, Karmun (61) tampak tertidur pulas di bagasi bus. Lelaki yang bekerja sebagai kenek bus itu sudah tiga hari menginap di sana. Dia terpaksa menginap berhari-hari karena bus mereka mogok.
”Bus mogok, penumpang juga sepi. Semua selesai. Ini tunggu saja, selesai perbaikan bus, dapat penumpang atau enggak, kami kembali lagi ke Surabaya,” kata lelaki asal Majalengka, Jawa Barat, itu.
Selama masa pandemi Covid-19, sebanyak 35 kursi penumpang yang ada di bus tersebut tak pernah terisi penuh. Selain karena kebijakan pembatasan kapasitas penumpang sebagai panduan protokol kesehatan, mereka yang menumpang pun jumlahnya tak banyak. Setiap kali dari Jakarta ke Surabaya atau sebaliknya, penumpang yang diangkut hanya 10-17 penumpang.
Lebaran itu momen yang kami tunggu. Kalau tidak ada penumpang, kami tidak bisa jalan, tidak ada bayaran.
Jauh sebelum pandemi, pekan terakhir menjelang Lebaran merupakan hari paling sibuk bagi para pekerja di bidang transportasi darat tersebut. Mereka tak hanya sibuk mengemas barang para penumpang, tetapi juga aktif menyambut penumpang yang datang, terutama yang belum membeli tiket.
”Kami biasanya kerja sama dengan agen tiket. Kalau kami dapat penumpang, biasanya ada bonus. Lumayan buat biaya makan dan mandi selama di terminal,” kata Karmun.
Mencari uang tambahan di luar pendapatan sebagai kenek bus saat jumlah penumpang melonjak sangat membantu. Penghasilannya sebagai kenek bus untuk satu kali perjalanan dari Jakarta ke Surabaya hanya sebesar Rp 90.000.
Namun, harapan untuk kembali meraup keuntungan saat Lebaran tiba kini sirna. Pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik yang bakal berlaku pada 6-17 Mei 2021. Kebijakan yang bertujuan menekan mobilitas warga dengan tujuan mencegah gelombang Covid-19 di Tanah Air itu dikeluhkan sejumlah sopir bus.
Baca juga : Sediakan Akses untuk Pekerja Komuter
Salah satunya Halim (50), sopir dari Perusahaan Otobus Sari Indah trayek Jakarta-Surabaya. Menurut dia, larangan mudik sangat berdampak lantaran mereka hidup dari para penumpang. Jika larangan mudik resmi berlaku, mereka bakal menganggur tanpa sama sekali mendapat penghasilan.
”Lebaran itu momen yang kami tunggu. Kalau tidak ada penumpang, kami tidak bisa jalan, tidak ada bayaran. Kami ini upahnya dihitung sesuai jarak tempuh. Jadi, semakin banyak penumpang, bayaran kami semakin bertambah,” kata ayah tiga anak itu.
Halim bersama dua keneknya sudah satu hari menginap di terminal tersebut. Mereka tak memiliki aktivitas apa pun selain mengobrol. Adapun untuk memenuhi kebutuhan makan selama di terminal, Halim bersama rekan-rekannya sering kali terpaksa harus mengutang.
Uang operasional bus yang diberikan oleh pengelola bus hanya cukup untuk keperluan bahan bakar dan setoran. Mereka setiap kali beroperasi mendapat Rp 2 juta dari pengelola bus. Uang operasional itu tak mencukupi untuk kebutuhan bahan bakar dan setoran kepada pengelola bus karena biaya yang dikeluarkan untuk mengisi solar sebesar Rp 3 juta dan uang setoran Rp 1 juta. Pengeluaran itu belum termasuk biaya tol sebesar Rp 500.000.
”Kami harus mencari penghasilan dari kelebihan penumpang atau mengutip penumpang di jalan atau yang tidak masuk dari agen. Tetapi, selama pengetatan mudik, kan enggak bisa,” katanya.
Ditutup
Terminal Pulo Gebang adalah satu dari dua terminal di Jakarta yang masih beroperasi selama masa larangan mudik. Untuk melayani penumpang yang memang harus berangkat pada masa pelarangan mudik 6-17 Mei, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputa menjelaskan, ada dua terminal yang dioperasikan, yaitu Terminal Terpadu Pulo Gebang dan Terminal Kalideres.
Menurut Syafrin, pengoperasian dua terminal itu adalah keputusan setelah awalnya hanya Terminal Terpadu Pulo Gebang yang akan dioperasikan di DKI.
”Itu baru kemarin hasil koordinasi dengan rekan-rekan di Kementerian Perhubungan. Saya usulkan hanya satu terminal, yaitu Terminal Terpadu Pulo Gebang. Dari Pak Menhub, karena ada pergerakan ke arah barat, jadi diminta satu lagi di wilayah barat. Salah satu terminal yang strategis itu Terminal Kalideres,” kata Syafrin, Jumat (30/4/2021) lalu.
Dari surat terakhir Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) tanggal 23 April 2021, pada masa peniadaan mudik Lebaran, ada sejumlah terminal AKAP dan AKDP yang dihentikan sementara layanannya.
Kepala BPTJ Polana B Pramesti menyebutkan, sejumlah terminal yang dihentikan terkait kebijakan larangan mudik untuk kawasan Jabodetabek adalah Terminal Baranangsiang, Bogor; Terminal Jatijajar, Depok; Terminal Pondok Cabe, Tangerang Selatan; Terminal Poris Plawad, Tangerang; Terminal Kampung Rambutan, Jakarta; Terminal Kalideres, Jakarta; Terminal Tanjung Priok, Jakarta; dan Terminal Bekasi, Kota Bekasi.
Namun, dengan adanya hasil koordinasi terbaru di Kemenhub, Terminal Kalideres dioperasikan untuk melayani pergerakan penumpang ke arah barat.
Baca juga : Kaum Marjinal yang Selalu Bersyukur
Meski mendapat keistimewaan untuk tetap beroperasi, Terminal Pulo Gebang terbukti tetap sepi. Jika dirinci, untuk Terminal Terpadu Pulo Gebang, jumlah penumpang datang pada 16-29 Maret sebanyak 930 orang dan pada 16-29 April sebanyak 591 orang. Adapun jumlah penumpang berangkat pada 16-29 Maret sebanyak 967 orang dan pada 16-29 April 2021 sebanyak 882 orang.
Dari Terminal Kalideres, pada 16-29 Maret jumlah penumpang berangkat 191 orang dan penumpang datang 184 orang. Pada 16-29 April, jumlah penumpang berangkat 263 orang dan penumpang datang 173 orang.
Sepekan menjelang larangan mudik berlaku, dilaporkan ada kenaikan jumlah penumpang di kedua terminal. Namun, jumlah penumpang kembali surut saat larangan mudik berlangsung.
Kucurkan dana cadangan
Dampak pembatasan mobilitas warga juga kian memukul para pengusaha otobus. Presiden Direktur Sinar Jaya Group Teddy Rusli mengatakan, perusahaannya terpaksa mengeluarkan biaya cadangan untuk membayar biaya operasional bus, termasuk gaji karyawan.
”Namun, kami berterima kasih dengan diberikannya stiker kepada kami selaku operator angkutan resmi untuk melayani keperluan transportasi bagi warga nonmudik. Masyarakat yang punya kebutuhan khusus dapat menggunakan jasa angkutan umum resmi yang sudah dibina oleh Kementerian Perhubungan,” kata Teddy.
Managing Director PT Eka Sari Lorena Transport Tbk dan PT Ryanta Mitra Karina, Dwi Rianta Soerbakti, mengatakan, perusahaan otobus seakan tertampar dengan kebijakan larangan mudik Lebaran 2021. PO mengalami penurunan pendapatan secara tajam dalam setahun terakhir. Penjualan tiket bus antarkota antarprovinsi (AKAP) Lorena, contohnya, turun 50 persen dari situasi normal.
”Dalam keadaan seperti sekarang, ya, betul, (pengeluaran lebih besar dari pendapatan). Tetapi, kami sangat beruntung karena tidak memiliki kewajiban bank yang besar. Jadi, bleeding-nya tidak terlalu gila-gilaan,” katanya.
Dalam keadaan seperti sekarang, ya, betul, (pengeluaran lebih besar dari pendapatan).
Meski perusahaan otobus kian terpukul, pelaku usaha tetap menyisihkan biaya operasional untuk memenuhi ketentuan protokol kesehatan sebagai upaya mencegah penularan Covid-19. Salah satunya, tes Covid-19 secara berkala kepada karyawan, sopir, dan kenek bus. Secara umum, biaya yang dikeluarkan setiap bulan untuk keperluan tes Covid-19 bagi seluruh karyawan unit usaha Lorena Grup mencapai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta.
Di tengah terpuruknya aktivitas usaha otobus, para pelaku usaha berharap ada bantuan dari pemerintah untuk memulihkan kondisi ekonomi perusahaan otobus. Pihak pengusaha sudah berulang kali menyampaikan agar pemerintah memperhatikan kondisi pelaku usaha otobus yang terus merugi.
”Harapan banyak dan sudah disampaikan dari tahun lalu, mulai dari insentif dan lain-lain. Kami sampaikan secara langsung ataupun melalui Organda. Namun, belum ada yang terwujud,” ucapnya.
Bantuan dari pemerintah yang sejauh ini sudah dirasakan manfaatnya oleh pengusaha adalah penertiban travel gelap. Penindakan travel gelap itu diharapkan terus berlanjut karena sudah bertahun-tahun mengganggu kegiatan operasional bus trayek resmi.
Baca juga : Sepinya Terminal Induk Bekasi Saat Larangan Mudik